Mohon tunggu...
Muhnizar.siagia
Muhnizar.siagia Mohon Tunggu... -

mulai tertib dan teratur menyiapkan revolusi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bangsa Lupa Ingatan

15 Desember 2012   08:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:36 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

BANGSA LUPA INGATAN

Tulisan untuk mengenang Pemerintahan Darurat Republik Indonesia

Amnesia atau lupa ingatan, itulah yang sedang dialami negeri ini. Sejarah dianggap hanya tumpukan arsip, peristiwa dan kepingan kejadian yang tidak terlalu penting untuk menjadi diskursus kebangsaan dan intelektual masa sekarang. Bahkan lebih gila lagi, sejarah lebih dianggap peristiwa lampau tampa pemaknaan, jangankan untuk dimaknai diingat saja menjadi pekerjaan yang terlalu sulit bagi bangsa ini.

Bulan Desember bagi bangsa ini jika melihat sejarah merupakan bulan yang sangat penting, bukan karena akan ada libur panjang Natal dan Tahun baru, namun di bulan inilah 63 tahun yang lalu, Negara ini kembali terselamatkan. Maka layak kita mensejajarkan bulan Agustus dengan Proklamasinya dan bulan Desember dengan PDRI.

PDRI singkatan dari Pemerintahan Darurat Republik Indonesia menjadi sangat relevan untuk dikaji di negeri yang sedang “darurat”. Sjafruddin Prawiranegara adalah ketua PDRI atau kita sebagai bangsa yang tidak melupakan sejarah berani mengatakan Presiden Sjafruddin Prawiranegara.

Ketika Agresi Belanda dari Jakarta ibukota pindah ke Jogja, disini Sukarno- Hatta dan pemimpin lainnya ditawan Belanda muncullah Sjarfuddinyang pada saat itu merupakan Menteri Kemakmuran Kabinet Hatta yang sedang berada di Bukittingi. Mendengar Sukarno- Hatta dan pemimpin lainnya ditangkap, Sjafruddin mengambil tindakan luar biasa dengan membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Bukittinggi. Namun Bukittinggi juga digempur Belanda hingga Sjafruddin harus membawa ibukota ke “somewhere in the jungle”, dari hutan ke hutan, sambil membawa radio untuk mengabarkan kepada dunia dan perwakilan Indonesia yang ada di India, Indonesia tetap bernafas, berdiri, bertahan dalam situasi digempur Belanda dengan agresinya.

PDRI dinilai luar biasa dibawah kepemimpinan 207 hari Sjafruddin Prawiranegara, yang nasionalis, berani mengambil keputusan disaat genting dan kritis serta jelas mengutamakan kepentingan bangsa walau harus keluar masuk hutan. Memang 207 hari begitu singkat, bangsa ini saat itu ibarat mobil yang sedang jalan dari Padang ke Bukittinggi, Sjafruddin Prawiranegara merupakan supir mobil hanya ketika melewati “silaiang”, namun jalan inilah yang paling berbahaya, jalan yang berliku, terjal dan ditepi jurang. Ceroboh dan tidak berhati- hati sedikit saja, akan berdampak fatal. Namun Sjafruddin berhasil melewati jalan itu, berhasil mempertahankan kedaulatan Indonesia.

PDRI salah satu kepingan sejarah yang sempat menghilang dari perkembangan kebangsaan Indonesia. Entah karena anak bangsa yang pernah mengurus negeri ini sengaja secara sistematis menghilangkan PDRI, atau karena memang bangsa ini memang bangsa yang terbiasa lupa ingatan. Sejarah bukan hanya tumpukan catatan masa lampau, keteladanannya penting untuk kehidupan berbangsa saat ini, ibarat kata Bung Karno, “jas merah”, jangan melupakan sejarah! Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengingat jasa pahlawannya!

Kita sering mendengar Indonesia jaya 2020 atau Indonesia emas di masa depan, namun adakah kita pernah untuk mendekonstruksi dan mengevaluasi cara kita memahami sejarah dan penghargaan terhadap tokoh sejarah bangsa ini. Apakah mungkin satu bangsa berdiri kokoh tampa pondasi sejarah yang utuh. Mungkin Nama Tan Malaka suatu saat kita tanyakan kepada anak negeri ini hanya akan dijawab nama jalan, Agus Salim akan dijawab nama stadion, apalagi Sjafruddin Prawiranegara yang sampai sekarangbanyak tidak diketahui siapa dan apa perannya bagi bangsa ini.

Memang benar, dalam pengetahuan terdapat selubung kekuasaan. Bagaimana kita telah merasakan seperti adanya pengetahuan dan pendidikan “pesanan” dari rezim yang sedang berkuasa. Dari jaman ke jaman nuansa kental akan dominasi kekuasaan pada pengetahuan dan pendidikan yang berkembang di masyarakat. Inilah dosa rezim yang pernah berkuasa di Indonesia yang sengaja tidak mengakui salah satu kepingan sejarah Indonesia dalam masa revolusi yaitu PDRI salah satunya disebabkan lagi- lagi masalah politis, ketua PDRI Sjafruddin dianggap terlibat dalam PRRI, yang dianggap usaha menentang penguasa saat itu. Mungkin ini salah satu penyebab banyak orang lupa bahkan tidak tahu akan PDRI dan sumbangannya untuk Indonesia.

Berjalannya waktu akhirnya PDRI mulai dihargai dengan diperingatinya hari bela Negara di Indonesia pada tanggal 19 desember. Namun apakah salah satu solusi untuk kembali mengingat sejarah PDRI dan menumbuh kembangkan semangat kebangsaan atau hanya akan menjadi euphoria sesaat?

Pemerintah pusat dan daerah harus bekerja keras agar semangat PDRI dan hari bela Negara tidak hanya menjadi Euforia sesaat, tetapi ada di sanubari rakyat Indonesia, khususnya generasi muda. Proses panjang harus dimulai salah satunya dengan pendidikan. Kurikulum harus mengutamakan pembelajaran sejarah dengan teladan yang harus diambil dari para pemimpin dahulu, karena sulit untuk mengambil teladan dari pemimpin sekarang. Sejarah jangan lagi hanya menjadi pembelajaran pelengkap saja dan juga bukan belajar menghapal! Sejarah bangsa ini merupakan pembentuk Nasionalisme saat ini, ketika globalisasi menggoyahkan sendi- sendi kebangsaan seperti Nasionalisme. Mudah- mudahan dengan mengingat PDRI, mengingat kedeladanan Tokoh PDRI seperti Sjafruddin Prawiranegara menjadi salah satu solusi dari krisis kebangsaan untuk negeri yang sedang “darurat”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun