Mohon tunggu...
Muhammad Zaki
Muhammad Zaki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab Universitas Darussalam Gontor

Saya adalah seorang penulis lepas yang senang berbagi cerita, pengalaman, dan pemikiran melalui tulisan. Dengan latar belakang pendidikan dalam bidang jurnalistik, saya telah mengeksplorasi berbagai topik mulai dari kisah inspiratif, opini tentang isu sosial dan politik, hingga ulasan tentang film dan buku. Minat: Saya tertarik pada beragam topik, namun terutama dalam hal kehidupan sehari-hari, kisah perjalanan, seni budaya, bahasa, pendidikan, teknologi Dll. Saya juga gemar menulis tentang pengembangan diri dan hal-hal yang dapat memberi inspirasi kepada pembaca. Pengalaman: Selain menulis untuk Kompasiana, saya juga telah berkontribusi dalam beberapa tulisan seperti penulisan essay dan artikel ilmiah di berbagai konferensi. Saya percaya bahwa tulisan-tulisan saya dapat memberikan sudut pandang yang berbeda dan memicu diskusi yang berarti di kalangan pembaca. Tujuan: Melalui tulisan-tulisan saya, saya berharap dapat menginspirasi dan memberikan wawasan baru kepada pembaca. Saya ingin menjadi bagian dari komunitas penulis yang aktif berdiskusi dan saling mendukung di Kompasiana. Kontak: Jika Anda tertarik untuk berkolaborasi atau berdiskusi lebih lanjut, jangan ragu untuk menghubungi saya melalui email mzaki011102@gmail.com atau melalui pesan pribadi di Kompasiana. Terima kasih telah mengunjungi profil saya!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Workshop Worldview Islam dengan Mubarok Malaysia bersama Prof Hamid di UNIDA Gontor

4 Desember 2024   23:12 Diperbarui: 5 Desember 2024   08:06 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Prof Hamid (Sumber: Dokpri)

Pada 3 Desember 2024, bertempat di Ruang Rektor Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor, berlangsung sebuah workshop penting bertajuk Workshop on Pesantren and Islamization of Knowledge. Kegiatan ini menjadi momen berharga dalam menggali pemahaman mendalam tentang permasalahan yang dihadapi umat Islam dalam memahami Islam secara menyeluruh. Workshop ini menghadirkan Prof. Dr. K.H. Hamid Fahmy Zarkasyi, M.Ed., M.Phil  sebagai pembicara utama, yang membahas tema Worldview Islam dan tantangan yang melingkupinya.

Acara dimulai dengan suasana antusias dari para peserta, yang terdiri dari akademisi, mahasiswa, hingga para praktisi pendidikan pesantren. Dalam pembukaannya, Prof Hamid Fahmi Zarkasyi mengutip dua pernyataan terkenal yang relevan dengan tema diskusi. Pertama, ungkapan Muhammad Abduh yang berbunyi, "Aku melihat Islam di Paris, tapi aku tidak melihat Muslim, aku melihat Muslim di Arab, tapi aku tidak melihat Islam." Kedua, pertanyaan reflektif dari Amir Syakib Arsalan, "Mengapa umat Islam mundur manakala umat yang lain maju?" Dua kutipan ini menjadi landasan utama untuk memahami bahwa tantangan terbesar umat Islam bukan hanya datang dari luar, tetapi juga dari dalam diri umat itu sendiri.

Dalam paparannya, Prof Hamid Fahmi Zarkasyi menjelaskan bahwa salah satu masalah mendasar di kalangan umat Islam adalah kesalahan dalam memahami Islam. Banyak umat Islam hanya memahami Islam dalam potongan-potongan, bukan sebagai suatu sistem kehidupan yang utuh. Sebagai contoh, sebagian orang menganggap Islam hanya sebatas pada rukun Islam atau rukun iman, tanpa menyentuh esensi yang lebih mendalam. Islam sering kali dipahami secara parsial, padahal ajaran ini memiliki dimensi yang saling terhubung, yakni Islam sebagai tindakan lahiriah, Iman sebagai keyakinan batin, dan Ihsan sebagai kesempurnaan dalam tindakan.

Foto: Salah satu tamu yang memperhatikan workshop (Sumber: Dokpri)
Foto: Salah satu tamu yang memperhatikan workshop (Sumber: Dokpri)

Masalah fragmentasi pandangan terhadap Islam ini berpengaruh besar terhadap perilaku umat. Ketika Islam tidak dipahami sebagai sebuah worldview yang menyeluruh, umat cenderung kehilangan arah dalam menjalani kehidupannya. Dalam konteks ini, Worldview Islam berperan penting sebagai kerangka berpikir yang mengarahkan umat Islam untuk memahami kehidupan sesuai dengan ajaran Al-Qur'an dan Hadis. Syahadat, yang menjadi pintu gerbang keislaman, seharusnya tidak hanya dimaknai sebagai pengakuan lisan, melainkan sebagai langkah awal untuk mempelajari dan mengamalkan Islam dalam setiap aspek kehidupan.

Selain itu, sumber utama Islam, yakni Al-Qur'an dan Hadis, membawa visi kebenaran yang menjadi pedoman hidup. Namun, banyak umat Islam yang hanya memahami teks-teks ini secara dangkal. Syariat Islam yang terkandung di dalamnya mencakup ilmu-ilmu yang harus dipelajari dan diterapkan untuk menjalankan kehidupan yang harmonis. Ketidakpahaman terhadap syariat ini sering kali membuat umat Islam terjebak pada ritual yang kehilangan makna.

Prof Hamid juga membahas bahwa praktik ibadah umat Islam sering kali belum mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang ajaran agama. Salat, sebagai penghubung utama antara manusia dan Allah, kerap dilakukan tanpa pemahaman yang benar. Padahal, salat tidak hanya membersihkan dosa-dosa kecil, tetapi juga memperkuat hubungan spiritual dengan Sang Pencipta. Ketika salat dilakukan dengan sungguh-sungguh, ia mampu menjadi alat pembentuk karakter yang berlandaskan nilai-nilai Islam.

Foto: Salah Satu Tamu yang Fokus dengan Materi (Sumber: Dokpri)
Foto: Salah Satu Tamu yang Fokus dengan Materi (Sumber: Dokpri)

Demikian pula, ibadah puasa dan zakat memiliki dimensi yang lebih luas daripada sekadar kewajiban. Puasa mengajarkan ketakwaan dan membantu manusia menjaga fitrah keimanannya. Sementara itu, zakat tidak hanya menjadi kewajiban sosial, tetapi juga alat untuk memperbaiki kondisi ekonomi umat secara kolektif. Kedua ibadah ini, jika dipahami dan diamalkan dengan baik, mampu mengatasi berbagai tantangan sosial dan ekonomi yang dihadapi oleh umat Islam.

Tidak kalah pentingnya, tazkiyatun nafs atau penyucian jiwa juga menjadi aspek fundamental dalam Islam. Proses ini membantu umat Islam untuk meningkatkan kualitas spiritual dan moral mereka. Prof Hamid menjelaskan bahwa tanpa tazkiyatun nafs, seseorang akan kesulitan mencapai kedamaian batin, yang menjadi kunci kesuksesan dunia dan akhirat. Dalam konteks ini, umat Islam perlu menanamkan kesadaran bahwa penyucian jiwa adalah bagian integral dari proses menjadi Muslim yang sejati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun