Mohon tunggu...
Mohammad Rafi Azzamy
Mohammad Rafi Azzamy Mohon Tunggu... Penulis - Seorang Pelajar

Menjadi manusia yang bersyukur dengan cara bernalar luhur dan tidak ngelantur | IG : @rafiazzamy.ph.d | Cp : 082230246303

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Omnibus Bagus buat Bahan Status: Kritik Estetis dan Skeptis pada Manusia yang Ingin Diakui Aktivis

6 Oktober 2020   15:07 Diperbarui: 8 Oktober 2020   17:00 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Ilustrasi pribadi dan facebook

"Belajar tanpa berfikir tak berguna, tapi berfikir tanpa belajar amatlah berbahaya"

(Ir.Soekarno)

Kata-kata sang proklamator tersebut menyadarkan saya bahayanya berfikir tanpa belajar, inilah yang menimbulkan kausal yang kata Thom Nichols disebut sebagai matinya kepakaran.

Semisal turun ke jalan hanya sebagai gaya-gayaan, perpustakaan semakin ditinggalkan, tongkrongan yang dulu-nya menjadi tempat diskusi, sekarang menjadi budaya hedon yang paling diminati.

Di sini para pembaca mungkin ada yang merasa bahwa saya terlalu pesimis dan skeptis terhadap bangsa ini, tapi itulah realitasnya, dalam tulisan saya kali ini, pembaca akan saya ajak untuk berjalan dari jalan kekecewaan menuju jalan harapan.

Topik utama pada tulisan saya kali ini membahas soal omnibus law dalam nalar estetis, karena saya sudah banyak membahas hal tersebut baik dari segi politis maupun etis di kolom-kolom media sosial saya, pertanyaannya, memang ada hubungannya Omnibus Law dengan estetika? 

Maka dari itu saya harap pembaca meresapi tulisan saya dati awal hingga akhir. Estetika adalah cabang fisafat yang berfokus dalam kajian perihal keindahan, memasuki dimensi etimologis-harafiyah dari keindahan, dalam bahasa inggris disebut sebagai Beautiful, dalam bahasa prancis beau, di spanyol disebut bello, akar katanya yakni bonum yang memiliki arti kata kebaikan.

Di sini mungkin terlihat secara etimologis bahwa keindahan merupakan suatu bentuk kebaikan, bila merujuk pada filsuf classic, menurut Aristoteles dalam poetics, sesuatu dapat dikatakan indah apabila mengikuti aturan-aturan dan memiliki daya tarik.

Etimologi dari estetika sendiri yakni kata "Aisthetika" yang berarti hal-hal yang dapat diserap oleh panca indra, istilah ini mulai ditenarkan oleh Alexander Baumgarten seorang filsuf jerman.

Ia menggunakan istilah estetika pada seni karena diharap seni dapat ditangkap panca indra untuk mengetahui, lalu apa keterkaitan pengetahuan melalui indra (Aisthetika) dengan keindahan?, karena sesuatu yang indah-lah yang lebih ditanggapi oleh panca indra daripada yang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun