Mohon tunggu...
muhammad zhafirelbahy
muhammad zhafirelbahy Mohon Tunggu... Foto/Videografer - freelancer

Mahasiswa Universitas Darussalam pegiat jurnalistik dan Media massa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kesenian Gajah-gajahan "Demang Rekso Bawono" Pononorogo

23 Mei 2024   10:11 Diperbarui: 23 Mei 2024   10:17 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demangan, 20/05/2024 - Ponorogo memang terkenal dengan banyak karya seninya. Salah satu yang jarang didengar ialah Seni Gajah-gajahan. Kesenian Gajah-gajahan bermuara dari desa Gontor pada tahun 1965. Tujuan Seni ini pada awal diciptakannya antara lain untuk menggeser kesenian reyog karena reyog pada tahun itu banyak yang bermuatan negatif dan mengandung unsur pollitik Partai Komunis Indonesia (PKI). Namun Tujuan tersebut mulai berubah seiring perkembangan zaman.

Paguyuban Gajah gajahan ini banyak tumbuh berkembang di Kota ponorogo. Salah satunya Demang Rekso Bawono di desa demangan. Pak Parmun sebagai Ketua Paguyuban dan Pak Mauludi sebagai wakilnya. Di desa ini gajah-gajahan mulai tumbuh sekitar tahun 2020 dan eksis hingga sekarang. Gambaran singkat dari seni gajahan ialah sebuah boneka gajah besar yang ditunggangi oleh penari dan penyanyi, pemusik, ibu-ibu paguyuban yang menari bebas disekitarnya. Seni ini sangat identik dengan lagu jawanya dan religinya.

Penghasilan dari pegiat kesenian ini tidak selalu berpatok pada harga. Kadang satu kali pertunjukan bisa dihargai di 2 juta rupiah saja. Ekonomi dalam Kesenian ini tergolong rendah, sebab para personil Gajah-gajahan ini menari tanpa bergantung pada bayaran/ gaji.

"Oh ya mas untuk bayaran para personil kita gak nentu mas, karena biasanya tiap ada tanggapan untuk pertunjukan yang penting ada akomodasi seperti makan, minum, rokok. Itu sudah seneng mas. Karena tujuan mereka di gajah-gajahan ini mencari hiburan mas bukan cari uang" Ucap Pak Mauludi.

"Tapi kalo pertunjukan ingin lebih meriah. Biasanya minimal 2 juta mas, karena kami juga butuh sewa sound dll. Kalo biaya tanggapnya besar ya pastii kualitasnya besar juga contohnya kami sewakan penyanyi, penari kondang desa dll." Terusnya. Pak Maulidi juga mengatakan bahwa anggota paguyuban yang mereka punya kini ada sekitar 80 orang, tapi tidak semuanya memiliki peran penyanyi maupun penari.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun