Mohon tunggu...
Muhammad Arif Wibowo
Muhammad Arif Wibowo Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru, lulusan Universitas Negeri Yogyakarta

Mengajar di salah satu SMA Swasta Kab. Bekasi

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Catatan Kecil Untuk Salman Rushdie Pada Novelnya Harun dan Samudra Dongeng

2 September 2015   15:59 Diperbarui: 2 September 2015   15:59 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Harun Dan Samudra Dongeng"]
[/caption]Aku berterima kasih kepada Salman Rushdie, yang entah mengapa harus juga kukatan rasa terima kasih ini. Terlalu berlebihan mungkin, tapi... ah, biarlah. Aku berterimakasih saja. Beberapa bulan terakhir, urusan membaca novel menjadi bagian yang kurang lagi kurawat. Mungkin karena beberapa bulan ini, aku disibukkan oleh skripsi; tapi agaknya itu bukan kesibukan, mungkin hanya alibi dari ocehan pertanyaan “sibuk apa sekarang?”, karena nyatanya aku juga belum selesai skripsi. Atau mungkin terlalu banyak memikirkan tapi sedikit mengerjakan. Tepatnya banyak malas-malasan. Dan oleh sebab itu Halaman, Bab, dan Jilid itu mulai ditumbuhi semak-belukar, rumput perdu liar, serangga-serangga yang menjijikan; atau dengan menyebut satu istilah: terlantar!

Aku berterima kasih kepada Salman Rushdie, karena setelah membaca bukunya ini, aku seperti ditiup angin segar yang menyejukkan tubuh keringku, tubuh yang dipenuhi oleh daun-daun gugur, ranting-ranting kering, dan tanah yang pecah-pecah retak. Samudra Dongen itu begitu berombak kencang, menghempas dan menerpa tubuhku yang tidur-tidur ayam dan menyadarkanku dari kantuk yang seringkali mudah datang. Seperti sebuah tempelengan, seperti sebuah halilintar yang menyambar: Blar!

Apa yang menarik dari Harun dan Samudra Dongeng? Aku tidak tahu apakah bagian yang menarik menurutku juga menarik menurut pembaca lain. Jadi, dimana bagaian yang menariknya? Setiap pembaca pasti punya bagian-bagian menarik atas novel yang dibacanya sendiri. Dan aku tahu mana yang menarik untukku, tapi aku tidak yakin akan bagian yang menarik ini, apakah sama dengan bagian yang menarik menurut pembaca lain. Jadi, aku rahasiakan bagian yang menarik menurut diriku sendiri.

Harun dan Samudra Dongen berkisah tentang seorang anak dan ayah. Seorang Harun dan Rasyid. Ayah Harun, Rasyid adalah seorang Raja Omong Kosong, adalah si Pendongeng di negeri Alifbay. Di negeri Alifbay saat itu pemilu sedang berlangsung, dan seperti di sebuah negeri di mana saja omong kosong dalam pemilu amat diperlukan untuk menghimpun suara. Maka, Rasyid si Pendongeng amat sibuk di waktu-waktu seperti itu. Ia diminta untuk mendongeng; untuk menghimpun suara.

Suatu ketika disaat ia sedang berdiri di atas panggung di sebuah kumpulan partai untuk mendukunng seorang calon, ia tiba-tiba tidak bisa mendongeng, yang keluar hanya suara ak-ak-ak. Dan hal yang semacam itu, dianggap sebagai sebuah serangan dari oposisi. Rasyid “dibuang!” Kemudian ia berpindah lagi ke tempat lainnya, dimana di pagi hari di tempat itu ia akan berdongeng. Akan tetapi, sebelum pagi itu benar sampai, Harun yang sejak semula ikut ayahnya untuk berdongeng itu, dan yang sudah hafal semua cerita dongeng ayahnya itu, tibat-tiba ia bertemu dengan Jin Air yang membawanya ke Kahani. Dan apakah Kahani itu? Kahani adalah tempat dimana Samudera Dongeng itu bermuara. Adalah tempat dimana hakekat dongeng itu berasal.

Di Kahani semuanya menjadi tampak asing dan kelabu, setidaknya itulah pikiran Harun diwaktu pertama kali ia datang ke sana. Ia bertemu dengan berbagai hal yang ajaib dan aneh. Di sana ada kota Gup dan kota Chup, sebuah kota Berbicara dan kota Berdiam, sebuah kota Cahaya dan kota Bayangan, sebuah kota Terang dan kota Gelap. Ada kisah penyelamatan putri di sana. Seorang putri kota Gup dengan karakter “unik” tertangkap di kota Chup, dan pangeran kota Gup yang akan menyelamatkannya juga memiliki sikap yang “unik”. Harun dan Rasyid terlibat di dalam misi penyelamatan itu. Dan kisahnya tidak sesederhana Rapunzel. Sangat asyik!

Di Kahani, Samudra Dongeng itu dimulai. Di kahani segalanya menjadi lebih menarik. Cerita fantasi yang hidup. Makhluk-makhluk aneh yang ajaib. Misi penyelamatan putri yang asik. Penceritaan Rushdie begitu enteng dan mudah dicerna. Selama ia berkisah, aku seolah dibuai oleh alur cerita. Fantasiku hidup dan seolah tokohnya memang nyata. Mungkin kalau ada yang bertanya ceritanya semenarik apa? aku akan menjawab itu adalah PTRD: Proses Terlalu Rumit ‘tuk Dijelaskan. Ya, seperti itulah. Sampai akhirnya Rasyid, Ayah Harun tidak lagi hanya bersuara ak-ak-ak. Ia kembali menemukan dongengnya. Segalanya menjadi lebih baik.

Sekali lagi aku berterima kasih kepada Salman Rushdie, yang entah mengapa harus juga kukatan rasa terima kasih ini. Terlalu berlebihan mungkin, tapi... ah, biarlah. Aku berterimakasih saja. Mungkin, setelah membaca Salman Rushdie ini, aku akan mulai lagi membaca novel yang lama terlantar lainnya.

NB: Aku belum membaca Alice Di Negeri Ajaib ketika kutemukan sebuah komentar dari Graham Greene (jujur aku tidak tahu siapa orang ini, kecuali kalau tak ada keterangan bahwa dia adalah seorang novelis inggris terkemuka; setidaknya begitu yang terbaca di halaman pertama buku Salman Rusdhie terbitan dan terjemahan Serambi ini) Begini komentar Graham: Sebuah buku langka sejak Alice di Negeri Ajaib, ketika kekuatan fantasi mampu menarik minat bukan saja anak-anak, melainkan juga orang dewasa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun