LPS) Indonesia telah berada dalam sorotan baru-baru ini karena menghadapi dua kasus kebangkrutan bank sepanjang tahun ini. Dua bank yang terkena dampak adalah PT Bank Perkreditan Rakyat Bagong Inti Marga (BPR BIM) dan Perusahaan Umum Daerah Bank Perkreditan Rakyat Karya Remaja Indramayu (BPR KRI). Ini menandai tantangan yang dihadapi oleh sistem perbankan Indonesia.Menurut Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, BPR BIM memiliki 2.907 nasabah dengan simpanan senilai Rp 13,64 miliar. Untungnya, LPS telah mengganti sebagian besar simpanan ini, yaitu sekitar Rp 13,14 miliar, untuk melindungi nasabah. BPR KRI, di sisi lain, memiliki lebih dari 25.000 nasabah dengan total simpanan mencapai Rp 285 miliar, dan LPS telah mencairkan sekitar Rp 248 miliar simpanan kepada nasabah.
Lembaga Penjamin Simpanan (Keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mencabut izin operasional BPR BIM pada 2 Februari 2023 dan BPR KRI pada 12 September 2023 menyoroti seriusnya masalah yang dihadapi oleh bank-bank ini.
Meskipun dua bank tersebut mengalami kesulitan, Purbaya menjelaskan bahwa LPS memiliki aset senilai Rp 210 triliun dan dianggap cukup untuk menanggulangi situasi ketika bank menghadapi masalah keuangan. Hal ini menunjukkan komitmen LPS untuk melindungi nasabah dan menjaga stabilitas sektor perbankan.
LPS juga mencatat data penting terkait perbankan di Indonesia. Menurut data per September 2023, hampir 99,94% dari total rekening di bank, atau sekitar 534,77 juta rekening, tercakup dalam jaminan perlindungan LPS. Data ini mencerminkan pentingnya peran LPS dalam melindungi kepentingan nasabah.
LPS juga memberikan gambaran tentang dana pihak ketiga (DPK) di bank. Meskipun DPK tumbuh 6,4% secara tahunan, 62,2% dari total nilai DPK berasal dari giro dan tabungan, yang dikenal sebagai dana murah. Ini menunjukkan bahwa nasabah cenderung lebih memilih opsi yang lebih likuid dan mudah diakses dalam menyimpan uang mereka. Sisanya, sekitar 37,8%, adalah deposito.
Menariknya, meskipun jumlah rekening dengan nilai nominal tinggi (di atas Rp 500 juta hingga lebih dari Rp 2 miliar) hanya menyumbang 0,2% secara jumlah, mereka menyumbang sekitar 74,2% dari total nilai DPK, mencapai Rp 6.090 triliun. Hal ini menggambarkan peran penting yang dimainkan oleh nasabah dengan dana besar dalam menjaga stabilitas perbankan.
Dalam rangka menjaga kepercayaan publik dan stabilitas sektor perbankan, LPS dan OJK memiliki tugas penting dalam memantau dan mengatur lembaga-lembaga keuangan di Indonesia, sambil memberikan perlindungan kepada nasabah dan mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H