Mohon tunggu...
muheminutes
muheminutes Mohon Tunggu... Artivist -

Kesabaran ada batasnya, tapi tidak dengan keculasan. Oleh karenanya, jangan pernah sabar bila berurusan dengan orang culas.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puasa Telenovela

4 Mei 2011   06:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:05 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

“Kamu mau pesan apa?”.

“Mmm, aku ga makan”.

“Lho, kenapa? Kalau gitu minum deh”.

“Ga usah, aku ga minum”.

“Lantas, ngapain kita janji makan siang kalau kamu ga mau makan dan ga mau minum?”.

“Aku sedang puasa”.

“Yah, koq kamu ga bilang sih. Kalau tau kamu sedang puasa, aku ga akan ajak kamu makan siang bareng hari ini”.

“Gapapa, aku kan masih tetap bisa menemanimu makan siang. Memangnya, kalau orang puasa ga bisa ngapa-ngapain apa?”.

“By the way, koq tumben, kamu puasa apa hari Rabu begini? Biasanya kan orang puasa Senin atau Kamis”.

“Justeru itu, karena sudah terlalu biasa, aku ga mau disamakan dengan orang kebanyakan. Makanya, aku puasa pada hari Selasa, Rabu dan Jumat”.

“Lho, koq Selasa, Rabu, Jumat. Kayak telenovela aja?”.

“Ya, anggap saja aku sedang menjalankan ‘puasa telenovela’. Keren juga koq kedengarannya!”.

“Ha.. ha.. ha.. ha.. “.

“Sejak kapan kamu melakukan kebiasaan ini?”.

“Sudah lama, lama sekali”.

“Iya, lamanya sejak kapan?”.

“Pastinya sejak kapan, aku ga ingat. Satu hal yang masih kuingat, kalau ga salah saat itu kamu baru mulai pandai tengkurap dan masih pake pampers. Sudah lama sekali kan, ha.. ha.. ha.. “.

“Ga lucu!”.

“Lho, aku ga sedang ngelucu!”.

“Lantas, yang baru kamu lakukan apa?”.

“Tertawa!”.

“Ngetawain siapa?”.

“Kamu!”.

“Bego!”.

“Siapa?”.

“Ya, kamu! Kan kamu yang ketawa-ketawa sendiri dari tadi!”.

“Nggak, aku ga sendiri, kan berdua kamu!”.

“Tapi yang ketawa cuma kamu kan!”.

“Salah kamu sendiri, kenapa ga ikut tertawa?”.

“Buat apa?”.

“Memproduksi kebahagiaan!”.

“Ga penting banget! Sejak kecil aku sudah cukup bahagia! Lagian, aku itu ngajak kamu ketemu hari ini buat makan siang, bukan untuk bahan tertawaan!”.

“Kalau begitu, berarti aku keliru. Tapi, tak sepenuhnya aku yang keliru, dalam hal ini kamu juga keliru sebenarnya!”.

“Kekeliruan apa yang kulakukan?”.

“Kamu keliru memilih orang untuk teman makan siang! Makan, entah itu pagi, siang atau malam adalah sebuah perayaan. Perayaan atas moment kebersamaan yang seharusnya penuh kebahagian, suka cita!”.

“Lalu?”.

“Nah, kalau kamu ternyata sulit untuk tertawa dan ga butuh kebahagiaan lagi, ya sebaiknya duduk manis aja di rumah. Kalau ga salah, setiap hari Minggu siang, ada tuh acara Dzikir dan Doa Bersama di televisi. Sejumlah Uztadz kondang dan ratusan jamaahnya sering tuh buat acara nangis bersama! Mungkin acara itu jauh lebih bermanfaat buat kamu ketimbang mengajakku makan siang! He.. he.. he.. ”.

“Kurang ajar! Udah ah, pulang yuk!”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun