Mohon tunggu...
muheminutes
muheminutes Mohon Tunggu... Artivist -

Kesabaran ada batasnya, tapi tidak dengan keculasan. Oleh karenanya, jangan pernah sabar bila berurusan dengan orang culas.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik "Tunggu dan Lihat Dulu" di Pilgub DKI

9 Agustus 2016   12:33 Diperbarui: 9 Agustus 2016   12:47 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua calon Gubernur DKI saat ini, melakukan politik tunggu dan liat dulu atau wait and see. Hal ini merupakan adab politik yang umum bahkan wajib dilakukan oleh semua politikus, baik secara individu maupun partai atau golongan. Semua itu dilakukan semata demi dan untuk menjaga kepentingan dalam mencapai tujuan politik.

Ahok adalah satu-satunya calon gubernur (petahana juga) yang sejak awal lebih ‘pede’. Ahok sepertinya tahu betul kapasitas dan posisi tawarnya. Sejak angkat kaki dari Gerindra, dia menikmati perannya dengan suka cita sebagai seorang politikus lepas (freelance politician).

Tapi bukan berarti bahwa Ahok tidak memainkan strategi tunggu dan liat dulu.Kita patut menduga, Ahok juga sedang tunggu dan liat dulu sikap dan dukungan politik paska hengkang dari Gerindra. Bukan rahasia lagi, kalau Ahok juga dekat dengan Megawati, dengan Jokowi apalagi. Walaupun cuma petugas partai, harus kita akui Jokowi adalah presiden RI, orang nomor satu di negeri ini.

Kepanikan mulai terjadi ketika muncul fenomena Teman Ahok.Sikap dan dukungan partai politik  menjadi tak begitu berarti karena ada dukungan alternatif dari masyarakat. Ahok pun sempat sesumbar akan maju lewat jalur independen seandainya Teman Ahokmampu mengumpulkan dukungan 1 juta KTP. Perlu dicatat, ketika Ahok mensyaratkan 1 juta KTP, itu juga merupakan strategi tunggu dan liat dulu yang amat logis.

Saat fenomen Teman Ahok kian menguat, Nasdem dan Hanura tidak butuh waktu lama lama untuk tunggu dan liat dulu. Mereka tahu, dukungan masyarakat lewat gerakan Teman Ahok adalah riil. Maka bisa dimaklumi ketika mereka memanfaatkan moment dan langsung memberikan dukungan tanpa syarat kepada Ahok. Bahkan jika Ahok tetap memilih jalur independen.

Belakangan, sebagaimana kita saksikan, Ahok maju lewat jalur partai. Pilihan ini merupakan hasil dari strategi tunggu dan liat dulu yang panjang dan lama. Dengan mempertimbangkan segala kepentingan dan tujuan yang akan dicapai, kiranya kita tak perlu nyinyir dengan pilihan tersebut. Ingat, status Ahok adalah politikus lepas. Dia bebas menentukan sikap politiknya. Kalau ada orang atau partai yang nyinyir, mereka adalah representasi orang atau partai yang terganggu kepentingan dan tujuan politiknya.

Lantas, bagaimana dengan calon yang lain? Kita liat Yusril Ihza Mahendra, beliau aktif melakukan konsolidasi dan mencari dukungan dari masyarakat dan partai. Mulai dari jalan-jalan ke pasar, membela warga korban penggusuran sampai ikut konvensi partai lain. Semua dilakukan semata dalam rangka tunggu dan liat dulu.Dukungan dan jalur mana yang dianggap paling realistis sebagai modal untuk maju ke Pilgub DKI.

Atau bisa jadi, keputusan itu sama sekali tidak pernah dibuat, karena tak ada dukungan yang signifikan. Boleh saja, namanya juga politikus. Bedanya dengan Ahok, Yusril bukan politikus lepas, Yusril adalah politikus penuh waktu (full time politician), sebagai ketua partai, entah Bulan Bintang, entah Bintang Bulan. Bolak-balik ganti nama karena tidak melampaui ambang batas suara minimal (electoral threshold).

Ahmad Dhani juga sama, cuma caranya berbeda. Agak susah mengategorikan sikap politiknya. Kadang terlalu pede, kadang miskin nalar, hanya mengandalkan naluri politik. Gagal dapat dukungan dari PKB dan Gerindra, sekarang malah deklarasi gerakan mendukung Rizal Ramli lewat Orang Kita.

Pencalonan Rizal Ramli muncul karena perseteruannya dengan Ahok perihal reklamasi teluk Jakarta dan makin kencang setelah reshuffle jilid 2 Kabinet Jokowi. Ini mungkin tidak terlalu serius awalnya. Tapi, mungkin juga Rizal Ramli sedang tunggu dan liat dulusejauh mana dukungan masyarakat dan partai atas pencalonannya.  

Namun, beberapa hari lalu terjadi pertemuan partai politik non pendukung Ahok. Kabarnya mereka sedang menggalang koalisi besar, Koalisi Kekeluargaan.  Kalau koalisi ini terwujud, mustahil bagi Rizal Ramli bisa maju. Gerindra sudah menjagokan Sandiaga Uno yang sejak awal juga cukup istiqamah mengharap dukungan. Sementara PDIP masih berpikir keras untuk mencalonkan Tri Rismaharini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun