Mohon tunggu...
MUHAMMAD IRFANAFIF
MUHAMMAD IRFANAFIF Mohon Tunggu... Dosen - dosen

Saya peserta latsar cpns 2024

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketimpangan Pendidikan: Mampukah Indonesia Emas 2045?

10 Oktober 2024   10:49 Diperbarui: 10 Oktober 2024   10:59 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerataan pendidikan masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Ketimpangan fasilitas pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan terus menjadi permasalahan yang menghambat kemajuan sistem pendidikan nasional. Hal ini memiliki pengaruh langsung pada kualitas pendidikan dan pemerataan akses pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat. Upaya untuk mengatasi kesenjangan ini menjadi kunci dalam meningkatkan sumber daya manusia dan mendorong pembangunan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia. 

Gambaran umum ketimpangan fasilitas pendidikan di Indonesia dan akar masalah yang menyebabkannya disajikan dalam artikel ini. Selanjutnya, akan diulas konsekuensi dari ketidakmerataan ini terhadap kualitas pendidikan dan masa depan generasi muda. Kebijakan pemerintah yang ada juga akan dikaji, disertai dengan pembahasan mengenai inovasi dalam pemerataan fasilitas pendidikan.

Gambaran Umum Ketimpangan Fasilitas Pendidikan di Indonesia

Ketimpangan fasilitas pendidikan di Indonesia masih menjadi tantangan besar dalam upaya pemerataan pendidikan. Perbedaan yang signifikan antara daerah perkotaan dan pedesaan mencerminkan kesenjangan yang perlu diatasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara menyeluruh.

Pemetaan Kondisi Fasilitas Pendidikan

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), kondisi fasilitas pendidikan di Indonesia menunjukkan adanya kesenjangan yang cukup besar. Pada tahun 2021/2022, tercatat 60,60% ruang kelas Sekolah Dasar (SD) berada dalam kondisi rusak ringan atau sedang. Angka ini mengalami peningkatan sebesar 3,47% dari tahun sebelumnya [1]. Di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), 53,30% ruang kelas mengalami kerusakan, naik 2,74% dibandingkan tahun ajaran 2020/2021 [1].

Ketimpangan fasilitas pendidikan juga terlihat dari ketersediaan infrastruktur fisik. Banyak sekolah di daerah pedesaan mengalami kekurangan dalam hal bangunan, lapangan olahraga, sistem pendingin ruangan, pencahayaan, dan sistem pengeras suara [2]. Ketiadaan infrastruktur dasar ini dapat menghambat proses belajar-mengajar dan mempengaruhi kenyamanan serta hasil belajar siswa.

Perbandingan Fasilitas Antar Daerah

Perbedaan fasilitas pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan sangat mencolok. Di kota, perkembangan pendidikan cenderung lebih pesat karena didukung oleh sarana dan prasarana yang lebih mudah didapatkan [3]. Sebaliknya, di desa, perkembangan pendidikan berjalan lebih lambat karena sulitnya mendapatkan sarana dan prasarana yang memadai.

Contoh nyata dari ketimpangan ini dapat dilihat di Papua. Di daerah terpencil Papua, siswa dan guru sering menghadapi tantangan seperti cuaca buruk, kendala transportasi, dan jarak sekolah yang jauh dari pusat kota [4]. Sementara itu, sekolah di pusat kota memiliki fasilitas yang lebih lengkap, seperti rak sepatu, loker, majalah dinding, dan poster belajar [4].

Ketimpangan juga terlihat dalam hal akses teknologi. Di daerah terpencil, banyak guru mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran karena kekurangan perangkat digital seperti komputer, akses internet, dan platform pembelajaran [2]. Hal ini berbeda dengan sekolah di perkotaan yang umumnya memiliki akses lebih baik terhadap teknologi pendidikan.

Tren Ketimpangan Fasilitas dalam 5 Tahun Terakhir

Dalam lima tahun terakhir, tren ketimpangan fasilitas pendidikan di Indonesia menunjukkan perkembangan yang fluktuatif. Meskipun pemerintah telah berupaya meningkatkan infrastruktur pendidikan, masih terdapat kesenjangan yang signifikan antara daerah urban dan rural.

Salah satu indikator yang menunjukkan tren ini adalah capaian Standar Nasional Pendidikan (SNP). Data menunjukkan bahwa capaian SNP pada standar Standar Kompetensi Lulusan (SKL) di jenjang SD di Provinsi DKI Jakarta mengalami perubahan drastis pada tahun 2020. Capaian rata-rata SKL yang sebelumnya berada pada kategori SNP (6,98) di tahun 2019 menurun menjadi kategori SNP 4 (6,28) di tahun 2020 [5].

Ketimpangan fasilitas pendidikan ini memiliki dampak langsung pada kualitas pendidikan dan pemerataan akses pendidikan. Upaya pemerintah untuk mengatasi masalah ini, seperti alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN dan APBD, belum sepenuhnya berhasil mengurangi kesenjangan yang ada [6]. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang lebih komprehensif dan fokus pada peningkatan fasilitas pendidikan di daerah-daerah yang tertinggal untuk mencapai pemerataan pendidikan yang lebih baik di seluruh Indonesia.

Akar Masalah Ketimpangan Fasilitas Pendidikan

Ketimpangan fasilitas pendidikan di Indonesia memiliki akar masalah yang kompleks dan saling terkait. Beberapa faktor utama yang menyebabkan ketidakmerataan ini perlu diidentifikasi untuk menemukan solusi yang tepat dalam upaya pemerataan pendidikan di seluruh wilayah Indonesia.

Keterbatasan Sumber Daya Finansial

Salah satu penyebab utama ketimpangan fasilitas pendidikan adalah keterbatasan sumber daya finansial. Kondisi ini tidak hanya dialami oleh individu, tetapi juga oleh kelompok, organisasi, bahkan pemerintah daerah. Keterbatasan finansial ini memiliki pengaruh langsung terhadap kemampuan daerah untuk menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai.

Pendapatan yang rendah, pengeluaran yang tinggi, dan manajemen keuangan yang buruk seringkali menjadi alasan utama terjadinya keterbatasan sumber daya finansial [7]. Akibatnya, banyak daerah mengalami kesulitan dalam membangun infrastruktur pendidikan yang berkualitas, seperti gedung sekolah, perpustakaan, dan laboratorium.

Di daerah terpencil, keterbatasan finansial ini semakin diperparah oleh kondisi geografis yang sulit. Hal ini menyebabkan biaya pembangunan dan pemeliharaan fasilitas pendidikan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan daerah perkotaan.

Kesenjangan Pembangunan Antar Daerah

Kesenjangan pembangunan antar daerah menjadi faktor penting lainnya yang berkontribusi terhadap ketimpangan fasilitas pendidikan. Perbedaan infrastruktur, sumber daya alam, dan sumber daya manusia di berbagai daerah mengakibatkan adanya daerah maju dan daerah tertinggal [8].

Daerah yang memiliki sumber daya alam yang lebih baik cenderung memiliki kemampuan finansial yang lebih besar untuk membangun fasilitas pendidikan. Sementara itu, daerah dengan sumber daya alam terbatas seringkali mengalami kesulitan dalam mengalokasikan dana untuk pembangunan infrastruktur pendidikan.

Kondisi demografis juga memiliki pengaruh signifikan terhadap kesenjangan pembangunan. Daerah dengan kondisi demografis yang baik memiliki kesempatan lebih besar untuk menarik investasi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yang pada gilirannya dapat dialokasikan untuk pembangunan fasilitas pendidikan [8].

Kurangnya Perencanaan Jangka Panjang

Ketimpangan fasilitas pendidikan juga disebabkan oleh kurangnya perencanaan jangka panjang yang komprehensif. Banyak daerah masih fokus pada pembangunan jangka pendek dan kurang memperhatikan kebutuhan pendidikan dalam jangka panjang.

Perencanaan yang tidak matang seringkali mengakibatkan alokasi anggaran yang tidak tepat sasaran. Beberapa daerah masih memprioritaskan pembangunan yang kurang relevan dengan kebutuhan pendidikan, seperti pembangunan kantor mewah atau pembelian kendaraan dinas, sementara infrastruktur pendidikan terabaikan [9].

Kurangnya perencanaan jangka panjang juga terlihat dari tidak meratanya distribusi guru antar daerah. Ada daerah yang kelebihan guru, sementara daerah lain mengalami kekurangan tenaga pendidik [10]. Hal ini menunjukkan bahwa perencanaan sumber daya manusia dalam bidang pendidikan masih belum optimal.

Untuk mengatasi akar masalah ketimpangan fasilitas pendidikan ini, diperlukan upaya bersama dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat. Peningkatan alokasi anggaran pendidikan, terutama untuk daerah tertinggal, perlu dilakukan secara konsisten. Selain itu, perencanaan pembangunan pendidikan harus dilakukan dengan mempertimbangkan potensi, kekuatan, dan kebutuhan nyata dari masyarakat di setiap daerah.

Pemerataan pendidikan tidak hanya terkait dengan penyediaan fasilitas fisik, tetapi juga meliputi peningkatan kualitas pendidikan secara menyeluruh. Oleh karena itu, upaya pemerataan fasilitas pendidikan harus diimbangi dengan peningkatan kualitas tenaga pendidik dan pengembangan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan lokal dan global.

Konsekuensi Ketimpangan Fasilitas Pendidikan

Ketimpangan fasilitas pendidikan di Indonesia memiliki konsekuensi yang serius terhadap pemerataan pendidikan dan kualitas sumber daya manusia. Dampak dari ketidakmerataan ini dapat dirasakan dalam berbagai aspek, mulai dari minat belajar siswa hingga tingkat putus sekolah yang tinggi.

Penurunan Minat dan Motivasi Belajar Siswa

Ketimpangan fasilitas pendidikan memiliki pengaruh langsung terhadap minat dan motivasi belajar siswa. Fasilitas belajar yang tidak memadai dapat menurunkan semangat belajar dan menghambat proses pembelajaran. Tanpa fasilitas belajar yang baik, sekolah sulit melahirkan keluaran yang kompeten. Fasilitas belajar merupakan faktor penting dalam menentukan motivasi dan hasil belajar siswa.

Siswa yang belajar di sekolah dengan fasilitas terbatas cenderung mengalami penurunan motivasi. Mereka merasa kurang didukung dalam proses belajar mereka, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi prestasi akademik. Peserta didik yang memiliki motivasi yang rendah akan malas untuk belajar, sehingga akan berpengaruh terhadap prestasi belajarnya. Hal ini akan berdampak pada prestasi belajar peserta didik menjadi kurang optimal.

Keterbatasan Pengembangan Potensi Diri

Ketimpangan fasilitas pendidikan juga membatasi kesempatan siswa untuk mengembangkan potensi diri mereka secara maksimal. Di daerah dengan fasilitas pendidikan yang memadai, siswa memiliki akses ke berbagai sumber belajar, laboratorium, dan kegiatan ekstrakurikuler yang dapat mengasah bakat dan minat mereka. Sebaliknya, di daerah dengan fasilitas terbatas, siswa seringkali harus berjuang keras untuk mendapatkan pendidikan dasar, apalagi untuk mengembangkan bakat khusus mereka.

Keterbatasan pengembangan potensi diri ini tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada masyarakat secara keseluruhan. Kurangnya kesempatan untuk mengembangkan keterampilan dan pengetahuan dapat mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia di daerah tersebut. Hal ini pada gilirannya dapat mempengaruhi pembangunan ekonomi dan sosial di daerah tersebut.

Peningkatan Angka Putus Sekolah

Salah satu konsekuensi paling serius dari ketimpangan fasilitas pendidikan adalah peningkatan angka putus sekolah. Data menunjukkan bahwa angka putus sekolah di Indonesia masih cukup tinggi. Menurut sumber yang dikutip, di tingkat Sekolah Dasar, ada sebanyak 40.623 orang yang putus sekolah. Sementara itu, di tingkat Sekolah Menengah Pertama terdapat 13.716 orang yang putus sekolah. Jumlah siswa yang putus sekolah di tingkat Sekolah Menengah Atas mencapai sekitar 10.091 orang, sedangkan di tingkat Sekolah Menengah Kejuruan sebanyak 12.404 orang [11].

Faktor ekonomi menjadi penyebab utama tingginya angka putus sekolah. Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS), mayoritas keluarga mengakui bahwa 76 persen anak mereka putus sekolah disebabkan masalah ekonomi. Ada sekitar 67,0 persen yang tidak dapat membayar biaya sekolah, sementara 8,7 persen sisanya harus bekerja untuk mencari nafkah [11].

Ketimpangan fasilitas pendidikan memperburuk situasi ini. Siswa dari keluarga kurang mampu yang bersekolah di fasilitas yang terbatas cenderung mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran dan mempertahankan motivasi belajar mereka. Hal ini dapat mendorong mereka untuk meninggalkan sekolah dan mencari pekerjaan untuk membantu ekonomi keluarga.

Konsekuensi dari ketimpangan fasilitas pendidikan ini memiliki dampak jangka panjang terhadap pemerataan pendidikan dan pembangunan sumber daya manusia di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang serius dan berkelanjutan dari pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat untuk mengatasi ketimpangan ini dan memastikan akses pendidikan yang berkualitas bagi seluruh lapisan masyarakat.

Kebijakan Pemerintah Dirasa Belum Fokus dan Memprioritaskan Kualitas Pendidikan

Meskipun pemerintah Indonesia telah berupaya meningkatkan sistem pendidikan nasional, masih terdapat beberapa permasalahan yang menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah belum sepenuhnya fokus dan memprioritaskan kualitas pendidikan. Hal ini tercermin dari berbagai aspek, termasuk alihfungsi dan penyerapan dana pendidikan, kesejahteraan tenaga pendidik, serta perubahan kurikulum yang belum efektif dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Alihfungsi dan Penyerapan Dana Pendidikan

Salah satu masalah utama dalam sistem pendidikan Indonesia adalah alihfungsi dan penyerapan dana pendidikan yang belum optimal. Meskipun pemerintah telah mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN dan APBD, masih terdapat ketimpangan dalam distribusi dan penggunaan dana tersebut. Anggaran pendidikan yang dikelola oleh Kemendikbud Ristek hanya 2,7% dari APBN atau sekitar 29 triliun rupiah [12]. Lebih lanjut, riset dan pendidikan tinggi hanya mendapat bagian sebesar 0,9% dari 2,7% dana yang dikelola Kemendikburistek [12].

Ketimpangan ini menunjukkan bahwa pemerataan akses pendidikan masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Dana yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan fasilitas pendidikan dan kualitas pengajaran seringkali tidak terserap dengan baik atau dialihfungsikan untuk kepentingan lain. Hal ini mengakibatkan ketidakmerataan fasilitas pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan, yang pada akhirnya berdampak pada kualitas pendidikan secara keseluruhan.

Tenaga Pendidik yang Tidak Sejahtera

Kesejahteraan tenaga pendidik merupakan faktor krusial dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak guru yang belum sejahtera, baik dari segi fasilitas sarana dan prasarana maupun upah yang sesuai dengan beban kerja mereka [13]. Kondisi ini terutama dialami oleh guru honorer dan mereka yang bertugas di daerah terpencil.

Gaji yang rendah dan sering terjadi penundaan pembayaran selama berbulan-bulan menjadi masalah serius bagi para guru honorer [14]. Bahkan pada tahun 2018, terdapat guru di Indonesia yang hanya digaji Rp. 200.000 per bulannya [14]. Situasi ini memaksa banyak guru untuk mencari pekerjaan tambahan, yang dapat mengganggu fokus mereka dalam mengajar dan meningkatkan kompetensi.

Meskipun pemerintah telah menjalankan program perekrutan Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk meningkatkan kesejahteraan guru honorer, masih terdapat kendala dalam implementasinya. Kasus yang terjadi di Sumatera Utara, di mana 107 guru honorer menjadi korban gratifikasi dalam proses seleksi PPPK, menunjukkan bahwa masih ada celah dalam sistem yang dapat dimanfaatkan untuk tindakan koruptif [15].

Perubahan Kurikulum yang Selalu Gagal dalam Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia

Perubahan kurikulum yang sering terjadi di Indonesia belum berhasil meningkatkan kualitas sumber daya manusia secara signifikan. Sejak tahun 2004, Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan kurikulum, mulai dari Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), hingga Kurikulum 2013 [16]. Meskipun setiap perubahan bertujuan untuk menyempurnakan kekurangan yang ada, implementasinya seringkali terhambat oleh berbagai faktor.

Salah satu masalah utama dalam perubahan kurikulum adalah kurangnya persiapan dan pelatihan yang memadai bagi para guru. Guru dituntut untuk memiliki kecakapan, kreativitas, dan keahlian dalam menggunakan berbagai metode dan strategi pembelajaran, namun dukungan yang diberikan seringkali tidak memadai [16]. Akibatnya, perubahan kurikulum tidak selalu diikuti dengan peningkatan kualitas pembelajaran di kelas.

Selain itu, perubahan kurikulum yang terlalu sering dapat menimbulkan kebingungan dan ketidakstabilan dalam sistem pendidikan. Hal ini dapat berdampak negatif pada proses pembelajaran dan pencapaian tujuan pendidikan secara keseluruhan. Evaluasi yang komprehensif dan berkelanjutan terhadap implementasi kurikulum sangat diperlukan untuk memastikan bahwa perubahan yang dilakukan benar-benar efektif dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan sumber daya manusia Indonesia.

Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan kebijakan yang lebih fokus dan komprehensif dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Pemerintah perlu memastikan bahwa alokasi dana pendidikan digunakan secara efektif dan tepat sasaran, terutama untuk meningkatkan fasilitas pendidikan di daerah tertinggal. Selain itu, peningkatan kesejahteraan guru dan perbaikan sistem rekrutmen tenaga pendidik harus menjadi prioritas untuk memastikan kualitas pengajaran yang lebih baik. Terakhir, perubahan kurikulum harus didasarkan pada evaluasi yang mendalam dan disertai dengan persiapan yang matang, termasuk pelatihan yang memadai bagi para guru.

Menyokong Indonesia Emas 2045 Melalui Pendidikan agar Tidak Hanya Wacana

Dalam upaya menciptakan SDM yang unggul untuk menyokong Indonesia Emas 2045, pemerataan pendidikan di Indonesia menjadi hal penting yang tidak bisa dilepaskan. Pemerintah perlu fokus dan memberikan investasi besar pada aspek Pendidikan. Beberapa pendekatan inovatif ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan memperluas akses pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Pengembangan Investasi dalam Dunia Pendidikan yang Melibatkan Akses Global dan Terknologi Terkini

Salah satu inovasi penting dalam pemerataan fasilitas pendidikan adalah pengembangan investasi yang melibatkan akses global dan teknologi terkini. Laporan HP Futures yang dikeluarkan oleh konsorsium para ahli global menyoroti pentingnya mendorong investasi di bidang pendidikan, meskipun tengah menghadapi tantangan ekonomi [17]. Studi tahun 2020 dari Washington Center for Equitable Growth menemukan bahwa setiap 1 dolar AS yang dibelanjakan untuk pendidikan menghasilkan pengembalian sebesar 1,66 dolar AS dalam aktivitas ekonomi di kemudian hari [17].

Salah satu rekomendasi utama dari laporan tersebut adalah mendesain ulang sistem pendidikan untuk menciptakan sekolah dan kurikulum yang sesuai untuk masa depan. Ini meliputi penerapan sistem sekolah hibrida dengan campuran format pembelajaran sinkron dan asinkron, serta memusatkan keterampilan belajar sosial dan emosional dalam kurikulum [17].

Teknologi juga memainkan peran penting dalam inovasi pendidikan. Kemendikbudristek telah mengembangkan beberapa platform teknologi untuk mengakselerasi implementasi program Merdeka Belajar. Platform-platform ini termasuk Platform Merdeka Mengajar (PMM), Rapor Pendidikan, ARKAS, dan SIPLah [18]. PMM merupakan solusi pemberdayaan dan peningkatan kompetensi terpadu bagi guru, sementara Rapor Pendidikan menampilkan hasil capaian sekolah dalam bentuk indikator pembelajaran utama beserta analisis akar permasalahan [18].

Internasionalisasi Standar dan Kualitas Sekolah di Seluruh Negeri

Upaya untuk meningkatkan standar dan kualitas sekolah di seluruh negeri juga menjadi bagian penting dari inovasi dalam pemerataan fasilitas pendidikan. Salah satu pendekatan yang diambil adalah dengan mengadopsi standar internasional dalam sistem pendidikan nasional.

Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) merupakan contoh nyata dari upaya internasionalisasi standar pendidikan di Indonesia. SBI pada dasarnya sangat baik untuk memacu semangat sekolah negeri agar bisa meningkatkan fasilitas sebaik mungkin yang telah memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP) dengan standar mutu internasional [19]. Meskipun saat ini SBI telah dihapus, sebaiknya pemerintah tetap mengakselerasi semua sekolah memeiliki standar internasional. Hal tersebut semata-mata untuk meningkatkan daya saing bangsa dan menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang mampu bersaing secara internasional

Meskipun demikian, penting untuk tetap mempertahankan nilai-nilai budaya Indonesia dalam proses internasionalisasi ini. Pembelajaran model bilingual pada SBI menggunakan bahasa Inggris, namun diharapkan bahwa lulusan SBI tetap memiliki kepribadian dan berakar pada budaya Indonesia serta memiliki wawasan global [19].

Kemitraan Pemerintah-Swasta dalam Pembangunan Fasilitas

Kemitraan antara pemerintah dan swasta (KPS) menjadi salah satu inovasi penting dalam upaya pemerataan fasilitas pendidikan. KPS merupakan hubungan kelembagaan antara pemerintah dan sektor swasta untuk mencapai tujuan bersama dengan bagian tanggung jawab yang disepakati bersama [20].

KPS telah diidentifikasi sebagai pendekatan yang efisien untuk memenuhi tuntutan penyelenggaraan pelayanan publik yang dibutuhkan saat ini [20]. Melalui KPS, pemerintah dapat memanfaatkan pendanaan yang dimiliki oleh pihak swasta untuk membayar layanan pendidikan, sehingga akan mendorong perubahan yang cepat, berkelanjutan, dan sistemik untuk memberikan layanan yang berkualitas [20].

Di Kota Tasikmalaya, misalnya, konsep KPS belum dipahami dengan baik, padahal bila diterapkan dengan benar, KPS dapat membantu mengatasi keterbatasan sumber daya yang dimiliki pemerintah dalam menyediakan pelayanan publik di bidang pendidikan [20].

Untuk mengoptimalkan implementasi KPS dalam pemerataan fasilitas pendidikan, diperlukan komitmen politik yang kuat dari pemangku kepentingan, khususnya dari kepala daerah. Hal ini penting untuk memastikan bahwa pemberian pelayanan di bidang pendidikan dapat melibatkan sektor swasta dan masyarakat sebagai pendukung [20].

Dengan adanya inovasi-inovasi ini, diharapkan pemerataan fasilitas pendidikan di Indonesia dapat terwujud, sehingga setiap anak Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan berkualitas, terlepas dari latar belakang ekonomi atau lokasi geografis mereka.

Kesimpulan

Ketimpangan fasilitas pendidikan di Indonesia masih menjadi tantangan besar dalam upaya mencapai pemerataan pendidikan. Perbedaan yang mencolok antara daerah perkotaan dan pedesaan memiliki pengaruh langsung pada kualitas pendidikan dan akses belajar bagi siswa. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan yang menyeluruh, melibatkan pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk bekerja sama memperbaiki infrastruktur pendidikan di seluruh negeri.

Inovasi dalam pendidikan, seperti pemanfaatan teknologi dan kemitraan pemerintah-swasta, membuka peluang baru untuk memperkecil kesenjangan fasilitas pendidikan. Dengan terus mendorong investasi di bidang pendidikan dan meningkatkan standar sekolah secara nasional, Indonesia dapat bergerak maju menuju sistem pendidikan yang lebih merata dan berkualitas. Hal ini pada akhirnya akan membantu mengembangkan sumber daya manusia yang mampu bersaing di tingkat global dan mendorong pembangunan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia.

Referensi

[1] -https://www.kompasiana.com/ahmadahsin4625/659c17e0c57afb57be4000a4/buruknya-fasilitas-pendidikan-di-indonesia

[2] - https://koran.tempo.co/read/pendidikan/486579/kesenjangan-pendidikan-versi-pisa-2022

[3] - https://www.kompasiana.com/sandra79384/61f4fe4106310e3dda39e322/perbedaan-pendidikan-di-kota-dan-di-desa

[4] - https://nasional.kompas.com/read/2023/10/24/07300071/ketimpangan-sistem-pendidikan-masih-jadi-pekerjaan-rumah-bagi-kemajuan-anak

[5] - https://lpmpdki.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2021/12/PMP_SD_2020_Final-1.pdf

[6] - https://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/perspektif/article/download/15610/5870

[7] - https://www.ocbc.id/id/article/2024/07/22/keterbatasan-finansial-adalah

[8] - http://scholar.unand.ac.id/94943/2/BAB%20I.pdf

[9] - https://antikorupsi.org/id/article/kesenjangan-hasil-pembangunan-antarwilayah-di-indonesia

[10] - https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/06/21/rpjm

[11] - https://www.kompasiana.com/aisyah29373/6544b851edff7652f22318c2/ketimpangan-alokasi-dana-pendidikan-di-indonesia-siswa-jadi-putus-sekolah

[12] - https://www.itb.ac.id/berita/anggaran-pendidikan-tinggi-indonesia-belum-mencapai-titik-temu-fgb-itb-berharap-penuh-pada-dpr/59324

[13] - https://prisma.ormawa.ums.ac.id/urgensi-kesejahteraan-tenaga-pendidikan-sebagai-pilar-pencetus-generasi-unggul-bangsa-indonesia/

[14] - https://kegiatan.pkimuin-suka.ac.id/single/bagaimana-tingkat-kesejahteraan-guru-di-indonesia-saat-ini-2023-12-0102-16-14

[15] - https://ylbhi.or.id/informasi/siaran-pers/pemerintah-harus-serius-tuntaskan-7-masalah-krusial-pendidikan-nasional-indonesia/

[16] - https://gurudikdas.kemdikbud.go.id/news/tantangan-guru-hadapi-perubahan-kurikulum

[17] - https://pressrelease.kontan.co.id/news/berinvestasi-pendidikan-di-indonesia-negara-di-dunia-penting-bagi-sukses-mendatang

[18] - https://www.kemdikbud.go.id/main/files/download/9d18462daed4a78

[19] - https://media.neliti.com/media/publications/218538-penerapan-sekolah-bertaraf-internasional.pdf

[20] - https://ojs.stiami.ac.id/index.php/reformasi/article/download/947/52

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun