Daerah Otonomi Baru KLS Diujung Penantian
Ibarat menunggu kelahiran seorang bayi baru yang disebut KLS (Kabupaten Lombok Selatan), masyarakat harap-harap cemas. Gimana tidak, banyak liku-liku kehidupan yang menyertai kelahirannya. Apakah itu selentingan, rumor dan berbagai isu bahasa sekarang, KLS tidak akan lahir, termasuk ulah broker tanah ikut mengebiri potensi hidup KLS kedepan seperti Objek wisata di Hutan Sekaroh dan sekitarnya.
Ulah broker yang datang dari berbagai unsur termasuk birokrasi, lebih memperumit dan cendrung menghadapkan KLS itu pada masalah yang sulit. Gimana tidak kasus penguasaan tanah dan hutan yang tidak jelas status haknya, sampai kepada pensertifikatkan hutan, broker masih melenggang menjajankan objek wisata yang menjadi potensi KLS dan sumber PAD. Pemerintah Kabupaten Lombok Timur, harus beriktikad baik, menutup Investasi untuk sementara di Hutan Sekaroh dan sekitarnya.
Kasus Objek wisata Sekaroh, sekarang ini tercatat sebanyak 78 buah perusahaan, yang mengatas namakan diri Investor di KLS yang lokasinya di Desa Sekaroh dan Hutan Sekaroh, ibarat patamorgana dipadang pasir” ada tetapi tidak ada” berbadan tetapi tidak nampak. Sejak tahun 1993, Investasi bergulir dan menguasai ribuan hektar lahan, baik berlokasi di Hutan Lindung Sekaroh dan luar hutan. contoh Pantai Fing, yang diatasnya bediri Villa mewah tanpa ijin, sudah disertifikatkan oleh salah seorang Investor, dijajankan melalui dunia maya oleh para broker. Di pantai Sgui puluhan hektar lahan sudah duikuasi Investor, sekarang dijanjankan lagi oleh broker. Tanjung Ringgit termasuk Hutan Lindung Sekaroh ( RTK 15) seluas 2.834,50 Hektar, dikuasi Investor, yang konon dalam naskah kejasama berkantor di Tanjung Ringgit Kecamatan Jerowaru, tanda Tanya besar ( ? ).
Pantai Kaliantan, Ujungmas, Sungkun, Sgui, Pantai Surga, dllnya yang sudah berpindah tangan dari Investor satu ke Investor lainnya, sekarang ini tidak jelas statusnya. Belum lagi lahan yang dikuasai perorangan minimal dari luas 1 ( satu) sampai dengan 10 ( sepuluh ) hektar, tercatat sebanyak 129 orang, sudah berpindah ke tangan pihak ketiga, apakah itu Investor atau broker, karena alamat tidak ditemukan ( Pendataan Badan Pertanahan Kabupaten Lombok Timur, tahun 2010).
Jumlah Investor/ Perusahaan terdata sebanyak 80 Investor ( antara tahun 1993 s/d 2014), dengan berbagai status antara lain 34 Perusahaan ( PT ) yang berinvestasi belum ditemukan alamatnya, 16 Investor belum jelas status kepemilikannya / dalam proses pembatalan, 10 memiliki HGB, tetapi pasif. Beralih hak dari pihak pemegang / pemohon pertama kepada pihak ke dua sebanyak 20 buah, 129 orang tercatat menguasi tanah dan sudah berpindah tangan ke pihak ketiga, namun juga terlantar.
Kalau dihitung-hitung para pihak yang mengatas namakan diri Investor, telah menguasai tanah-tanah, baik yang bersatus Hutan maupun diluar hutan mulai tahun 1993 sampai dengan sekarang ( 2014) dilihat kondisi lapangan, mungkin lebih tepat dikatakan bersatatus sebagai tanah tidak bertuan. Lantas akankah KLS akan ditimpa masalah sejak kelahiran, tegakah Pemerintah daerah Induk, oleh karena itu perlu tindakan tegas memberangus broker dan calo-calo tanah diwilayah itu.
Kisruh pengusaaan lahan di Hutan Sekaroh dan sekitarnya, diduga akibat dari kelalaian pihak SKPD sebagai pembantu Bupati, seperti Dinas Perkebunan dan Kehutanan , Pertanahan dan Badan Pelayanan Perijinan Lombok Timur. Selain itu juga karena ketidak seriusan Investor dan Pemerintah daerah, yang nyaris merugikan masyarakat. Dua puluh satu tahun ( 21) berjalan fenomena ini, belum juga ada hasil penertiban. Menurut informasi pihak terkait, maupun dokumen yang ditemukan, beberapa kali dilakukan upaya penertiban, namum sampai saat ini, tidak ada ujung peneyelesaian, alias masih tergolong misterius.
Harapan rakyat dan juga harapan kita semua sebagai manusia yang peduli dan sadar akan nasib bangsa kita, semoga ketika dikukuhkan KLS menjadi Daerah Otonomi Baru, Hutan Sekaroh dan sekitarnya yang tergolong menyimpan potensi Wisata terindah di Nusa Tenggara Barat dapat dikelola menjadi sumber PAD. Semoga Sukses .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H