Mohon tunggu...
Muhayat AF
Muhayat AF Mohon Tunggu... -

http://1000burungkertas.org/

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Unyil Pengen Emak Lagi

18 Agustus 2010   13:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:55 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di desa Chentingsari siapa yang tidak mengenal sosok si Unyil. Ketenaran namanya bahkan hampir merambah seluruh desa yang ada di kecamatan Mugiwaras. Tapi tidak semua yang pernah mendengar namanya itu tahu kalau sebenarnya Unyil adalah anak perempuan. Ya, mereka mengira unyil itu laki-laki. Tapi anggapan mereka ini cukup beralasan. Tidak seperti anak perempuan lainnya yang suka main boneka atau pasar-pasaran, Unyil lebih suka main kelereng, layang-layang, bahkan bal-balan menjadi hobinya. Cara berpakaiannya pun tak ubahnya seperti laki-laki. Dan yang lebih memperkuat dugaan kalau si Unyil adalah anak laki-laki adalah hobinya berkelahi. Siapa lagi kalau bukan genk Pandawa yang menjadi musuh abadinya. Mungkin karena pandawa pulalah nama Unyil menjadi begitu terkenal sampai seantero Mugiwaras.

Berbeda dengan anggapan orang-orang di luar, ayahnya di rumah tetap memandang Unyil sebagai anak perempuan. Tumbuh menjadi gadis anggun selalu menjadi impian sang Ayah bagi si Unyil. Meskipun tidak sejalan dengan harapan sang ayah, si Unyil memperlihatkan sedikit sifat feminisnya saat berada di rumah. Suka menangis, ngambek, dan manja di hadapan sang ayah. Hanya sedikit karakter anak perempuan yang melekat pada diri si Unyil, negatif pula. Tapi di sanalah sang ayah bisa terus menggantungkan harapannya kepada si Unyil untuk tumbuh menjadi wanita anggun yang kelak dipuja setiap ksatria. Satu-satunya kebiasaan unyil yang paling dibanggakan oleh sang Ayah adalah bahwa setiap pagi Unyil selalu menyiapkan secangkir kopi untuk sang Ayah.

“Kamulah satu-satunya anak PEREMPUAN-ku yang paling rajin.” puji sang ayah di suatu pagi saat unyil mengantarkan secangkir kopi untuknya.

“Emang Unyil anak tunggal kaleeee..!!!” jawab unyil ketus.

***

Selain sifatnya yang seperti anak laki-laki sebenarnya ada yang membuat ayahnya gundah. Seperti Karna yang tak mampu mengeluarkan senjata Bramastra karena kutukan dari Parasurama, sang ayah hanya bisa terdiam pasrah pada sang takdir setiap kali Unyil menginginkan seorang ibu untuknya.

Sebenarnya tidak sulit bagi sang Ayah untuk mencari wanita yang mau ia nikahi. Bahkan wanita tercantik di Chentingsari sekalipun. Yang menjadi persoalan selama ini adalah siapa wanita yang sanggup menjadi ibu si Unyil. Hanya wanita seperti dewi Kunti yang memiliki kesabaran dan ketabahan untuk menghadapi Unyil yang mbeling-nya gak ketulungan. Belum lagi penyakit akut yang selalu kambuh pada si Unyil. apa lagi kalau bukan *maaf* UMBELEN.

Lelah tak kunjung mendapat istri sekaligus ibu untuk si Unyil, tak jarang sang ayah menyerahkan langsung kepada si Unyil untuk mencari ibu cocok dengannya.

“Bagaimana kalau Bunda Izzah?” usul si Unyil suatu hari.

“Mak Izzah maksudmu?!” tanya sang ayah memastikan, “Tidak. Ayahanda tidak mau ambil resiko. Kamu kan tahu kalau dia alergi umbel.”

“Ugh.. Ayahanda. Lihat Unyil udah gak ingusan.” Unyil memamerkan hidungnya.

“Gimana gak ingusan, lha wong tiap pulang maen ingusmu mesti ndleler gitu kok.”

“Huh!” si Unyil berpaling kesal.

“Sudah sudah. Ayahanda punya ide. Ayahanda akan buat sayembara untuk mencari istri yang sanggup menjadi ibumu.”

“Oh ya?! Unyil setuju.” Unyil kembali menghadapnya dengan wajah berseri.

“Ya. Tapi tidak sekarang. Mungkin besok lusa.”

(bersambung)

*Pengumuman sayembara akan menyusul esok.

*maaf kalau cerita dan silsilah warga balada chentingsari makin ruwet. Inikan cuma fiksi belaka, meskipun keruwetan (baca: ke-gendheng-an) Cantingers itu fakta adanya.

*Baca juga kisah lainnya di balada chentingsari”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun