Di tengah pergulatan ibadah puasa Ramadan, sering kali muncul pertanyaan tentang siapa yang boleh dan tidak boleh berpuasa. Salah satu perdebatan yang sering muncul adalah tentang wanita hamil dan menyusui. Mengapa mereka diperbolehkan meninggalkan puasa menurut ajaran Islam?
Menurut ajaran Islam, wanita hamil dan menyusui diperbolehkan untuk meninggalkan puasa sebagai bentuk kemanusiaan dan perlindungan terhadap kesehatan ibu dan bayi yang dikandung. Dasar hukumnya tertuang dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 185 yang berbunyi: "Maka barangsiapa di antara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain."
Ayat ini menegaskan bahwa orang yang sedang sakit atau dalam perjalanan diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Wanita hamil dan menyusui dapat dianggap dalam kategori yang sakit atau membutuhkan perlindungan khusus, sehingga mereka diperbolehkan meninggalkan puasa.
Selain itu, hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim juga menegaskan bahwa Rasulullah Muhammad SAW memberikan kelonggaran kepada wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa jika mereka khawatir akan membahayakan diri mereka sendiri atau bayi yang mereka kandung. Hal ini sejalan dengan prinsip Islam yang menempatkan keselamatan jiwa dan kesehatan sebagai prioritas utama.
Dr. Aisyah El-Kobeh, seorang ahli agama Islam di Universitas Al-Azhar, menjelaskan bahwa dalam Islam, kesehatan ibu dan bayi memiliki nilai yang sangat tinggi. "Allah mengajarkan kita untuk merawat dan melindungi kehidupan, termasuk kehidupan yang masih dalam kandungan dan yang baru dilahirkan," katanya.
Keputusan untuk tidak berpuasa bagi wanita hamil dan menyusui juga diperkuat oleh konsensus ulama dari berbagai mazhab dalam Islam. Mereka sepakat bahwa wanita hamil dan menyusui memiliki hak untuk meninggalkan puasa jika berpuasa dapat membahayakan kesehatan mereka atau kesehatan bayi yang mereka kandung.
Namun demikian, para ulama juga menekankan bahwa bagi wanita hamil dan menyusui yang memilih untuk tidak berpuasa, mereka harus membayar fidyah sebagai ganti dari puasa yang mereka tinggalkan. Fidyah ini berupa memberi makan seorang miskin untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.
Dalam konteks ini, kebijakan Islam menunjukkan kebijaksanaan dan kepedulian terhadap kondisi kesehatan individu, terutama wanita hamil dan menyusui. Hal ini mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan dalam ajaran Islam yang menempatkan kesejahteraan dan keberlangsungan hidup manusia sebagai prioritas utama.
Dengan demikian, pemahaman mengenai kelonggaran berpuasa bagi wanita hamil dan menyusui dalam Islam bukanlah semata-mata tentang pemenuhan kewajiban ibadah, tetapi juga tentang perlindungan terhadap kehidupan dan kesehatan, sejalan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan yang diajarkan dalam agama Islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H