Mohon tunggu...
Muhayat AF
Muhayat AF Mohon Tunggu... -

http://1000burungkertas.org/

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Mekanisme Adaptasi dan Peranan Dewan Bahasa

20 Juli 2010   08:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:44 757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Tulisan ini terispirasi oleh tulisan Om Ouda Saija pagi ini, Bahasa dan Teori Darwin. Dalam artikel tersebut, Pak Ouda memaparkan teori evolusi, yang selama ini kita kenal berlaku dalam bidang biologi, ternyata juga berlaku dalam bahasa. Seperti makhluk hidup, bahasa juga mengalami perkembangan, proses adaptasi dan memungkinkan juga untuk mati.

Lebih lanjut, Pak Ouda juga mencontohkan perkembangan bahasa yang ada dalam bahasa kita, Bahasa Indonesia. Masuknya beberapa istilah asing seperti printer, copy, dan lainnya, telah memperkaya kosa kata yang ada dalam bahasa kita. Tentu dengan proses adopsi dan adaptasi dan tidak menelan mentah-mentah bahasa asing itu ke dalam bahasa Indonesia.

Proses adopsi dan adaptasi inilah yang perlu kita beri perhatian lebih. Apakah kosa kata asing yang masuk dalam bahasa Indonesia sudah melalui proses adaptasi atau kita sekedar mengadopsi mentah-mentah tanpa adanya proses penyaringan.

Selain bahasa daerah, kosa kata yang paling banyak masuk dalam bahasa kita adalah bahasa Belanda dan Bahasa Arab, dan kemudian Bahasa Inggris yang akhir-akhir ini menempati posisi pertama sebagai “pemasok” istilah-istilah baru ke dalam bahasa kita.

Jika Bahasa Belanda mempengaruhi bahasa kita sebagai akibat penjajahannya atas negeri ini, dan Bahasa Arab melalui proses Islamisasi, maka masuknya Bahasa Inggris lebih dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. Tidak bisa disangkal bahwa saat ini teknologi yang ada menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa operasinya. Hal ini memperkuat teori yang mengatakan bahwa masuknya suatu bahasa ke dalam bahasa lain memang lebih didominasi oleh perkembangan ilmu pengetahuan yang ada. Sebagai amtsal dapat kita lihat bagaimana bahasa Yunani, Arab, Mandarin, dan Inggris berkembang melampaui batas teritorialnya.

Dibutuhkan Pengawasan Terhadap Masuknya Bahasa Asing

Jika perkembangan ilmu pengetahuan membawa pengaruh besar terhadap perkembangan bahasa, sebagai bangsa yang senantiasa ingin memajukan ilmu pengetahuan dan menyerap segala perkembangannya, kita harus siap menyerap bahasa yang dibawa oleh keilmuan tersebut. Disinilah akan terjadi gesekan – atau ‘persaingan’ dalam istilah Om Ouda – antara bahasa kita dan bahasa asing. Yang menang akan hidup dan berkembang sementara yang kalah akan mati. Di sini saya mengamini apa yang disebutkan Om Ouda pada akhir tulisannya, semakin luwes atau fleksibel sebuah bahasa maka daya survivalnya akan lebih tinggi. Dan mekanisme adaptasi akan meningkatkan daya kebertahanan-hidup Bahasa Indonesisa. Ya, sementara kita tidak bisa menahan apa lagi melawan, mekanisme adaptasi inilah yang bisa kita lakukan. Bukan hanya untuk bertahan tapi juga untuk membuat bahasa kita semakin berkembang.

Sudahkan proses adaptasi ini dijalankan? Mari kita lihat bahasa Indonesia yang berkembang di sekitar kita. Kata-kata seperti up grade, cancel, posting, dan kata-kata sejenisnya seperti sudah menjadi bahasa keseharian kita. Kembali lagi harus bertanya, apakah kata-kata itu sudah menjadi bahasa Indonesia atau sekedar lidah kita yang selalu latah dengan istilah yang keinggris-inggrisan? Sudahkah kata-kata itu mengalami mekanisme adopsi-adaptasi yang benar? Semuanya ambigu. Dan semakin tampak ambigu kala kita mencampurkan dengan bahasa kita dan mencoba memberi imbuhan pada kata-kata itu “meng-upgrade”, “meng-cancel”, “memosting”, “men-delete.”

Lho, bukankah bahasa bersifat konvensional? Kalau masyarakat sudah menggunakannya dan sama-sama paham, mau apa lagi? Toh, kita sudah sama-sama paham dengan istilah-istilah itu?

Ya, kita memang tidak bisa menarik bahasa yang sudah berkembang dalam masyarakat. Tapi hal ini tidak bisa kita biarkan terus terjadi. Harus ada kekuatan yang meng-control-nya. (mengongtro, mengkontrol, atau meng-control, saya belum sempat membuka KBBI untuk melihat mana yang benar)

Di sinilah peran Dewan Bahasa sangat dibutuhkan. Mereka harus mampu memilah istilah-istilah asing yang akan masuk ke dalam bahasa masyarakat, melakukan adaptasi, dan menentukan istilah yang tepat dan sesuai dengan Bahasa Indonesia. Termasuk juga membahasa-indonesiakan istilah-istilah asing yang melekat pada produk-produk teknologi yang tidak pernah lelah masuk ke negeri kita. Memang berat, tapi itulah yang harus kita lakukan jika kita ingin mempertahankan bahasa kita tercinta, Bahasa Indonesia.

“Cicak tentu tidak kita sebut sebagai cicak kalau dia sudah tidak lagi berkaki empat dan kehilangan ekornya akibat proses evolusi. Begitu pun Bahasa Indonesia.” Komentar saya pada tulisan Bahasa dan Teori Darwin Om Ouda yang saya nilai sangat inspiratif itu. Terima kasih, Pak Dosen :D

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun