Mohon tunggu...
muheminutes
muheminutes Mohon Tunggu... Artivist -

Kesabaran ada batasnya, tapi tidak dengan keculasan. Oleh karenanya, jangan pernah sabar bila berurusan dengan orang culas.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Perang Transportasi Konvensional vs Online: Sesama Kapitalis Saling Bunuh

23 Maret 2016   07:50 Diperbarui: 1 April 2016   19:03 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demo anti transportasi online yang berlangsung kemarin, Selasa 22 Maret 2016 berakhir ricuh. Kericuhan ini melibatkan kelompok transportasi konvensional versus transportasi online. Sebagian besar masyarakat sangat kecewa dengan adanya demo hari ini. Kekecewaan itu bukan hanya dirasakan oleh masyarakat yang sudah terlanjur menikmati keuntungan dan manfaat dari keberadaan transportasi online, tapi juga masyarakat umum yang menggunakan transportasi darat lain. Aksi mogok yang berakhir rusuh ini mengakibatkan angkutan umum lain tak bisa beroperasi dan sejumlah jalan utama mengalami kemacetan.

Kontroversi keberadaan transportasi online sebenarnya mudah untuk dijelaskan secara logis dengan menggunakan pertanyaan dan pernyataan sederhana. Siapa yang diuntungkan atas keberadaan transportasi online? Jawabnya adalah masyarakat, baik sebagai pengguna jasa maupun sebagai penyedia (mitra) jasa transportasi online. Masyarakat pengguna jasa diuntungkan karena tak perlu antri berdesakan di halte atau menunggu di pinggir jalan. Dengan modal jempol dan smartphone, transportasi yang dipesan datang menjemput hingga ke depan pintu dapur rumah warga. Selain itu, masyarakat juga bisa turut serta menjadi mitra (penyedia) jasa transportasi online.

Spketrum konflik antara taksi konvensional dan taksi online sejatinya adalah konflik antar kelas. Konflik tersebut bisa kita bagi menjadi 3 spektrum, yakni:

Konflik Pertama adalah konflik antara pemilik modal dengan pekerja (pengemudi). Contoh: pengemudi Bluebird, Express dkk pasti benci dengan Bos Gojek, Bos Grab dan Bos Uber. Sebaliknya, para pengemudi Gojek, Grab, Uber dkk juga tak suka dengan arogansi koorporasi seperti Blue Bird, Express dkk. Para pengemudi transportasi konvensional menganggap bahwa pengusaha transportasi online adalah biang kerok dari menurunnya penghasilan mereka dengan hadirnya transportasi online. Sebaliknya, para pengemudi transportasi online menganggap bahwa pengusaha transportasi konvensional tak punya hak melakukan monopoli atas peluang penyelenggaraan jasa layanan transportasi publik.  

Konflik Kedua adalah konflik antar sesama pemilik modal (kapitalis), yakni Bos Bluebird, Express dkk dengan Bos Gojek, Grab, Uber dkk. Bos Bluebird, Express dkk beranggapan bahwa monopoli pasar transportasi publik yang mereka kuasai tersaingi dan terancam bangkrut karena income-nya menurun signifikan akibat kehadiran transportasi online yang menjanjikan kemudahan, kenyamanan dan tentu saja ke-murah-an tarifnya.

Konflik Ketiga adalah konflik antar sesama pengemudi Bluebird, Express dkk dengan pengemudi Gojek, Grab, Uber dkk. Aksi demo yang berlangsung kemarin (Selasa, 22 Maret 2016) adalah contoh konflik antar kelas pekerja (proletar, sudra, du’afa, marhaen, murba dll). Kelas pekerja inilah yang paling dirugikan atas konflik yang terjadi di semua spektrum. Lihat saja di media, siapa yang menjadi pelaku dan korban kerusuhan yang terjadi kemarin? Bos-Bos nya paling hanya minta maaf atau malah lepas tangan dengan mengatakan bahwa kerusuhan kemarin di luar kendali dan tanggungjawab mereka.

Namun, di luar ketiga spektrum itu, ada satu spektrum konflik lagi yang sebenarnya menjadi akar masalah transportasi publik di Indonesia. Yakni konflik antara Negara dalam hal ini pemerintah dengan masyarakat. Respon positif masyarakat yang sangat besar atas kehadiran transportasi online adalah sebagai bentuk dukungan (atau lebih tepatnya: ejekan) bagi pemerintah yang gagal menyediakan transportasi publik yang aman dan nyaman.  

Nah, sekarang tinggal kita tunggu respon pemerintah selanjutnya. Apapun respon kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah, sudah seharusnya berfokus dan berpihak pada kepentingan terbaik bagi masyarakat, baik masyarakat sebagai pengguna ataupun masyarakat sebagai pekerja jasa transportasi publik. Bukan malah melindungi kepentingan pemilik modal semata. Pesan moral untuk rakyat jelata: Sesama Kapitalis akan Sesaling Bunuh. Dan andalah korbannya!

 

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun