Peringatan Hari Kartini tahun ini terasa istimewa bagi bangsa Indonesia. Sosok Raden Ajeng Kartini, yang selama ini dikenal sebagai pelopor emansipasi perempuan, kini tidak hanya dihormati di dalam negeri, tetapi juga diakui secara global.
Pada 11 April 2025, Surat-surat dan Arsip R.A. Kartini resmi ditetapkan sebagai bagian dari Register Internasional Memory of the World (MoW) UNESCO, menandai tonggak baru dalam pelestarian dan pengakuan terhadap warisan dokumenter bangsa.
Penetapan ini diumumkan dalam Sidang Dewan Eksekutif UNESCO ke-221 yang digelar di Paris, Prancis, pada 2--17 April 2025, di mana pada 11 April diumumkan 74 warisan dokumenter dari seluruh dunia yang lolos dari total 122 nominasi global.
Indonesia menjadi salah satu negara dengan pencapaian tertinggi dalam sidang tersebut, dengan lima warisan dokumenter berhasil masuk daftar MoW, sejajar dengan Prancis sebagai negara dengan jumlah inskripsi terbanyak pada periode ini.
Menurut keterangan resmi dari Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), pengajuan Surat dan Arsip Kartini dilakukan secara bersama (joint nomination) antara Indonesia dan Belanda, melalui kerja sama ANRI, Arsip Nasional Belanda (Nationaal Archief) dan Perpustakaan Universitas Leiden.
Kolaborasi ini mencerminkan bagaimana warisan Kartini telah menjadi milik bersama dalam konteks sejarah global, khususnya dalam hubungan kolonialisme, pendidikan, dan perjuangan hak asasi perempuan.
Penetapan ini juga menjadi simbol kerja sama lintas negara yang merefleksikan pentingnya menjaga dan menghormati jejak sejarah bersama.
Surat-surat Kartini yang ditulis kepada sahabat-sahabat penanya di Belanda antara tahun 1899 hingga 1904 bukanlah surat biasa. Di balik tiap kata yang ia goreskan, tersimpan gagasan-gagasan besar yang melampaui zamannya.
R.A. Kartini, seorang perempuan muda dari Jepara, mengangkat isu-isu penting seperti kesetaraan gender, pendidikan bagi perempuan, kebebasan berpikir dan kritiknya terhadap sistem feodal dan budaya patriarki yang saat itu begitu kuat mencengkeram masyarakat Jawa, dan menyampaikan harapannya akan dunia yang lebih adil dan terbuka.
Meski nasibnya tidak sesuai apa yang ia tuliskan. Ia berharap suatu hari perempuan dapat memainkan peran penting dalam kehidupan sosial dan intelektual bangsanya, suatu pandangan revolusioner dari seorang perempuan pribumi di era kolonial.