Jumlah Umkm yang terus meningkat setiap tahun. Menurut data dari kementrian Koperasi dan UKM menyebutkan jumlah Umkm pada tahun 2024 sebanyak 65 juta. Data dari Kementrian Koordinator bidang Perekonomian menyebutkan Umkm menyumbang hampir 60,51% produk domestic bruto (PDB) serta menyerap hamper 97% dadi total tenaga kerja Indonesia. Dari angka tersebut menunjukan penurunan yang tidak terlalu signifikan dari tahun 2023 yaitu UMKM menyumbang sekitar 61% PDB atau senilai dengan Rp 9.580 triliun.
Dalam upaya untuk meningkatkan PDB pemerintah menggalakan digitlasisi Umkm yang targetnta pada 2024 terdapat 30 juta umkm beralih ke ranah digital. Menurut Budi Arie selaku Menteri Kominfo ada tiga hal utama untuk mendorong digitalsi umkm "Umkm harus memanfaatkan data dan teknologi untuk kegiatan bisnis yang efisien. Kedua, kecapakan digital yang dikembangkan. Ketiga, memanfaatkan platform digital untuk pertumbuhan bisnis," ucapnya.
Hal -- hal tersebut pastinya akan bisa mendorong Umkm lebih melek teknologi, apalagi seperti yang sama sama kita lihat di sosial masyarakat bahwanya hampir setiap individu memiliki perangkat teknologi yaitu ponsel pintar. Data dari Datareportal menunujukkan sekitar 128 ribu masyrakat atau hampir separuh populasi masyarakat Indonesia menggunakan ponsel pintar. dan berdasarkan survey dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2024 menunjukkan bahwa sekitar 221,56 juta orang mengakses internet. Tentunya dari data tersebut bisa lihat bahwa peluang Umkm dalam meraih keuntungan akan semakin besar.
Salah satu bentuk digitalsi Umkm adalah penerapan financial teknologi. Fintech pada dasarnya adalah sebuah teknologi keuangan yang bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam aktifitas keuangan, misalnya melakukan pembayaran, belanja, atau berinvestasi. Bank Indonesia mengatakab ada empat kategori dalam fintech. ada dua yang paling banyak digunakan yaitu payment dan peer to peer lending. Penggunaan fintech tentunya harus didukung dengan teknologi seperti ponsel pintar.
Salah bentuk penerapan fintech dalam umkm adalah dalam metode pembayaran, Menurut Anggota Komisi XI DPR RI, Puteri Komarudin, UMKM yang melakukan digitalisasi dapat  memperluas akses pasar dan mempermudah pembayaran melalui Quick Response Code Indonesian Standar (QRIS). Menurut Bank Indonesia QRIS adalah sistem pembayaran non digital yang menggunakan QR Code. QRIS akan membuat transaksi menjadi lebih simple dan tidak membutuhkan uang fisik.
Mungkin sekarang banyak kita temui UMKM yang sudah melakukan digitalisasi melalui QRIS, mulai dari penjual makanan, minuman, jajanan, usaha rumahan dll. Dikutip dari Antara, Anastuty Kusumowardhani selaku Kepala Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen Bank Indonesia mengatakan bahwa sampai triwulan II di tahun 2024 sudah ada sekitar 30 juta merchant yang menggunakan QRIS, dan hampir 95% yang menggunakan adalah UMKM.
Namun angka diatas tidak menutup kemungkinan bahwa masih banyak juga UMKM yang masih tertinggal di daerah-daerah. UMKM tersebut tidak mampu bersaing karena keterbatasan keterampilan dan pengetahuan untuk pemanfaatan teknologi. Sarana prasarana juga menjadi faktor yang menghambat UMKM di daerah sulit bersaing. Kesenjangan ini tentunya harus di pikirkan secara serius karena selain untuk pertumbuhan bisnis, hal ini juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi secara nasional
 Kementrian Koperasi dan UMK mencatat meskipun terdapat peningkata mengenai digitlasi, namun sekitar 40% UMKM belum mendapatkan edukasi tentang digitalisasi UMKM. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat juga terjadi kesenjangan akses internet di luar pulau jawa. UMKM yang berada di luar pulau jawa pastinya akan mengalami kendala jaringan dan menyulitkan UMKM untuk beralih ke pasar digital.
Selain kendala yang bentuknya operasional seperti sarana prasarana, kendala yang tidak kalah penting yaitu tentang edukasi. Literasi fintech yang baik dan merata akan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam digitalisasi UMKM nya. Kominfo mencatat Kurangnya pengetahuan tersebut membuat sekitar 18% pelaku UMKM masih melakukan metode pemasaran secara tradisonal. Hal ini tentunya membuat impian pemerintah yang men digitalisasi UMKM hanya akan sebatas delusi semata. Karena masih banyaknya kekurangan yang di alami oleh pelaku UMKM tersebut.
Jika permasalah tersbeut tidak secapatnya di atasi, maka inklusi keuangan digital kepada UMKM akan terhambat, dan yang diharapkan untuk digitalisasi UMKM hanya akan sebatas khayalan semata. Langkah -langkah yang mungkin bisa dilakukan adalah dengan memberikan literasi fintech, peningkatan infrastruktur di luar pulau jawa, pelatihan digital, serta kolaborasi antara pemerintah dengan stakeholder terkait .