[caption id="attachment_668" align="alignleft" width="111" caption="Ilustrasi dari search engine"][/caption]
Kalau kita memandang warnet (Warung Internet), dalam pikiran kita pasti tersirat sebuah suasana yang modern dan mencerminkan suatu kemajuan masyarakat. Keadaan ini tidak mustahil akan membuat kita terlena dan terbuai dengan status kemajuan itu sendiri. Warnet yang sudah semakin menjamur di desa-desa, di hampir seluruh Indonesia, ditambah lagi dengan mobile warnet, yaitu menggunakan handphone, menambah “ nuansa “kemajuan” seseorang.
Mungkin konotasi “kuno” di zaman sekarang ini, dikategorikan kepada kondisi seseorang yang selalu saja menggunakan handphone hanya untuk sms dan telpon saja. Mungkin sedikit dari generasi tahun 50-60 an yang mengetahui sebenarnya, bahwa di balik peralatan mungil dan ramping ini, tersimpan sebuah bakat-bakat prahara dan “lapangan” untuk bermain api. Akan menjadi lelucon dan “miris”, di tengah riuh rendahnya pengguna handphone yang sudah beraplikasi Real Player atau Pemain Video lainnya, masih banyak juga, sebagian masyarakat yang tetap mempertahankan “rasa kuno” pada handphonenya. Ini “ironis” dan menyedihkan.
Benarkah demikian?
Apakah orang yang menggunakan handphone hanya untuk sms-an dan telpon termasuk dalam kategori “orang kuno”?
Apakah lantas pengguna handphone untuk kepentingan lain selain dari sms-an dan telpon ini termasuk dalam kelompok “orang modern”?
Entah dari mana asal-usul stempel “modern” dan “kuno” didudukkan dengan kegiatan orang menggunakan handphone. Handphone sebagai hasil karya teknologi dan merupakan buah kedigdayaan ilmu pengetahuan manusia memanglah sebuah simbol dari kehebatan ilmu manusia. Untuk mencapai kemajuan seperti sekarang ini, manusia membutuhkan waktu berabad-abad lamanya semenjak alat telekomunikasi ditemukan pertama kali.. Banyak korban bergelimpangan dari perjalanan pencarian sebuah karya ini. Korban yang dimaksud adalah sebagian masyarakat yang telah dirugikan sebab adanya kejadian yang menjadi efek-efek “hitam” dari dtemukannya alat telekomunikasi.
Sang penemu pastilah tidak bermaksud untuk membuat suasana masyarakat gelisah dan semrawut. Saintist sememangnya bervisi kemashlahatan dan berazaskan manfaat untuk umat manusia. Kalaupun ada penyelewengan dan penyalahgunaan, ini disebabkan beberapa oknum pengguna yang teledor dan khilaf membelokkan peralatan untuk hal-hal yang negatif dan merugikan orang lain. Sang Penemu dan produsen peralatan ini harus dilindungi secara hukum atas karyanya, dari ancaman dan perilaku tidak seharusnya yang kadang datang dari pihak yang tidak menyetujui hadirnya peralatan hasil ciptaannya. Kecaman tidak menuju kepada penemu, guru, atau distributor peralatan ini, tetapi kepada para pengguna sendiri, yangh sering keliru. Gunting rambut ada yang bentuknya sama dengan gunding kuku, maka tidak seharusnya pencipta gunting dipersalahkan jika ada di suatu waktu orang menggunakan gunting untuk membunuh atau menyakiti orang lain.
Secara umum, pada dasarnya tidak ada kekacauan atau kerusakan di alam ini atas sebab dihasilkannya sebuah karya monumental oleh ilmuwan. Semua karya Tuhan dan karya manusia juga, mendasarkan kelahirannya pada azas manfaat. Besar atau kecil manfaat itu, tergantung dari potensi kegunaan hasil karya tersebut. Semakin besar potensi manfaat, maka semakin besar pula tingkat apresiasi atau antusias masyarakat penggunanya, apalagi di zaman ini trend kemajuan zaman ditandai salah satunya adanya kepemilikan handphone. Ini catatan sosiolog dan pemerhati moral masyarakat.
Ada beberapa pihak yang “sepihak” sudah memberi stempel dan cap tertentu terhadap karya ilmuwan ini, sebagai reaksi dari “aksi: sepihak juga yang menyalahgunakannya. Kecaman menuai kecaman baru, sementara masyarakat semakin ”gila” tanpa kendali dalam browsing dan downloading dokumentasi negatif dari internet. Ternyata, selain download file, pengguna juga ada yang terjebak melakukan download model-model selingkuh dan penyelewengan juga, maka disimpanlah perselingkuhan dan kebejatan moral itu, kemudian dipraktikkan sebisanya, kapan saja dan di mana saja dan..dengan siapa saja semaunya!
Inilah cermin sebuah tirani kerajaan baru bernama kemajuan teknologi, di mana kalangan masyarakat yang tadinya hanya tahu dari dongeng dan cerita “turun-temurun” saja, mendapatkan pengalaman baru dengan audio visual. Model “pembelajaran” seperti ini sangat efektif dalam pembentukan karakter dan perilaku seseorang. Maka banyaklah “artis-artis” bajakan yang termuat di pemberitaan. Heboh dan terkenal. Menjadi kebanggaan, seolah-olah itulah sebenarnya kehidupan, untuk kepuasan fantasi hedonisme sesaat!