Bubarnya Rezim Hasinah dan Kembalinya Muhammad YasinÂ
Aksi ini awalnya dilakukan mahasiswa memprotes kebijakan kuota Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang ditujukan untuk kalangan tertentu yaitu 10% untuk perempuan, 10% penduduk distrik tertentu, dan 30% anak kaum pejuang kemerdekaan Bangladesh tahun 1971. Kebijakan ini menuai kritik karena mengutamakan pihak yang memiliki keistimewaan tertentu yang disebut menguntungkan orang-orang yang memiliki koneksi dengan partai Liga Awami
Kemarahaman rakyat memuncak karena kebijakan ini muncul justru ketika angka pengangguran di Bangladesh sedang sangat tinggi. Selain itu, pertumbuhan lapangan kerja di sektor swasta juga lagi mandek, sehingga profesi PNS menjadi salah satu jalan keluar bagi masyarakat Bangladesh.
Hasinah sudah menjabat selama lima belas tahun akhirnya runtuh dan digantikan oleh peraih Nobel Muhammad Yunus yang dilantik sebagai kepala pemerintahan sementara Bangladesh. Muhammad Yunus mendapat dukungan penuh dari sejumlah pihak yaitu militer yang disampaikan oleh panglima Angkatan Darat Bangladesh yaitu Jenderal Waker Uz-Zaman, mahasiswa, dan seluruh partai politik. Muhammad Yunus memiliki tugas untuk memulihkan Bangladesh pasca kerusuhan  dan menyiapkan pemilu baru di Bangladesh. Sementara itu 16 orang telah dimasukan kedalam pemerintahan. Sebagian besar anggota cabinet sementara pemerintahan Yunus berasal dari masyarakat sipil.
Harga Sebuah Demokrasi yang Harus Dibayar Mahal
Aksi demonstrasi yang awalnya damai, berubaha jadi ajang kekerasan setelah kelompok mahasiswa bentrok dengan polisi. Pemerintah menerapkan jam malam dan pemadaman internet, hingga senin 5 Agustus 2024 dilaporkan setidaknya 409 korban jiwa meninggal dunia. Harga mahal yang harus dibayar dengan jatuhnya korban jiwa yang jumlahnya sangat banyak.Â
Hal demikian pernah terjadi di Indonesia yang masih hangat di memori dan masih terus dibicarakan pada kejadian reformasi di tahun 1998. Hal ini menjadi pelajaran yang mahal bagi seluruh masyarakat Indonesia dalam menjaga iklim demokrasi. Faktor-faktor yang memantik kekacauan baik pada pergolakan reformasi tahun 1998 juga yang terjadi di Bangladesh perlu dijadikan alarm tegas bagi negara Indonesia.
Keadilan sosial, hukum, pendidikan, dan pemerataan ekonomi perlu terus dijaga keberlangsungannya. Hal yang paling mendasar dalam penghambat pertumbuhan pada keadilan dan pemerataan tersebut adalah tidak meratanya kualitas manusia yang ahli dan terampil dan korupsi yang masih terjadi dimana-mana. Ini masih menjadi tugas besar seluruh masyarakat Indonesia dari elit sampai rakyat untuk bekerjasama membangun, mengawasi, dan melakukan percepatan pada sektor yang masih menjadi penghambat dalam pertumbuhan dan persatuan yang berkelanjutan dan sehat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H