Sebagai murid dari Kh. Hasyim Asy'ari, Mbah Kiai Roesmani merupakan sosok kiai sepuh yang begitu disegani di kalangan umat Islam. Kabar wafatnya pun membuat umat Islam, khususnya warga nahdliyin merasakan suatu kehilangan yang amat mendalam.
Tepat pada Kamis (11/03/2021) bersamaan dengan peringatan Hari Isro' Mikroj, 27 Rojab 1442 H Mbah Kiai Roesmani menghembuskan nafas terakhirnya dalam usia lebih dari satu abad. Sesuai wasiat yang Beliau sampaikan sebelumnya, Beliau dimakamkan di kediamannya sendiri, tepatnya di desa Gedawung, Kecamatan Kismantoro, Wonogiri. Pada awalnya Beliau berpesan supaya dimakamkan di dalam rumah dengan harapan di alam kubur nanti  dapat mendengar orang membaca Al-Qur'an setiap hari. Namun, setelah melalui beberapa pertimbangan dari pihak keluarga, akhirnya Mbah Kiai Roesmani dimakamkan di sebelah barat rumah alias sebelah utara masjid.
Wafatnya Mbah Kiai Roesmani meninggalkan duka yang begitu mendalam bagi umat Islam, khususnya warga nahdliyin. Beliau ibarat "paku bumi"-nya orang NU. Kiai sepuh yang selalu dijadikan rujukan doa bagi perkembangan NU di Wonogiri. KH. Sutrisno Yusuf, M.Si selaku pengasuh Pon-Pes Sunan Gunung Jati juga sebagai perwakilan dari pengurus PCNU Wonogiri dalam acara tahlil mengenang tujuh hari wafatnya Mbah Kiai Roesmani kemarin mengatakan  bahwa  Beliau termasuk  bagian dari Mukhtasyar PCNU Wonogiri meskipun Beliau tidak duduk di lembaga secara langsung.
Mbah Kiai Roesmani merupakan kiai yang sangat tawadhu'. Beliau tidak ingin dikenal oleh masyarakat umum. "Nasihat yang selalu saya ingat dari  bapak adalah jangan ingin menjadi apa-apa dan jangan khawatir kalau tidak menjadi apa-apa" terang Gus Mail, putra Beliau dalam acara tahlil tujuh harian kemarin.
Tak hanya itu, Beliau adalah  kiai yang murah senyum serta sangat menghormati tamu. Jika anda pernah bertamu ke ndhalem Beliau, pasti dapat merasakan bagaimana keramahan yang Beliau tunjukkan. Senyum kehangatannya pun selalu mengembang kala menerima tamu, siapa saja dan kapan saja. Bahkan hingga larut malam pun Beliau masih terjaga untuk bercengkerama bersama tamu-tamunya dengan tidak menunjukkan wajah lelah meskipun usianya sudah tidak muda lagi.
Keseharian yang penulis sering jumpai bahwa Beliau tidak pernah luput dari  Al-Qur'an. Setiap pagi Mbah Kiai Roesmani selalu berada di depan pintu sembari duduk di atas kursi rodanya sambil membaca Al-Qur'an. Bahkan di usianya yang begitu lanjut, Beliau membaca Al-Qur'an tanpa memakai kaca mata. Sungguh berbeda dengan kebanyakan masyarakat pada umumnya.
Yang penulis ingat semasa Beliau memimpin majelis, baik yasinan maupun maulidan bahwa Beliau selalu berpesan yang redaksinya seperti ini "apal sakhuruf luwih apik tinimbang ngerti sewu huruf, paham sakhuruf luwih apik tinimbang apal sewu huruf" Â (hafal satu huruf lebih baik daripada tahu seribu huruf, paham satu huruf lebih baik daripada hafal seribu huruf).
Beliau selalu memotivasi jamaah untuk menjadi pecinta ilmu. Diriwayatkan bahwa orang yang suka ilmu meskipun ia mendengar sebuah nasihat seribu kali dengan makna maupun redaksi yang sama maka ia tetap merasa seakan-akan  baru mendengar nasihat tersebut. Mengetahui dan hafal adalah dua jalan untuk memperoleh kepahaman. Maka tidak heran jika banyak anak-anak diniyah yang disuruh menghafal baik nadhoman ini nadhoman itu, belajar ini belajar itu meskipun mereka belum bisa memahaminya. Karena hakikatnya paham itu akan datang pada masanya sendiri.
Beliau juga merupakan sosok kiai pengagum Gus Dur. Beliau selalu mengingat syi'irnya yang berbunyi"Duh bolo konco prio wanito ojo mung ngaji syariat beloko, gur pinter dongeng, nulis, lan moco tembe mburine bakal sengsoro". Syi'ir tersebut memiliki makna tentang pentingnya mempelajari ilmu hakikat. Mbah Kiai Roesmani dhawuh bahwa syariat dan hakikat itu berbeda, siji ngalor siji ngidul nanging gandheng. Â Syariat itu berlainan tapi tidak dapat dipisahkan. Beliau sering mencontohkan jika mendapat pemberian dari seseorang maka harus berterima kasih pada orang tersebut, itulah yang dinamakan syariat. Sedangkan, hakikatnya juga harus berterima kasih kepada Allah karena sesungguhnya Dia lah yang telah menggerakkan hati orang tersebut untuk memberikan sesuatu pada kita. Jadi, selain belajar syariat harus diimbangi pula dengan belajar hakikat supaya bisa mencapai kebahagiaan yang hakiki.
Sudah selayaknya sebagai tunas muda penggerak Nahdlatul Ulama khususnya, dan umat islam umumnya untuk meneladani perjuangan Beliau dalam mensyi'arkan agama Islam. Muda atau tua tak pandang usia semangatnya harus sama. Semangat untuk li i'laai kalimatillah. Dan akhir kata semoga Beliau, Mbah Kiai Roesmani ditempatkan di Surga-Nya yang tertinggi dan kita semua dapat mendapat percikan barokah dari Beliau.
Lahumul fatihah....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H