Mohon tunggu...
Muhibbuddin Abdulmuid Yassin Marthabi
Muhibbuddin Abdulmuid Yassin Marthabi Mohon Tunggu... lainnya -

Saya manusia biasa yang makan dan minum...bisa lapar dan haus..yang bisa senyum dan sakit...bisa gembira dan luka hati...bisa tertawa dan meneteskan air mata...seperti teman-teman semua...saya manusia...\r\nTapi hamba ini berdo'a..jika hamba mati..darah hamba mengalir di bumi dan menulis kalimat الله\r\n\r\nwww.suaramuhibbuddin.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pertapa di dunia Sains dan Teknologi

26 Juni 2010   09:09 Diperbarui: 13 Oktober 2015   14:10 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_614" align="alignright" width="239" caption="Ulah Ilmuwan"][/caption]

Agamawan bukanlah yang tidak mengakui sinaran ilmu dari hakikat Ilmu-Nya. Ilmuwan juga bukan mereka yang tidak mengakui akan Kebenaran Sejati, yaitu Tuhan. Yang satu dicapai dengan membaca kitab dan do’a, yang satu dicapai dengan pencarian dan penelitian ilmiah, yang semuanya satu arah tuju, Kebenaran Mutlak. Sampai akhirnya agamawan akan lelah..para imuwan akan lemas tak berdaya…semuanya akan mati…DNA ilmuwan akan menjadi benda mati dan benda peninggalan..sementara ruh kesadaran keduanya kembali menghadap-Nya. Menghadap-Ku.

Manusia merupakan wujud yang memiliki beraneka ragam sifat dan ciri-ciri yang tidak ada dalam wujud lainnya. Pada manusia, tercermin sebuah kehebatan yang tidak ada pada wujud lainnya, seperti gunung, laut, hewan dan tumbuhan, serta wujud-wujud lainnya. Manusia memiliki Cipta, Rasa dan Karsa. Pergulatan antara ketiganya tersebut, melahirkan beraneka sifat-sifat lainnya yang menjadi ciri khas manusia, sehingga tumbuhlah bayi suci dan lucu itu menjadi pendekar-pendekar yang merajai dunia.

Anugerah kemampuan berpikir manusia telah membentuk manusia yang asalnya lemah dan tak berdaya, mampu menguasi beraneka benda-benda yang lebih besar dan lebih keras dari badannya sendiri. Butir-butir tasbih yang dilepaskannya, menggiring pikirannya terus mencari dan mencari …Hakikat Kebenaran.

Seorang Saintist adalah mereka yang bersendirian dalam tafakur, kontemplasi dan persemedian mencari sesuatu yang baru yang sebelumnya tidak diketahuinya. Waktu demi waktu digelutinya dengan telaten dan sabar, barangkali di tempat ini, atau disaat ini, atau di ketika ini, ditemukan sebuah wujud yang dicarinya, entah dalam rupa yang orang lain tidak memahami dan tidak membayangkanya. Keingintahuannya tentang sesuatu yang baru, menjadi generally picture bahwa falsafah hidupnya mengalir seadanya alam berputar beredar. Hari yang bertambah, semakin memacu batinnya untuk mendapatkan titik temunya. Batinnya masih belum puas jika apa yang dicarinya belum diperoleh. Benturan-benturan yang datang, dihadapinya dengan pertanyaan dan beraneka simpulan awal. Lantas lahir sebuah teori dan hipotesa, yang membawanya ke arah pencarian lanjutan yang lebih hebat dan agung. Kapankah berhenti? Tidak. Tidak akan berhenti sebelum pencariannya selesai…dan memang tidak akan selesai, sebab keselesaiannya itu sendiri adalah tidak selesai, tidak berakhir dan tidak berujung. Dalam kekalutan itu, berhembus nafas panjang..dan melanjutkan penelitiannya…untuk mendapatkan sebuah arti pekerjaan pencariannya.

[caption id="attachment_615" align="alignleft" width="220" caption="Menenangkan diri dengan mencari tahu"]

[/caption]

Dialog para saintist dengan beraneka ragam kejadian dan berbagai bentuk di alam semesta ini, terus menerus memberinya suluh baru dan menemukan lorong baru untuk menjelajahi rentetan kamus-kamus ilmu Kebenaran-Nya yang tidak juga tersibak dan tabirnya terbuka. Patah semangat tidak jua, patah arang apalagi. Karang yang keras dihancurkan demi sebuah titik sekecil angan dan dugaan. Hebatnya kesabarannya mencari.. dan saintis sudahkah lelah? Tidak. Tidak akan lelah mencari.

Ke-egoannya untuk menemukan dan menjadikan sejarah hidupnya menariknya ke suatu limbah pengetahuan, lantas bangkit kembali dan terus melangkahi dahi-dahi agamawan yang tersujud di pangkuan bumi. Sementara saintist tak kenal lelah. Ilmu pengetahuan dijadikanlah sebagai pelarian dari kekosongan batin akan dambaan sebuah kesempurnaan. Sebuah kesempurnaan yang dicarinya, terbata-bata menyebut nama dan kecil dirinya di hadapan Sang Maha Ilmu. Tanpa henti, saintist terus meneliti dan deteksinya kadang membuatnya bingung dan bertanya, kemudian ditulisnya dalam rangkuman kata dan kesannya terhadap reaksi alam semesta terhadap pencariannya.

Kegalauan batinnya tertumpu dan tersembuhkan dengan terus meneliti dan kegiatan pencarian akan makna Kebenaran.

Satu sisi kehidupan, sebuah gumulan umat mencari kebenaran dengan membuka kitab-kitab dan menelaahnya, satu sisi lainnya para saintist sibuk mencari kebenaran dengan membuka tabir rahasia alam semesta, yang semuanya merupakan Ayat-Ayat Cinta-Nya untuk manusia. Kitab dan alam, satu jua, yaitu Kebenaran-Nya, kebenaran yang didambakan oleh agamawan dan ilmuwan.

[caption id="attachment_616" align="alignright" width="208" caption="Mengembalikan diri dengan bersujud"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun