Mohon tunggu...
Muhandis Ulil Absor
Muhandis Ulil Absor Mohon Tunggu... Lainnya - a capitalist mind, socialist heart

Orang bodoh yang kepengen pinter | Pemalas yang kepengen sukses | Difabel kece

Selanjutnya

Tutup

Financial

Gara-gara Utang

2 Agustus 2021   20:47 Diperbarui: 5 Agustus 2021   14:04 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada suatu ungkapan mengatakan "hidup itu seperti roller coaster, kadang di atas, kadang di bawah". Suatu badai pasti akan berlalu, pun matahari tidak akan selamanya bersinar. Kadang cerah, kadang mendung, lalu akan ada badai lagi dan bergantian matahari juga akan tampak lagi, dst. Bukankah segala hal dalam kehidupan memiliki siklus seperti itu? 

2017 yang lalu, adalah masa sulit finansial terberat kedua penulis setelah 2013. Penulis adalah seorang pedagang, kesulitan di 2013 lalu penulis bisa melewatinya dengan cara mengupgrade metode/cara berdagang. Dari sebelumnya mengandalkan website, kaskus dan BBM (Blackberry Messenger) diubah menjadi mengandalkan ads atau iklan. Singkat cerita, cara tersebut berhasil memperbaiki kondisi finansial penulis pada waktu itu.

Akhir 2016, penulis mengalami guncangan berikutnya. Mulai dari pembatasan impor (90% produk yang penulis jual berasal dari luar negeri), revolusi industri 4.0, dll membuat penulis tidak hanya mengalami kemerosotan finansial tetapi lebih parah yaitu bangkrut. 2017 adalah tahun kebangkrutan yang benar-benar bangkrut. Tabungan habis karna terus-terusan ditarik untuk kebutuhan sehari-hari. Bahkan gadget/perabotan di rumah yang sekiranya bernilai harus dijual untuk sekedar makan. 

Penulis sudah coba banyak cara, mulai dengan mengganti produk, metode, dll, tetapi tetap saja gagal. Setelah bangkrut penulis masih punya beberapa ide tapi kondisi keuangan sudah tidak memungkinkan untuk bertindak, modal sudah tidak ada. 

Ada yang menyarankan untuk coba mengajukan pinjaman ke bank, tetapi penulis tidak mau. Sampai pada waktu itu, penulis adalah orang yang SANGAT ANTI utang. Tidak pernah sekalipun penulis berutang. Lagi pula, penulis "unbankable". Usaha yang hanya dijalankan secara online, tidak ada lapak offline, tidak ada SIUP, dll . Ya, penulis tidak memiliki semua persyaratan yang dibutuhkan.

Sampai saat dimana keluarga coba menawarkan bantuan berupa pinjaman dana, alias U-T-A-N-G. Penulis sempat menolak, butuh waktu setidaknya 7 hari untuk meyakinkan diri "Ok, ini solusi terbaik untuk saat ini". Selama 7 hari tersebut penulis benar-benar memikirkan usaha apa yang harus dijalani? bagaimana menjalaninya? dan menghitung-hitung berapa penghasilan yang akan didapat? berapa angsuran yang bisa penulis bayarkan? berapa lama angsuran tersebut selesai? apa saja risiko yang nantinya mungkin akan muncul dan bagaimana menghadapinya? Pemanfaatan, pengelolaan dan manajemen risiko SANGAT penting sekali, jika tidak, alih-alih bukannya menjadi bermanfaat, utang malah akan terasa menjadi perangkap. 

Singkat cerita, dengan utang tersebut penulis mencoba merealisasikan ide yang belum sempat tereksekusi. Alhamdulillah, kondisi finansial dapat diperbaiki, perdagangan membaik, utang lunas tepat 12 bulan. Prosesnya memang tidak semulus yang direncanakan, namun dengan risiko yang sudah diperhitungkan membuat penulis lebih siap menghadapinya.

---

Cerita di atas merupakan pengalaman nyata yang penulis alami dan mungkin ada banyak pengalaman nyata serupa yang juga orang lain alami. Contohnya pada kisah Bapak Darussalam, seorang yang kini sukses menjadi pengusaha makaroni. 

Beliau mengajukan pinjaman (utang) pada salah satu bank yang dimanfaatkan untuk membeli mesin modern yang memiliki fungsi mempercepat proses pembungkusan makaroni yang selama ini jadi kendala dalam memenuhi permintaan pasar yang semakin tinggi serta menambah tenaga kerja dan kendaraan operasional untuk membantu pemasaran.  Saat ini, bisnis Bapak Darussalam telah merambah sampai ke luar wilayah Kalimantan Tengah, memiliki 24 karyawan dan 4 truk kendaraan operasional, serta 7 mesin pengolah makaroni. Kisah lengkapnya bisa dibaca di sini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun