Kalimantan merupakan salah satu pulau di Negara Indonesia yang memiliki julukan "paru-paru dunia". Hal ini dikarenakan Kalimantan memiliki berbagai kekayaan dan keindahan alam yang terjaga dan lestari. Namun akhir-akhir ini Kalimantan menjadi ketertarikan tersendiri bagi pemerintah Indonesia untuk menjadi wadah dalam menampung Ibu Kota Negara Indonesia. Jakarta, sebagai ibu kota negara saat ini dianggap sudah tidak lagi layak untuk dijadikan pusat dari Indonesia. Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian dalam Negeri, tercatat bahwa DKI Jakarta dengan luas area 644 km ditinggali oleh 11,25jt penduduk. Berdasarkan data ini kepadatan penduduk Jakarta mencapai 16,937 orang/km dan 501,92 diantaranya mengalami kemiskinan.Â
Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia memilih Kalimantan sebagai IKN (Ibu Kota Negara) dengan alasan lahan yang masih luas, kekayaan alam bebas yang belum dimanfaatkan, serta lingkungan yang memadai. Namun walaupun dengan alasan tersebut bukannya mendapat dukungan, pemerintah Indonesia malah menimbulkan berbagai pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia. Banyak masyarakat Indonesia yang tidak setuju dengan adanya perpindahan IKN dari Jakarta ke Penajam, Kalimantan Timur. Tidak hanya penolakan terhadap perpindahan, nama Nusantara yang dicetuskan oleh Presiden Joko Widodo untuk IKN juga dianggap ketinggalan zaman oleh masyarakat. Hal ini menjadikan perpindahan Ibu Kota Negara saat ini mengalami beberapa pertimbangan sebagai berikut:Â
Kerusakan Alam
Dengan adanya perpindahan Ibu Kota Negara Indonesia dari Jakarta ke Penajam, Kalimantan Timur, otomatis akan menjadikan daerah tersebut dibangun oleh infrastruktur dan gedung-gedung. Pembangunan ini dianggap masyarakat akan merusak alam dan lingkungan sekitar yang sebelumnya lestari. Selain itu, satwa-satwa liar yang berada disekitar daerah tersebut juga akan kehilangan tempat tinggal mereka dan tergantikan oleh tempat tinggal manusia.
Terjadinya Kesenjangan Sosial
Selain kerusakan alam, kerusakan kehidupan sosial juga ditakutkan masyarakat akan terjadi sebagai dampak dari  perpindahan IKN ke Kalimantan. Perpindahan Ibu Kota menimbulkan kemungkinan besar  terjadinya migrasi atau perpindahan penduduk. Penduduk yang pindah dari Jakarta juga dapat dipastikan berasal dari kalangan menengah atas yang memiliki kepentingan pekerjaan atau ingin keluar dari berbagai huru-hara di Jakarta. Hasil dari migrasi ini menjadi momok menakutkan bagi masyarakat Kalimantan karena harus bersaing dengan kalangan menengah atas tersebut. Akibat dari persaingan ini juga ditakutkan akan menimbulkan kesenjangan sosial di kalangan masyarakat.
Masalah Lain yang Belum Selesai
Yang juga menjadi alasan penolakan masyarakat terhadap perpindahan IKN adalah banyaknya masalah lain yang lebih penting untuk diselesaikan sebelum melakukan perpindahan ibu kota. Salah satu masalah tersebut adalah kasus Covid-19 yang marak pada tahun 2020 silam. Kasus ini merupakan kasus urgent dan harus terlebih dahulu diselesaikan pemerintah sebelum membicarakan masalah perpindahan Ibu Kota. Selain itu kasus korupsi di Indonesia juga masih banyak terjadi sehingga kepercayaan masyarakat terhadap perubahan ibu kota masih belum didapatkan pemerintah.
Nama " Nusantara"
Selain menolak perpindahan ibu kota, masyarakat juga menolak perubahan nama ibu kota menjadi nama "Nusantara". Penamaan yang diusulkan Presiden RI Joko Widodo ini dianggap terlalu ketinggalan zaman atau kuno dan cukup bertolak belakang dengan tujuan pembangunan ibu kota modern di Kalimantan. Walaupun bukan masalah besar namun hal ini tetap harus menjadi concern pemerintah dalam masalah IKN ini.
Ketidakpastian Infrastruktur
 Pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendukung Ibu Kota baru dapat menimbulkan ketidakpastian. Masyarakat khawatir bahwa proyek-proyek tersebut mungkin tidak terselesaikan tepat waktu atau bahkan menghadapi kendala keuangan. Hal ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan ketidakpastian dalam kehidupan sehari-hari masyarakat setempat.Â
Dampak Terhadap Budaya Lokal
Perubahan drastis dalam lingkungan sosial dan ekonomi dapat berdampak pada budaya lokal. Masyarakat khawatir bahwa nilai-nilai tradisional dan warisan budaya daerah tersebut dapat tergerus oleh modernisasi dan arus urbanisasi yang diakibatkan oleh perpindahan Ibu Kota. Mereka merasa perlu untuk menjaga dan melestarikan identitas kultural mereka.Â
Isu Transportasi dan Aksesibilitas
Migrasi besar-besaran dan peningkatan jumlah penduduk dapat menimbulkan tantangan serius terkait transportasi dan aksesibilitas. Kemungkinan peningkatan kemacetan, tekanan pada infrastruktur transportasi, dan keterbatasan akses menuju daerah baru menjadi perhatian utama. Hal ini dapat berdampak negatif pada mobilitas masyarakat dan aktivitas ekonomi.
Perpindahan Ibu Kota Negara Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan Timur merupakan salah satu keputusan yang bisa jadi membawa perubahan menuju Indonesia yang lebih maju. Akan tetapi terdapat banyak PR yang harus diselesaikan pemerintah Indonesia dalam masalah ini. Salah satunya adalah meyakinkan masyarakat agar tidak melakukan penolakan terhadap pembangunan. Oleh karena itu perpindahan ibu kota ini merupakan isu penting yang harus dipersiapkan dengan matang sebelum dilakukan eksekusi agar efektif.
Terlepas dari potensi keuntungan strategis yang dapat diambil dari media, perpindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan juga membawa dampak sosial yang patut diperhatikan. Salah satu isu yang muncul adalah potensi terjadinya kesenjangan sosial. Seiring perpindahan tersebut, terdapat kemungkinan besar migrasi atau perpindahan penduduk dari Jakarta ke Kalimantan. Penduduk yang melakukan perpindahan ini diperkirakan berasal dari kalangan menengah atas, yang mungkin memiliki kepentingan pekerjaan atau mencari lingkungan yang lebih kondusif.Â
Dampaknya adalah potensi persaingan yang lebih ketat di kalangan masyarakat Kalimantan, yang dapat menyebabkan kesenjangan sosial antara penduduk asli dan pendatang, terutama dalam hal ekonomi dan akses ke sumber daya. Selain itu, masyarakat juga menyoroti bahwa perpindahan IKN terkesan tidak mempertimbangkan masalah yang lebih mendesak, seperti pandemi Covid-19 yang melanda pada tahun 2020. Perhatian publik cenderung tertuju pada penanganan kasus-kasus darurat seperti pandemi, yang dianggap lebih mendesak untuk diselesaikan sebelum memprioritaskan perpindahan Ibu Kota.Â
Selain masalah kesehatan, masyarakat juga menyoroti tingginya tingkat korupsi di Indonesia yang masih menjadi isu utama yang belum terselesaikan sepenuhnya. Hal ini menciptakan ketidakpercayaan terhadap kebijakan pemerintah terkait perubahan Ibu Kota. Polemik terkait penamaan baru "Nusantara" untuk ibu kota yang diusulkan oleh Presiden RI Joko Widodo juga menambah kompleksitas dalam penerimaan publik terhadap perpindahan IKN.Â
Meskipun mungkin bukan masalah besar, namun perhatian terhadap nama ini mencerminkan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan terkait pembangunan Ibu Kota baru di Kalimantan. Seluruh kompleksitas ini menunjukkan perlunya pemerintah untuk memperhitungkan dan merespons masukan serta kekhawatiran masyarakat dalam memastikan perpindahan Ibu Kota berjalan sesuai dengan kepentingan dan keinginan bersama.
Penting untuk memahami bahwa tingginya tingkat korupsi dan polemik seputar penamaan "Nusantara" tidak hanya mencerminkan kekhawatiran masyarakat terhadap perpindahan Ibu Kota Negara (IKN), tetapi juga menyoroti kebutuhan akan transparansi, partisipasi publik, dan akuntabilitas dalam proses pengambilan keputusan pemerintah. Isu korupsi menjadi sorotan utama karena masyarakat merasa bahwa penanganan kasus-kasus korupsi yang belum terselesaikan sepenuhnya menciptakan ketidakpercayaan terhadap integritas pemerintah.Â
Ketidakpastian dan polemik terkait penamaan "Nusantara" menjadi cerminan pentingnya mengakomodasi aspirasi dan preferensi masyarakat dalam proses pembangunan IKN. Meskipun mungkin terlihat sebagai hal kecil, namun penamaan ini memiliki dampak simbolis yang signifikan dalam membentuk identitas dan karakter Ibu Kota baru. Pemerintah perlu memahami bahwa menerima masukan masyarakat, bahkan dalam hal-hal yang mungkin dianggap sepele, dapat membentuk rasa memiliki dan dukungan yang kuat dari publik. Seluruh kompleksitas yang muncul menunjukkan bahwa perpindahan IKN bukan hanya sekadar proyek infrastruktur fisik, tetapi juga sebuah perubahan sosial dan kultural yang melibatkan keberlanjutan, partisipasi aktif masyarakat, dan upaya pemerintah untuk membangun kepercayaan.Â
Dalam konteks ini, pemerintah perlu mengadopsi pendekatan komprehensif yang memperhitungkan seluruh aspek, mulai dari isu korupsi hingga keinginan masyarakat terhadap identitas Ibu Kota baru, guna memastikan bahwa perpindahan IKN tidak hanya memberikan manfaat fisik, tetapi juga mendapatkan dukungan dan penerimaan luas dari masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H