Gunung Padang merupakan nama yang telah mengagumkan bagi para arkeolog dan pemerhati sejarah. Situs bersejarah ini terletak di perbatasan Dusun Gunung padang dan Panggulan, Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Situs ini menampilkan wahana intelektual bagi siapa saja yang ingin mengungkap tabir masa lalu.
Penemuan situs ini pada awal abad ke-20 telah membuka halaman baru mengenai pemahaman kita terhadap sejarah Nusantara. Gunung Padang tidak hanya sekedar tumpukan batu biasa, melainkan sebuah kompleks megalitikum yang megah dan terstruktur. Dengan luas berkisar 3 hektar dan ketinggian mencapai 885 meter di atas permukaan laut, menjadikan situs Gunung Padang sebagai salah satu kompleks punden berundak terbesar di Asia Tenggara.
Salah satu hal menarik dari Gunung Padang yaitu perdebatan sengit, mengenai usia sebenarnya dari situs ini. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Gunung Padang jauh lebih tua dari perkiraan sebelumnya, bahkan diperkirakan berusia hingga puluhan ribu tahun. Usia yang sangat tua ini menjadikan Gunung Padang menjadi situs prasejarah paling tua yang pernah ada di dunia.
 Misteri Gunung Padang selain umurnya yang tertua di dunia, juga ditemukan banyak struktur yang terkubur dengan bahan sejenis semen yang telah digunakan sebagai bahan mortar ataupun semacam perekat di bagian-bagian tertentu dari situs Gunung Padang, yang mana terkandung 45% biji besi, 41% silika dan 14% tanah liat. Dikatakan juga campuran ini memberikan dasar mortar yang kokoh dan tahan lama. Hal ini membuktikan hebatnya tingkat kecanggihan teknik bangunan dan struktur bangunan di masa itu.
 Berdasarkan temuan hasil pembukaan kotak ekskavasi di teras-teras Gunung Padang dan lalu membandingkan dengan hasil survei Kawasan, bisa disimpulkan bahan batuan penyusun punden berundak Gunung Padang berasal dari lokasi yang sama. Bahan batuan tersebut ditambang dari balok-balok batu yang menjadi bagian dari satu columnar joint (sambungan kolom) yang terdapat di bawah lapisan tanah punden. Balok-balok berbentuk prisma berwarna keabu-abuan yang menjadi penyusun teras adalah hasil penambangan pada sumbernya di lahan yang sekarang menjadi teras pertama puunden berundak Gunung Padang. Balok-balok batu tersebut dimanfaatkan sebagai bahan penyusun tiap bagian konstruksi punden berundak Gunung Padang mulai dari tangga naik hingga teras tertinggi.
 Gunung Padang sebagai situs megalitikum, berkaitan erat dengan Kabuyutan di daerah Sunda. Arkeolog Sunda menjelaskan bahwa ciri-ciri Kabuyutan atau menjelaskan bahwa ciri-ciri Kabuyutan atau Situs di Tatar Sunda tidak harus diidentifikasi sebagai bangunan dengan artefak atau struktur seperti bangunan suci yang dimengerti masyarakat umumnya seperti candi, atau bangunan lengkap dengan fondasi, dinding dan atap, melainkan lahan bukit alam atau dibuat lambing dari suatu bukit. Gunung Padang sebagai kabuyutan, ditengarai sebagai tempat pemujaan bagi arwah suci, tentu saja tidak bisa terpisahkan dari kawasan lainnya secara kosmologis, karena di wilayah Gunung Padang dan sekitarnya, memiliki hubungan yang tidak hanya terbatas masalah peribadatan atau spiritual, melainkan tumbuh dan berkembang sesuai perkembangan zaman dan kemajuan teknologi.
 Situs Gunung Padang menjadi bukti nyata mengenai peradaban manusia di Nusantara telah ada sejak zaman prasejarah. Situs ini menyimpan beragam rahasia yang masih belum terungkap. Secara arkeologis, geologis, maupun historis, Situs Gunung Padang ini dinilai lebih tua dari peradaban Mesopotamia di Irak dan Piramida Giza di Mesir dengan usia sekitar 2500 hingga 4000 tahun sebelum masehi.
 Dengan semakin berkembangnya teknologi dan metode penelitian, diharapkan misteri Gunung Padang dapat bisa segera terungkap. Pentingnya juga upaya pelestarian dan menjaga situs Gunung Padang dari kerusakan, dengan cara rekonstruksi ulang bentuk bangunan, serta edukasi terhadap masyarakat sekitar pengunjung, lembaga pendidikan, instansi pemerintah, dan berbagai dinas terkait yang bertanggung jawab dalam menjaga kekayaan cagar budaya nasional. Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama dalam melestarikan situs ini agar generasi mendatang dapat mengetahui dan belajar dari warisan nenek moyang kita.
Referensi:
Yondri, Lutfi. (2014). Punden Berundak Gunung Padang (Refleksi Adaptasi Lingkungan dari Masyarakat Megalitik). Jurnal Sosio Teknologi, Vol 13, No 1.