Cukup sering bencana yang terjadi di akhir tahun di Kel Tegal, Kec Ujung, Kota Parepare, Sulawesi Selatan, bukan hanya disebabkan oleh meluapnya sungai saja. Ketiadaan perhatian atas pengelolaan lingkungan dan infrastruktur turut memicu timbulnya masalah banjir tersebut. Selama ini masalah ini nampaknya tak mendapat perhatian serius, padahal dampaknya memberikan kerugian besar bagi masyarakat. Bencana serupa kerap terulang setiap tahun tanpa ada upaya nyata menanggulanginya. Padahal jika dikelola dengan baik, dampak buruk akibat melimpahnya air dapat dikurangi.
Setiap menjelang akhir tahun, warga Kelurahan Tegal di Parepare selalu dilanda kegelisahan mendalam menghadapi banjir yang kerap merenggut kedamaian. Sungai-sungai yang membelah kawasan itu bak neraka yang ditakdirkan untuk membahasai setiap tahun. Banjir bukan hanya menghantam hari-hari yang seharusnya tenang, tetapi juga menumpahkan luka dan duka yang tak terperi. Rumah-rumah ambruk, kesehatan wargapun terancam. Meski kisah pahit ini terus berulang tanpa henti, upaya nyata untuk mencegahnya masih jauh dari harapan. Semoga suatu hari, mimpi akan terlaksana, banjir hanyalah kenangan masa lalu.
Banjir di Tegal, menurut saya, bukan hanya karena intensitas hujan atau air sungai, tetapi karena kurangnya perhatian pada lingkungan dan fasilitas pengendalian banjir. Saya pikir, jika biarkan itu berjalan seperti biasa terlebih jika tidak akan menjadi lebih baik tetapi malah lebih buruk. Seharusnya ini dianggap sebagai langkah serius karena ini adalah masalah sistemik yang tidak bisa terus-menerus wabah dianggap wajar.
Banjir yang membuat warga daerah kota Parepare khususnya di wilayah kelurahan Tegal, menjadi masalah serius yang tiap musim penghujan hampir selalu muncul. Fakta baru-baru ini menunjukkan bahwa 8 penduduk di Tegal harus mengungsi karena rumah mereka dan sawah terendam air Banjir. Camat Ujung Karebosi, Muh Yusuf Azis, bahkan menyatakan bahwa daerah ini masuk kategori yang paling parah terkena dampaknya oleh banjir. Sampai tiba saatnya demi keselamatan jiwa, evakuasi dilakukan dengan menggunakan perahu karet oleh BPBD Parepare.Banjir-tanah yang merebak di wilayah ini sudah seharusnya menjadi peringatan awal bagi pemerintah agar tak lagi memandang banjir cuma persoalan musim, melainkan sebagai krisis dalam skala yang makin membutuhkan sublime bagi solusinya.
Menurut pengamatan saya, bencana banjir yang melanda Kota Parepare belakangan ini tidak hanya disebabkan oleh curah hujan yang cukup intens namun juga akibat minimnya perencanaan tata ruang dan investasi pada infrastruktur pengendalian banjir selama ini. Misalnya, hujan lebat berselang-seling dengan angin kencang yang melanda beberapa hari lalu seharusnya tidak menyebabkan genangan air luas seperti yang terjadi jika sistem drainase dan saluran irigasi di sepanjang sungai-sungai telah dikelola dengan baik. Sayangnya, beberapa lokasi seperti Bacukiki, Ujung, Lontangnge, dan Tegal kerap dialami banjir tiap kali hujan lebat turun karena belum optimalnya pembangunan prasarana pertahanan banjir di daerah-daerah tersebut. Hal ini mengindikasikan perlunya perbaikan terhadap upaya antisipasi bencana di masa datang.
Tasming Hamid, sebagai Wali Kota, turun lansung ke lokasi terjadinya bencana banjir dan telah berjanji untuk menjadikan penanganan banjir sebagai prioritas utamanya. Ia bahkan mencantumkan "Parepare Bebas Banjir" sebagai salah satu dari 18 program unggulannya. Namun, menurut saya, janji ini tidak boleh hanya berupa kata-kata, tetapi harus didukung oleh tindakan nyata. Melihat warga Tegal yang dievakuasi dan ruas jalan yang tergenang air, rasanya tidak tepat jika dikatakan bahwa hampir semua hal telah dilakukan. Masalah seperti ini tidak boleh terus dibiarkan menjadi rutinitas tahunan, mengingat masyarakat kehilangan rasa aman di rumah mereka sendiri.
Pemerintah tidak cukup hanya menyerukan kewaspadaan masayarakat. Perlu ada aksi nyata seperti perbaikan saluran air, pembangunan tanggul, dan revitalisasi tepi sungai. Tanpa langkah konkret seperti yang saya sebutkan, masalah banjir akan terus menaungi warga Parepare, terutama mereka yang menghuni kawasan rawan seperti Tegal. Rakyat membutuhkan solusi memberi kepastian dan rasa aman, bukan sekadar harapan kosong belaka.
Banjir yang terus melanda kota Parepare terutama di daerah rawan seperti tegal, sangat mencerminkan kelalaian pemerintah kota Parepare dalam mengatasi masalah yang sudah sering terjadi bahkan hampir setiap datangnya musim hujan pasti terjadi banjir Dikarenakan minimnya infrastruktur pengendalian bencana. Meskipun pemerintah, terutama Wali Kota terpilih 'Tasming Hamid' telah berkomitmen untuk mengatasi kekhawatiran warga mengenai masalah ini dengan menyatakan bahwa ia akan menjadikan kota Parepare Bebas Banjir sebagai fokus utamanya, janji tersebut harus didukung oleh langkah-langkah konkret seperti perbaikan fasilitas drainase, pembangunan tanggul, dan rehabilitasi tepi sungai. Masyarakat Tegal dan daerah lain seperti Lontangnge sudah cukup menderita, dan mereka berhak hidup tanpa harus khawatir rumahnya terendam setiap turunnya hujan lebat. Pemerintah harus bertindak ceoat dalam mengatasi masalah ini agar kepercayaan masyarakat tidak hilang terhadap pemerintah kota Parepare.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI