Mohon tunggu...
Muhasim Saidah
Muhasim Saidah Mohon Tunggu... -

Lahir tahun 1954,di Lombok Timur. Sekolah di APDN dan Unram.Menjadi birokrasi sejak Tahun 1975 dan purnatugas tahun 2011.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Daerah Otonomi Baru KLS di Ujung Penantian

29 April 2014   14:21 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:04 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Daerah Otonomi Baru KLS Diujung Penantian

Ibarat menunggu kelahiran seorang bayi baru yang disebut KLS (Kabupaten Lombok Selatan), masyarakat harap-harap cemas. Gimana tidak, banyak liku-liku kehidupan yang menyertai kelahirannya. Apakah itu selentingan, rumor dan berbagai isu bahasa sekarang, KLS tidak akan lahir, termasuk  ulah broker tanah ikut mengebiri potensi hidup KLS kedepan seperti Objek wisata di Hutan Sekaroh dan sekitarnya.

Ulah broker yang datang dari berbagai unsur termasuk birokrasi, lebih memperumit dan cendrung menghadapkan KLS itu pada masalah yang sulit. Gimana tidak kasus penguasaan tanah dan hutan yang tidak jelas status  haknya, sampai kepada pensertifikatkan hutan, broker masih melenggang menjajankan objek wisata yang menjadi potensi KLS dan sumber PAD. Pemerintah Kabupaten Lombok Timur, harus  beriktikad baik, menutup Investasi untuk sementara di Hutan Sekaroh dan sekitarnya.

Kasus Objek wisata Sekaroh, sekarang ini tercatat sebanyak 78 buah perusahaan, yang mengatas namakan diri Investor di KLS yang lokasinya di Desa Sekaroh  dan Hutan Sekaroh, ibarat patamorgana dipadang pasir” ada tetapi tidak ada” berbadan tetapi tidak nampak.  Sejak tahun 1993, Investasi bergulir dan menguasai  ribuan hektar lahan, baik berlokasi di Hutan Lindung Sekaroh dan luar hutan. contoh Pantai Fing, yang diatasnya bediri Villa mewah tanpa ijin, sudah disertifikatkan oleh salah seorang Investor, dijajankan melalui dunia maya oleh para broker. Di pantai Sgui puluhan hektar lahan sudah duikuasi Investor, sekarang dijanjankan lagi oleh broker. Tanjung Ringgit termasuk Hutan Lindung Sekaroh   ( RTK 15)  seluas 2.834,50 Hektar, dikuasi Investor, yang konon dalam naskah kejasama berkantor di  Tanjung Ringgit Kecamatan Jerowaru, tanda Tanya besar ( ? ).

Pantai Kaliantan, Ujungmas, Sungkun, Sgui, Pantai Surga, dllnya  yang sudah berpindah tangan dari Investor satu ke Investor lainnya, sekarang ini tidak jelas statusnya. Belum lagi lahan yang dikuasai perorangan minimal dari luas 1 ( satu) sampai dengan 10             ( sepuluh ) hektar, tercatat sebanyak 129 orang, sudah berpindah ke tangan pihak ketiga, apakah itu  Investor atau broker, karena alamat tidak ditemukan ( Pendataan Badan Pertanahan Kabupaten Lombok Timur, tahun 2010).

Jumlah Investor/ Perusahaan  terdata sebanyak 80  Investor ( antara tahun 1993 s/d  2014), dengan berbagai status antara lain 34 Perusahaan ( PT ) yang berinvestasi belum ditemukan alamatnya, 16 Investor belum jelas status kepemilikannya / dalam proses pembatalan, 10 memiliki HGB, tetapi pasif.  Beralih hak dari pihak pemegang / pemohon pertama kepada pihak ke dua sebanyak 20 buah, 129 orang tercatat menguasi tanah dan  sudah berpindah tangan ke pihak ketiga, namun juga terlantar.

Kalau dihitung-hitung para pihak yang mengatas namakan diri Investor, telah menguasai tanah-tanah, baik yang bersatus  Hutan maupun diluar hutan mulai tahun 1993 sampai dengan sekarang ( 2014) dilihat kondisi lapangan, mungkin lebih tepat dikatakan bersatatus sebagai tanah tidak bertuan. Lantas akankah KLS akan ditimpa masalah sejak kelahiran, tegakah Pemerintah daerah Induk, oleh karena itu perlu tindakan tegas memberangus broker dan calo-calo tanah diwilayah itu.

Kisruh pengusaaan lahan di Hutan Sekaroh dan sekitarnya, diduga akibat dari kelalaian pihak SKPD sebagai pembantu Bupati, seperti Dinas Perkebunan dan Kehutanan , Pertanahan dan Badan Pelayanan Perijinan Lombok Timur. Selain itu juga karena ketidak seriusan Investor dan Pemerintah daerah, yang nyaris merugikan masyarakat.   Dua puluh satu tahun ( 21) berjalan fenomena ini, belum juga ada hasil penertiban. Menurut informasi pihak terkait, maupun dokumen yang ditemukan, beberapa kali dilakukan  upaya penertiban, namum  sampai saat ini, tidak ada ujung peneyelesaian, alias masih tergolong misterius.

Harapan rakyat dan juga harapan kita semua sebagai manusia yang peduli dan sadar akan nasib bangsa kita, semoga ketika dikukuhkan KLS menjadi Daerah Otonomi Baru, Hutan Sekaroh dan sekitarnya yang tergolong menyimpan potensi Wisata terindah di Nusa Tenggara Barat dapat dikelola menjadi sumber PAD. Semoga Sukses .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun