Ini bukan tips agar Anda jadi pejabat, tapi lebih kepada tuntutan saya sebagai rakyat jelata. Ya, semacam surat terbuka kepada orang-orang yang berambisi menjadi penguasa.
***
Memiliki ambisi menjadi penguasa itu bukan sesuatu yang terkesan negatif. Selain amanat, menjadi pejabat merupakan berkat. Karena, tidak semua orang dikaruniai bakat mengurus urusan rakyat.
Seorang raja hingga pemimpin tingkat desa adalah manusia pilihan yang sengaja dipilih atau terpilih karena keturunan, bukan hanya karena kesengajaan namun juga tuntutan keadaan. Apa jadinya sekumpulan manusia tanpa seorang pemimpin sebagai penentu keputusan?
Nah, ketika Anda memiliki ambisi menjadi penguasa maka mengangkat martabat rakyat jelata harus menjadi tujuan utama. Jika itu menjadi tujuan, maka perilaku Anda pun akan mengarah ke sana.
Penguasa _di tingkat apa pun_ memiliki martabat melebihi yang lain. Tapi, bukan berarti harus merendahkan yang lain.
Nah, itu poinnya. Jika terbersit dalam pikiran Anda untuk merendahkan rakyat jelata maka tidak usah berharap agar mendapatkan dukungan untuk menjadi penguasa. Orang yang menganggap rendah orang lain maka dia akan bersikap "merendahkan".
Tidak menghargai manusia lain selayaknya manusia, tidak akan sanggup bertahan lama sebagai penguasa. Bukankah rakyat kebanyakan adalah pendukung setia Anda? Kalau mereka tidak dihargai, jangan salahkan mereka tidak menghargai Anda pula.
Menghargai rakyat jelata sebagaimana manusia, tidak akan menganggapnya lebih rendah dari diri si penguasa. Misalkan, pendidikan kebanyakan orang jauh lebih rendah dari si penguasa bukan berarti kata-katanya tidak punya makna. Toh, rakyat jelata juga punya cara untuk menentukan hidupnya meskipun berbeda cara.
Pengalaman dan pengetahuan manusia bisa menjadi pelajaran berharga. Walaupun pendidikan atau kekayaan jauh lebih rendah dari penguasa, tetapi rakyat jelata sebenarnya punya hasrat untuk hidup lebih tertata. Semua orang punya "konsep" bagaimana mengatur negara walaupun dengan bahasa yang berbeda.
Tidaklah heran jika ada yang sanggup bertahan hidup diperintah secara otoriter. Atau sebaliknya, ada yang lebih nyaman hidup dengan cara demokratis. Itu semata-mata karena alasan praktis ... bukan teoritis.
Tidaklah heran jika ada raja yang tetap bertahan hingga beberapa keturunan. Tapi, pejabat yang dipilih secara demokratis bisa tumbang dalam waktu singkat karena minim dukungan.