Pada 3 Desember 2024, bertempat di Ruang Rektor Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor, berlangsung sebuah workshop penting bertajuk Workshop on Pesantren and Islamization of Knowledge. Kegiatan ini menjadi momen berharga dalam menggali pemahaman mendalam tentang permasalahan yang dihadapi umat Islam dalam memahami Islam secara menyeluruh. Workshop ini menghadirkan Prof. Dr. K.H. Hamid Fahmy Zarkasyi, M.Ed., M.Phil  sebagai pembicara utama, yang membahas tema Worldview Islam dan tantangan yang melingkupinya.
Acara dimulai dengan suasana antusias dari para peserta, yang terdiri dari akademisi, mahasiswa, hingga para praktisi pendidikan pesantren. Dalam pembukaannya, Prof Hamid Fahmi Zarkasyi mengutip dua pernyataan terkenal yang relevan dengan tema diskusi. Pertama, ungkapan Muhammad Abduh yang berbunyi, "Aku melihat Islam di Paris, tapi aku tidak melihat Muslim, aku melihat Muslim di Arab, tapi aku tidak melihat Islam." Kedua, pertanyaan reflektif dari Amir Syakib Arsalan, "Mengapa umat Islam mundur manakala umat yang lain maju?" Dua kutipan ini menjadi landasan utama untuk memahami bahwa tantangan terbesar umat Islam bukan hanya datang dari luar, tetapi juga dari dalam diri umat itu sendiri.
Dalam paparannya, Prof Hamid Fahmi Zarkasyi menjelaskan bahwa salah satu masalah mendasar di kalangan umat Islam adalah kesalahan dalam memahami Islam. Banyak umat Islam hanya memahami Islam dalam potongan-potongan, bukan sebagai suatu sistem kehidupan yang utuh. Sebagai contoh, sebagian orang menganggap Islam hanya sebatas pada rukun Islam atau rukun iman, tanpa menyentuh esensi yang lebih mendalam. Islam sering kali dipahami secara parsial, padahal ajaran ini memiliki dimensi yang saling terhubung, yakni Islam sebagai tindakan lahiriah, Iman sebagai keyakinan batin, dan Ihsan sebagai kesempurnaan dalam tindakan.
Masalah fragmentasi pandangan terhadap Islam ini berpengaruh besar terhadap perilaku umat. Ketika Islam tidak dipahami sebagai sebuah worldview yang menyeluruh, umat cenderung kehilangan arah dalam menjalani kehidupannya. Dalam konteks ini, Worldview Islam berperan penting sebagai kerangka berpikir yang mengarahkan umat Islam untuk memahami kehidupan sesuai dengan ajaran Al-Qur'an dan Hadis. Syahadat, yang menjadi pintu gerbang keislaman, seharusnya tidak hanya dimaknai sebagai pengakuan lisan, melainkan sebagai langkah awal untuk mempelajari dan mengamalkan Islam dalam setiap aspek kehidupan.
Selain itu, sumber utama Islam, yakni Al-Qur'an dan Hadis, membawa visi kebenaran yang menjadi pedoman hidup. Namun, banyak umat Islam yang hanya memahami teks-teks ini secara dangkal. Syariat Islam yang terkandung di dalamnya mencakup ilmu-ilmu yang harus dipelajari dan diterapkan untuk menjalankan kehidupan yang harmonis. Ketidakpahaman terhadap syariat ini sering kali membuat umat Islam terjebak pada ritual yang kehilangan makna.
Prof Hamid juga membahas bahwa praktik ibadah umat Islam sering kali belum mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang ajaran agama. Salat, sebagai penghubung utama antara manusia dan Allah, kerap dilakukan tanpa pemahaman yang benar. Padahal, salat tidak hanya membersihkan dosa-dosa kecil, tetapi juga memperkuat hubungan spiritual dengan Sang Pencipta. Ketika salat dilakukan dengan sungguh-sungguh, ia mampu menjadi alat pembentuk karakter yang berlandaskan nilai-nilai Islam.
Demikian pula, ibadah puasa dan zakat memiliki dimensi yang lebih luas daripada sekadar kewajiban. Puasa mengajarkan ketakwaan dan membantu manusia menjaga fitrah keimanannya. Sementara itu, zakat tidak hanya menjadi kewajiban sosial, tetapi juga alat untuk memperbaiki kondisi ekonomi umat secara kolektif. Kedua ibadah ini, jika dipahami dan diamalkan dengan baik, mampu mengatasi berbagai tantangan sosial dan ekonomi yang dihadapi oleh umat Islam.
Tidak kalah pentingnya, tazkiyatun nafs atau penyucian jiwa juga menjadi aspek fundamental dalam Islam. Proses ini membantu umat Islam untuk meningkatkan kualitas spiritual dan moral mereka. Prof Hamid menjelaskan bahwa tanpa tazkiyatun nafs, seseorang akan kesulitan mencapai kedamaian batin, yang menjadi kunci kesuksesan dunia dan akhirat. Dalam konteks ini, umat Islam perlu menanamkan kesadaran bahwa penyucian jiwa adalah bagian integral dari proses menjadi Muslim yang sejati.