Latar belakang media online
Indonesia memiliki data survey sebagai pengguna media online sebanyak 14,9% atau kisaran 139 juta. Berbagai platform digital dibentuk dan diimplementasikan, sebagai srana penunjang dalam menjalin interaksi satu sama lain. Sayangnya, sebagian besar pengguna media online kurang memahami literasi dengan baik, sehingga berdampak pada penyalahgunaan media online.
Negara negara berkembang terutama Indonesia, kerap mengalami berbagai bentuk penyimpangan, ketimpangan, hambatan dalam berbagai bentuk perlakuan. Ironisnya akhir-akhir ini kita dipertemukan dengan kasus kekerasan, kasus pelecehan, serta berbagai bentuk patalogi sosial lainnya, yang menjerat para siswa. Berdasarkan temuan riset, salah satu faktor terbesar terjadinya ketimpangan disebabkan oleh penggunaan media sosial.
Sebagai masyarakat postmoderen, tentu jiwa analisis kritis kita menyikapi suatu fenomena begitu tajam dan sistematis. Tetapi penyakit sosial yang muncul dari imbas globalisasi, yaitu bertindak sesuai kepentingan indivu dan menghilangkan rasa empati terhadap lingkungan sekitar. Ironisnya sebagai masyarakat postmoderenisme, tidak melakukan strategi pengawasan berbasis media sosial kepada, akibatnya para siswa malakukan akses media sosial yang hampir tidak memiliki filter.
Lingkungan dalam berbagai tinjuan akademis, sosial serta aspek psikologi konseling, memandang lingkungan sebagai suatu sistem kontrol sosial. Watson memiliki keyakinan, keperibadian dan tingkah laku manusia sepenuhnya dapat dibentuk berdasarkan lingkungan. Carl Roges, mempertegas posisi lingkungan penting guna membentuk kepribadian yang sehat. Kemudian dalam pendapat Dewey, mengemukakan pengalaman yang diberikan oleh lingkungan berperan dalam membentuk kepribadian.
Realita guru BK pada platform media online
Kepribadian dipengaruhi oleh lingkungan individu. Media online jika kita amati dewasa ini, dapat dikategorikan sebagai lingkungan baru yang memungkinkan proses interaksi yang lebih global dan komperhensif. Sebagai guru lingkungan media online perlu mendapatkan perhatian yang lebih, untuk menyeimbangi pola perubahan dan pembentukan kepribadian siswa berdasarkan media online.
Berdasarkan pengamatan saya diberbagai platform media online, masih jarang ditemukan akun-akun yang memfokuskan pada layanan, bantuan, serta pendampingan bagi siswa khususnya dalam ranah konseling. Hasil analisis saya, platform media sosial khususnya pada ranah bimbingan dan konseling berfokus pada ranah komersialisasi yang berfokus pada pelatihan, terapi, serta kepentingan individu, adapun beberapa temuan saya di media sosial, mengenai layanan bimbingan konseling terbatas pada interaksi yang berujung pada layanan yang berbayar, disamping itu juga ada beberap akun bimbingan dan konseling yang hanya memberikan quotes, disamping itu akun akun bimbingan konseling yang resmi dikategorikan sebagai akun yang tidak aktif.
Menyikapi dilema guru BK pada platform media sosial, adalah sebuah tantangan bagi guru BK untuk melakukan inovasi. Setidaknya yang bisa ditawarkan adalah, pembuatan akun yang membahas atau memberikan layanan khusus pada home base  para guru BK. Jika sekolah masing masing memiliki akun media sosial, utamanya layanan konseling, maka dapat dipastikan strategi baru serta pemetaan dalam pengembangan siswa dapat dioptimalkan dengan baik.
Tantangan guru BK terhadap media online
Inovasi guru BK melalui pemberdayaan media sosial, tentunya mengalami pro dan kontra. Selama ini saya mengamati guru BK yang ada disebagian sekolah memiliki power sebagai senior, sesepuh yang notabenenya mengggap keberhasilan media sosial dengan metode konvensional dianggap tidak sama, dan lebih memfokuskan kepada metode konfensional atau tindakan disiplin. Hal ini secara tidak langsung memberikan kelonggaran bagi siswa, untuk mengakses media sosial sesuka hatinya.