Film G30S/PKI yang diproduksi pada tahun 1984 oleh Pusat Produksi Film Negara (PPFN) merupakan salah satu film kontroversial yang menggambarkan peristiwa kudeta Gerakan 30 September 1965 yang melibatkan Partai Komunis Indonesia (PKI). Film ini disutradarai oleh Arifin C. Noer dan diproduksi di bawah rezim Orde Baru, yang dipimpin oleh Presiden Soeharto.
Keganasan yang Ditampilkan:
Film ini menonjolkan kekerasan, pengkhianatan, dan penderitaan yang terkait dengan peristiwa kudeta tersebut. Berikut beberapa aspek keganasannya:
1. Penculikan dan Pembunuhan Jenderal: Film ini menampilkan secara gamblang penculikan serta pembunuhan para jenderal Angkatan Darat. Para jenderal tersebut, yang dikenal sebagai Pahlawan Revolusi, seperti Jenderal Ahmad Yani dan Letnan Jenderal Suprapto, digambarkan mengalami penyiksaan brutal sebelum akhirnya dibunuh.
2. Penyiksaan Brutal: Adegan penyiksaan terhadap para jenderal, terutama saat mereka ditahan di Lubang Buaya, digambarkan dengan cukup eksplisit. Ada adegan yang menunjukkan kekerasan fisik, luka-luka, hingga kematian yang mengerikan, menekankan kekejaman dari gerakan ini.
3. Pengkhianatan dan Konspirasi: Film ini juga menekankan adanya konspirasi besar yang direncanakan oleh PKI untuk menggulingkan pemerintahan dan menggantikan sistem dengan ideologi komunis. Digambarkan bahwa PKI berusaha memecah belah bangsa dan menyusup ke berbagai lembaga pemerintahan dan militer.
4. Peran Wanita di Lubang Buaya: Digambarkan kelompok wanita PKI, yang disebut Gerwani, melakukan tindakan sadis seperti menyiksa para jenderal dengan tarian yang dilukiskan dengan kebrutalan. Meski kemudian banyak yang mempertanyakan keakuratan sejarahnya, adegan ini memperkuat citra kebengisan gerakan tersebut.
5. Atmosfer Ketakutan: Film ini juga menciptakan atmosfer ketakutan yang intens, memperlihatkan situasi kacau, penuh ancaman, dan ketidakpastian selama malam kudeta. Rakyat, aparat, dan para tokoh militer digambarkan terjebak dalam situasi yang mencekam.
Film G30S/PKI ini dibuat dengan tujuan sebagai propaganda politik untuk mendiskreditkan PKI dan menjustifikasi tindakan pemerintah pada masa itu, khususnya dalam memberantas komunis di Indonesia. Meski memberikan gambaran mendalam soal kekerasan, banyak sejarawan yang mempertanyakan keakuratan dan objektivitas film ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H