Mohon tunggu...
Muh Luthfi
Muh Luthfi Mohon Tunggu... Penulis - Yakin usaha sampai

Hidup mulia atau mati syahid

Selanjutnya

Tutup

Money

Konflik Natuna: Sebuah Rekayasa Antara Indo-Pasifik Vs OBOR

17 Januari 2020   14:38 Diperbarui: 17 Januari 2020   16:07 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar. The ASEAN post

Natuna sebagai satu satunya kepulauan terluar yang di miliki oleh indonesia yang berbatasan langsung dengan berbagai negara-negara tetangga,  memilki pesona yang sangat luar biasa sehingga wajar ketika Natuna mampu menyihir belahan dunia untuk memilikinya dan dapat memanfaatkan kekayaan alamnya yang sangat melimpah.

Di antara kekayaan alam di natuana, Natuna memiliki sumberdaya alam minyak dan gas serta sumberdaya perikanan dan kelautanya yang luar biasa melimpah di tambah lagi potensi wisatanya yang menyimpan pantai-pantai eksotis dengan pasir putihnya, hutan, sawah , ladang kelapa dan cengkehnya.(Sumber)

Tidak hanya itu, perbukitan gunung dan hutan yang masih terjaga dan sumber air yang sangat baik. Sebuah karunia yang patut disyukuri kepada Tuhan akan karunia yang menjadikan Natuna layaknya surga bagi warganya dan indonesia.

Di suasana yang eksotik itu, ternyata negeri tirai bambu masih saja ngiler dan ingin memilki Natuna dengan melakukan klaim sepihak yang dilakukan atas dasar historis bukan melalui hukum internasional yang sejatinya hukum tersebut sudah menyatakan bahwa Natuna adalah bagian dari wilayah Republik Indonesia.
Konflik pun terjadi antara Cina dengan indonesia semenjak tahun 2016 silam, dan bulan Desember tahun 2019 Indonesia di gegerkan dengan prilaku nelayan cina yang menangkap ikan di daerah teritorial Indonesia dengan didampingi oleh kapal coast guard milik pemerintah Cina hingga pada akhir-akhir ini hawa nafsunya cina menguasasi teritorial tersebut makin menggebu dengan mengganti nama laut Cina Selatan menjadi laut Natuna Utara.

Hubungan yang dulunya harmonis diantara kedua negara tersebut layaknya sebuah saudara yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain, investasi besar-besaran di gelontorkan oleh cina dengan keterbukaan pemerintah Indonesia menerima dan membuka investasi dari cina. Sehingga opini yang berkembang bahwa cina menguasai perekonomian Indonesia. Hal itu bisa dilihat banyaknya opini publik yang berkaitan dengan kerjasama antara indonesia dengan cina, serta produk dan bahkan tenaga kerja asing yang berasal dari cina  juga tak luput dari opini publik. Hak itu mungkin karena berkaitan dengan proyek OBOR (one belt one road) atau jalur sutra modern cina yang bergerak di bidang perdagangan dan hal tersebut di khawatirkan oleh rakyat Indonesia akan besarnya ekspansi perekonomian cina menguasai perdagangan Indonesia. Dan kini hubungan antar dua negara tersebut kian memanas dan mendapatkan perhatian khusus oleh beberapa negara.

Jepang dan Inggris pun juga memberikan komentar mengenai konflik tersebut dan memberikan opsi kepada Indonesia agar Indonesia dalam melawan cina tidak harus berkonfrontasi secara langsung melainkan melalui  jalur diplomasi dan bekerjasama dengan negara Indo-pasifik yang juga memilki kekuatan besar seperti halnya Amerika serikat. Dengan jalur tersebut diharapakan Amerika bisa membantu Indonesia dalam menyelesaikan konflik kedaulatan negara tersebut.

Berbicara indo-fasifik, tentu bukanlah jalan keluar bagi Indonesia melainkan jalan yang sama sama mengarah kedalam jurang perekonomian. Karena Indo-Pasifik pun juga sama-sama jalur modern Amerika untuk melakukan ekspansi perekonomian terhadap suatu negara. Dan kita sudah mengetahui bersama bahwa perusahaan-perusahaan asing millik Negeri Paman Sam tersebut lebih mengarah pada eksploitas  sumber daya alam, sedangkan cina hanya bergerak di bidang perdagangan dan infrastruktur.

Keadaan yang demikian menuntut Indonesia untuk benar-benar bersikap bijak dalam mengambil keputusan, jangan sampai kita  terjebak kedalam lubang yang sama-sama menjerumuskan kita pada lubang yang sama hanya saja jalurnya yang berbeda. Diplomasi dengan pemerintah Cina harus ditingkatkan dan diplomasi dengan negara-negara ASEAN pun harus dilalui bahkan bisa melalui pembatasan terhadap komoditi cina yang ada di Indonesia atau bahkan bisa di bawa ke mahkamah internasional untuk menyelesaikan sengketa tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun