Mohon tunggu...
muh ikbal
muh ikbal Mohon Tunggu... Novelis - Seorang Mahasiswa dari salah satu Perguruan Tinggi di Sulawesi Selatan lebih tepatnya di IAIN Palopo

Saya Menyukai Olahraga, Salah satunya adalah Futsal.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

"Penyebab Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan di Indonesia"

5 Januari 2021   13:15 Diperbarui: 5 Januari 2021   13:32 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang telah mendunia dan hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi manapun. Selain bersifat laten dan aktual, kemiskinan adalah penyakit sosial ekonomi yang tidak hanya dialami oleh Negara-negara berkembang melainkan negara maju sepeti inggris dan Amerika Serikat. Negara inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri di Eropa. Sedangkan Amerika Serikat bahkan mengalami depresi dan resesi ekonomi pada tahun 1930-an dan baru setelah tiga puluh tahun kemudian Amerika Serikat tercatat sebagai Negara Adidaya dan terkaya di dunia.

Dalam beberapa tahun belakangan ini angka kemiskinan di Indonesia memperlihatkan penurunan yang signifikan. Meskipun demikian, diperkirakan penurunan ini akan melambat di masa depan. 

Mereka yang dalam beberapa tahun terakhir ini mampu keluar dari kemiskinan adalah mereka yang hidup di ujung garis kemiskinan yang berarti tidak diperlukan sokongan yang kuat untuk mengeluarkan mereka dari kemiskinan. 

Namun sejalan dengan berkurangnya kelompok tersebut, kelompok yang berada di bagian paling bawah garis kemiskinanlah yang sekarang harus dibantu untuk bangkit dan keluar dari kemiskinan. Ini lebih rumit dan akan menghasilkan angka penurunan tingkat kemiskinan yang berjalan lebih lamban dari sebelumnya. 

Stabilitas harga makanan (khususnya beras) merupakan hal penting sekali bagi Indonesia sebagai negara yang penduduknya menghabiskan sebagian besar pendapatan mereka untuk membeli beras (dan produk makanan lain). 

Oleh karena itu, tekanan inflasi pada harga beras (misalnya karena gagal panen) dapat memiliki konsekuensi serius bagi mereka yang miskin atau hampir miskin. Bahkan sebagian dari mereka yang hidup sedikit saja di atas garis kesmiskinan bisa jatuh dalam kemiskinan penuh karena inflasi yang tinggi.

Selain inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga makanan, keputusan pemerintah untuk mengurangi subsidi (terutama subsidi untuk BBM dan listrik) menyebabkan inflasi yang tinggi. Misalnya waktu pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan pemotongan subsidi BBM pada akhir tahun 2005 terjadinya peningkatan signifikan angka kemiskinan di antara tahun 2005 dan 2006. 

Harga minyak internasional yang naik membuat pemerintah terpaksa mengurangi subsidi BBM waktu itu guna meringankan defisit anggaran pemerintah. Konsekuensinya adalah inflasi dua digit di antara 14 sampai 19 persen (tahun-ke-tahun) terjadi sampai oktober 2006. Presiden Joko Widodo juga mengurangi subsidi BBM, baik pada akhir tahun 2014 maupun awal tahun 2015. 

Namun karena harga minyak internasional yang lemah pada waktu itu, keputusan ini tidak mengimplikasikan dampak yang luar biasa pada angka inflasi. Toh, angka inflasi Indonesia naik menjadi di antara 8 - 9 persen (t/t) pada tahun 2014 maka ada peningkatan kemiskinan sedikit di Indonesia di antara tahun 2014 dan 2015, baik di wilayah pedesaan maupun perkotaan.

Selain itu, Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yaitu kemiskinan alami dan kemiskinan buatan. kemiskinan alami terjadi akibat sumber daya alam (SDA) yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan Buatan diakibatkan oleh imbas dari para birokrat kurang berkompeten dalam penguasaan ekonomi dan berbagai fasilitas yang tersedia, sehingga mengakibatkan susahnya untuk keluar dari kemelut kemiskinan tersebut. Dampaknya, para ekonom selalu gencar mengkritik kebijakan pembangunan yang mengedepankan pertumbuhan ketimbang dari pemerataan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun