Tempo hari Presiden RI, Bapak Joko Widodo (Jokowi), membuat sebuah pernyataan heboh terkait rencana pemangkasan pejabat eselon III dan IV dan menggantikannya dengan robot atau kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/ AI). Kita butuh kecepatan dalam bekerja, dalam memutuskan. Kita butuh kecepatan dalam bertindak di lapangan, karena perubahan-perubahan ini sudah sangat cepat. Sambung beliau sebagaimana yang diberitakan oleh beberapa situs berita populer di Indonesia.
Wacana itu mengundang beberapa pertanyaan dari beragam kalangan. Ada yang bertanya sebetulnya pada fungsi-fungsi seperti apa yang mungkin direformasi dengan teknologi AI. Ada juga yang bertanya apa yang menjadi motif utama bapak presiden dari rencana yang cukup visioner itu. Lalu apa mungkin gagasan pemangkasan itu bisa terealisasi dalam waktu yang dekat dan juga cepat. Hingga pertanyaan yang cukup serius, apakah betul kita sudah berada pada zaman dimana manusia akan digantikan oleh mesin atau robot?
Untuk pertanyaan terakhir, terdengar agak mistis di telinga penulis. Tidak sedikit orang yang punya pikiran berlebihan terhadap teknologi AI. Misalnya, AI dianggap sebagai robot jahat bermata merah, seperti yang ditampilkan dalam seri film Terminator. Padahal tidak  begitu. AI juga tidak selalu berarti robot yang memiliki wujud mesin yang serupa dengan kita, manusia. Lebih teknis, AI hanya merupakan salah satu sub-komponen canggih penyusun robot yang disebut controller atau dalam penjelasan yang sederhana, merupakan algoritma super cerdas yang istilahnya dicetuskan pada tahun 1956 oleh seorang ilmuwan komputer brilian bernama John McCarthy.
"AI tidak selalu berarti robot yang memiliki wujud mesin yang serupa dengan kita, manusia. Lebih teknis, AI hanya merupakan salah satu sub-komponen canggih penyusun robot yang disebut controller."
Teknologi AI memang termasuk salah satu teknologi kunci yang bersifat transformatif dan disruptif di era Revolusi Industri 4.0 saat ini. Banyak sektor industri seperti kesehatan, automotif, finansial, retail, manufaktur, energi, logistik dan lainnya yang berhasil ditransformasi dengan teknologi-teknologi canggih berbasis AI hingga kemudian mampu memberi dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan GDP suatu negara. Merujuk data McKinsey & Company, perusahaan konsultan manajemen yang berbasis di Amerika melaporkan teknologi AI mampu menciptakan potensi global nilai ekonomi dunia hingga di angka $5.8 triliun dalam setahun dan berpotensi mencapai angka $15.7 triliun hingga tahun 2030. Hal itu dibersamai dengan peningkatan global GDP hingga sebesar 14% pada tahun yang sama.
Dalam kompetisi global, negara-negara adidaya seperti US dan China tengah berlomba-lomba untuk bisa mengadopsi penerapan teknologi AI. Digawangi oleh perusahaan-perusahaan teknologi raksasa seperti Google, Facebook, Microsoft, Alibaba, Uber dan Baidu, talent-talent terbaik dihadirkan melalui program-program magang intensif seperti AI Residency Program untuk bisa membantu percepatan teknologi AI agar bisa cepat diterima di tengah masyarakat baik dalam sektor privat ataupun publik. Sejak tahun 2017, China sudah mendeklarasikan kepada dunia untuk menjadikan teknologi AI sebagai prioritas nasional dan berambisi menjadi global leader pada tahun 2030.
AI Hari Ini
Perkembangan teknologi AI hari ini telah berhasil menciptakan sebuah mesin yang mampu memahami bahasa manusia dengan sangat baik, entah itu berupa teks ataupun suara. Gadget-gadget kita sekarang mampu mendengar dan berbicara karena dipersenjatai oleh mesin AI seperti Google Assistant, Apple Siri, dan Amazon Alexa. Fitur Google Translate yang kita biasa gunakan sehari-hari juga dilengkapi oleh kapasitas kecerdasan serupa. Kapasitas semacam itu tentu telah membuka banyak ruang peluang bagi mesin untuk bisa membantu pekerjaan manusia lebih banyak lagi, dan tentunya juga lebih cerdas lagi, pada hari ini.Â