Mohon tunggu...
Muharningsih
Muharningsih Mohon Tunggu... Guru - Pengurus IGI Kab. Gresik-Pengurus KOMNASDIK KAB. Gresik-Editor Jurnal Pendidikan WAHIDIN

Linguistik-Penelitian-Sastra-Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Wisuda sebagai Simbol Kemenangan atau Kepedihan?

21 Juni 2023   18:53 Diperbarui: 21 Juni 2023   19:21 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Wisuda (Dokpri)

    "Diberitahukan kepada wisudawan bahwa acara segera dimulai"

Wisuda, enam huruf yang sedang ngehits di beberapa pekan terakhir.  Hampir setiap hari saya mendapatkan pemandangan anak TK memakai toga. Siswa SD hingga SMA berkebaya atau memakai baju adat sebagai drees code acara wisudanya. Sisi lain ibu-ibu wali murid tak mau kalah berbondong-bondong menyerbu MUA (Make Up Artis) atau bisa juga mendatangkan ke rumah. Bagi wisudawati, pukul 03.00 merupakan harga mati untuk bisa antre menghias diri. Para pejuang gordon kaum adam juga bersiap-siap di depan cermin guna memastikan apakah setelan jas yang dikenakan sudah terlihat rapi. 

Fenomena ribet menjelang wisuda apakah hanya sebatas pakaian? Lantas bagaimanakah dengan akumulasi biaya pendidikan anak lainnya? Strategi apa yang dilakukan oleh pihak sekolah dan orang tua menyikapi pembiayaan tersebut? Saya akan menguraikan pertanyaan-pertanyaan di atas disinkronkan dengan kondisi saya sebagai seorang ibu dan guru. 

Saya merupakan ibu tiga anak. Pada saat anak pertama mengikuti wisuda tingkat TK, saya sempat bertanya tentang urgensi acara tersebut. Belum lagi sekolah swasta disertai perincian biaya wisuda yang terbilang lumayan besar tahun 2012 sudah mencapai Rp200.000,00. Karena sebuah keharusan dari kebijakan sekolah, para wali murid sendiko dawuh. Iuran Rp200.000,00 belum termasuk biaya sewa baju, make up, dan tali asih untuk guru. Jika dikalkulasi, orang tua merogoh saku sekitar Rp400.000,00 s.d. Rp500,000. 

Pengeluaran dana besar jika seimbang dengan konsep wisuda yang terbilang 'berkelas' tentunya orang tua menyambut dengan seyuman. Namun, hal serupa tidak terjadi pada saat wisuda SD tahun 2019. Biaya besar versus pelayanan wisuda dengan tidak terstruktur dapat menggiring opini masyarakat bahwa wisuda dikelolo sekolah ataupun komite pasti meraup 'untung'. 

Lanjut kisah anak saya yang melangsungkan wisuda tingkat SMP tahun 2022. Pandemi menjadi salah satu faktor jika wisuda dilaksanakan secara daring. Jika virtual, lantas apakah tidak mengeluarkan biaya? Melalui chat WA grup kelas sebagai forum komunikasi guru dan wali murid, terdapat notifikasi bahwa biaya wisuda sudah terpampang sangat jelas. Meskipun tidak sebanyak waktu SD, kali ini biaya yang dikeluarkan lebih tinggi dari wisuda jenjang TK. Tanpa kehadiran orang tua, acara wisuda  dikemas sederhana tetapi tetap khidmat. Tempat wisuda cukup di halaman sekolah, hal pembeda dengan dua wisuda sebelumnya. Hotel menjadi 'incaran' para komite sekolah jika dihadapkan dengan proyek wisuda.

Biaya selalu menghantui setiap akhir tahun pelajaran. Juni dan Juli menjadi bulan kemenangan atau kepedihan bagi orang tua maupun anak? Selepas wisuda, biaya masuk sekolah anak saya yang kedua sudah menanti. Hal ini mendorong orang tua untuk senantiasa menyiapkan dana cadangan supaya tidak terkejut dengan iuran-iuran bersifat mendadak dari sekolah. Kepedihan keuangan orang tua hendaknya berpedoman dengan berkata "Tidak berlaku pepatah besar pasak daripada tiang". 

Jawaban kepedihan tentang wisuda untuk pihak sekolah yakni pemanfaatan strategi sekolah supaya tidak terkesan mahal dalam patokan biaya wisuda, bisa merancang dana include pada kegiatan tahunan sekolah dikemas pada daftar ulang kenaikan kelas. Selain daftar ulang, media tabungan bulanan mulai dari kelas awal hingga akhir bisa dijadikan alternatif membantu kepedihan perekonomian keluarga. Subsidi silang antarmurid bisa menjadi wacana bagi kekurangan pembiyaan wisuda.

Kemenangan wisuda disimbolkan sebagai muara berhasilnya seorang anak karena sudah tamat dari tingkat pendidikan. Sejatinya kemenangan tidak berhenti pada kata tamat saja. Berkualitasnya wisuda adalah sebuah  kemenangan doa dan cita-cita yang senantiasa digaungkan oleh orang tua kepada anak dalam meraih impian. Anakpun tidak berhenti di titik tamat pendidikan, secara temporal anak terus membaurkan diri secara lahir dan batin menuju wisuda-wisuda tanpa toga yaitu dunia kerja dan lingkungan masyarakat.

Simpulan menelusuri perjalanan wisuda anak pertama saya yaitu kepedihan dapat mendatangkan kemenangan asalkan dengan proporsi ihtiar yang seimbang antara orang tua, anak, dan pihak sekolah. Wisuda dapat dilaksanakan dengan catatan tidak 'wow' perihal pembiyaannya. Wisuda bisa kok dilakukan dengan cara sederhana. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun