Mohon tunggu...
Muhammad Zaky Dhaifullah
Muhammad Zaky Dhaifullah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya mahasiswa S1 Hubungan Internasional Universitas muhammadiyah yang mempunyai passion di bidang Media Publikasi dan Relasi Kerjasama (HUMAS)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kritik Terhadap Emprisme dalam Prespektif Khususnya Humaneas serta Kantians

15 Januari 2025   21:30 Diperbarui: 15 Januari 2025   21:15 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Empirisme adalah teori filosofis yang berpendapat bahwa pengetahuan manusia diperoleh sepenuhnya dari pengalaman inderawi. Sebagai cabang epistemologi, empirisme mengabaikan konsep ide naluriah dan berfokus sepenuhnya pada pengalaman dan bukti yang berkaitan dengan persepsi sensorik. Empirisme adalah sekolah filosofis yang berpendapat bahwa pengetahuan hanya dapat (atau terutama) diperoleh dari pengalaman indrawi. Dengan demikian, ia menolak setiap (atau banyak) penggunaan penalaran apriori dalam pengumpulan dan analisis pengetahuan. Ia menyaingi rasionalisme yang menurutnya nalar adalah sumber utama pengetahuan. Filsafat empirisme pertama kali dikemukakan dalam An Essay Concerning Human Understanding karya John Locke (Locke, 1959). Locke berpendapat bahwa satu-satunya cara manusia memperoleh pengetahuan adalah melalui pengalaman. Locke dengan tegas berpendapat bahwa manusia tidak mampu merumuskan atau memiliki gagasan yang melekat.

Kegagalan aliran rasionalisme dalam membangun transendensi Tuhan atas alam, telah memunculkan aliran-aliran yang membantah pemikiran rasionalisme, salah satunya adalah aliran empirisme. Namun sebenarnya aliran empirisme juga gagal, dengan adanya berbagai kritik atas pemikiran empirisme ini, akibat gagal membuktikan eksistensi alam yang diyakini sebagai pembeda dari pikiran. Laccy (2000) mendefinisikan rasionalisme adalah pandangan yang berpegangan bahwa akal merupakan sumber bagi pegetahuan dan pembenaran. Dia juga mendefinisikan empirisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau parsial didasarkan pada pengalaman yang menggunakan indera. Dengan kata lain empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia.

Immanuel Kant (dalam Vanzo, 2013) berusaha menyatukan rasionalisme dan empirisme dalam sebuah fenomenalisme baru. Pada awalnya Kant mengkritik keyakinan obyektivitas mutlak dunia eksternal yang dikemukakan Descrates, salah satu tokoh penganut empirisme. Descrates menjelaskan bahwa unit pengetahuan yang kepastiannya mutlak, sedangkan Kant menegaskan bahwa semua pengetahuan empiris tersusun atas intuisi dan konsep. Segala konsep yang tidak disertai dengan intiusi yang bersesuaian dengan ini atau segala intuisi yang tidak bisa dikonsepkan, tidak akan bisa digunakan untuk membangun pengetahuan. Menurut Kant, manusia adalah aktor yang mengkontruksikan dunianya sendiri. Jiwa manusia mampu mengontrol pengalaman (penginderaan), lalu membangun ilmu matematika dan fisika. Dengan kata lain, jiwa manusia dapat membangun moralitas. Perasaan manusia menempatkan realitas untuk mencapai tujuan serta memahami semuanya secara inheren sebagai sebuah kesatuan. Menurut Kant rasionalisme termasuk jenis putusan analitis, dan pengetahuan harus bersifat sintesis, bukan sekedar fakta pengalaman yang tidak bersifat universal, dan empirisme bukanlah jenis putusan sintetis.

David Hume (1999) membatah kaum empiris tradisional yang berpandangan bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh melalui pengalaman. Hume menjelaskan bahwa manusia tidak membawa pengetahuan bawaan dalam hidupnya, sumber pengetahuan adalah hasil pengamatan. Menurut Hume, tidak ada satupun ada dalam pikiran yang tidak terlebih dahulu terdapat pada data-data inderawi. Hume menjelaskan adanya pemisahan antara kesan dan ide. Kesan merupakan penginderaan langsung atas relaitas lahiriah, sedangkan ide adalah ingatan atas kesan-kesan. Dengan prinsip epistemologinya, Hume mengkritik emperisme warisan filsafat Yunani kuno yang mengklaim bahwa pengetahuan mampu menjangkau semesta sesungguhnya. Menurut Hume klaim atas semesta sesungguhnya dibalik penampakan tidak dapat dipastikan melalui pengalaman factual maupun prinsip non-kontradisi. Hume berpendapat ilmu pengetahuan tidak pernah mampu memberi pengetahuan yang niscahya tentang dunia ini. Kebenaran yang ditemukan dalam matematika, logika dan geometri memang ada. Namun menurut Hume hal itu tidak menambah pengetahuan kita tentang dunia. Pengetahuan hanya bisa bertambah lewat pengamatan empiris. Dengan kata lain Hume menyepakati empirisme modern.

Menurut Honer dan Hunt (2003) menegaskan empirisme versi Hume juga memiliki kelemahan, pertama empirisme didasarkan pada pengalaman, namun definisi pengalaman belum jelas. Empirisme menganggap pengalaman berhubungan langsung dengan kenyataan obyektif, padahal penuh ketidakpastian. Empirisme tergantung pada persepsi panca indera, padahal panca indera manusia terbatas, tidak sempurna dan terkadang menyesatkan. Empirisme tidak memberikan kepastian, sehingga bisa meragukan. Kelemahan rasionalisme adalah kurang memperhatikan panca indera, sedangkan kelemahan empirisme adalah kurang memperhatikan akal atau rasio. Oleh sebab itu, kebenaran hakiki dapat diperoleh manakala kedua pandangan saling melengkapi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun