Memasuki musim penghujan, ancaman Demam Berdarah Dengue (DBD) kembali mengintai masyarakat Indonesia. Penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang serius di negara tropis seperti Indonesia.
Menurut World Health Organization (WHO) dalam "Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control" (2009), DBD adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Penyakit ini ditandai dengan demam tinggi mendadak, perdarahan, dan dapat berujung pada kematian jika tidak ditangani dengan tepat.
Yang memprihatinkan, kasus DBD di Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya, terutama saat musim penghujan. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI Pada tahun 2022, tercatat 131.265 kasus dan 1.183 kematian. Genangan air yang terbentuk di berbagai tempat menjadi sarang ideal bagi nyamuk Aedes aegypti untuk berkembang biak. Ditambah dengan kesadaran masyarakat yang masih kurang dalam menjaga kebersihan lingkungan, kondisi ini menciptakan lingkaran setan yang sulit diputus.
Pencegahan DBD sebenarnya bukanlah hal yang rumit. Program 3M Plus -- Menguras, Menutup, dan Mengubur -- yang telah dipromosikan pemerintah selama bertahun-tahun terbukti efektif dalam mengendalikan populasi nyamuk. Namun, program ini membutuhkan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat. Tidak cukup hanya mengandalkan petugas kesehatan atau pemerintah, setiap individu harus berperan dalam menjaga kebersihan lingkungannya.
Selain itu, peningkatan kesadaran masyarakat tentang gejala awal DBD juga sangat penting. Banyak kasus kematian akibat DBD terjadi karena keterlambatan penanganan medis. Masyarakat perlu memahami bahwa demam tinggi yang berlangsung lebih dari dua hari, disertai dengan nyeri otot, mual, dan munculnya bintik-bintik merah pada kulit, harus segera mendapat perhatian medis.
Pemerintah daerah juga perlu mengambil langkah proaktif dalam pengendalian DBD. Program fogging atau pengasapan memang penting, tetapi tidak boleh dijadikan satu-satunya solusi. Edukasi masyarakat, pemantauan rutin terhadap jentik nyamuk, dan perbaikan sistem drainase harus menjadi prioritas.
Demam Berdarah Dengue tidak boleh lagi dianggap sebagai hal yang lumrah terjadi setiap musim hujan. Ini adalah ancaman nyata yang membutuhkan perhatian serius dari semua pihak. Jika kita terus mengabaikan langkah-langkah pencegahan, maka korban jiwa akibat DBD hanya akan semakin bertambah.
Oleh karena itu mari kita sama-sama berusaha untuk menghilangkan ancaman ini dengan komitmen, tindakan nyata, dan edukasi berkelanjutan, kita dapat menciptakan lingkungan sehat dan masa depan bebas DBD. Bertindaklah sekarang, sebelum terlambat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H