Awalnya, saya bertanya-tanya , apa gunanya memotret satwa liar kemudian dibagikan di media sosial. Selain untuk hobi, apa lagi?
Bercita-cita untuk melakukan konservasi, saya merasa itu cita-cita yang terlalu idealis. Di desa saya, menjaga burung liar belum menjadi bagian dari budaya. Malah sebaliknya, memburunya dan menjadikan hewan peliharaan masih menjadi kebanggaan.
Ah, pokoknya saya suka memotret hewan liar. Itu saja yang ada dalam pikiran.
Tapi, beberapa hari lalu saya didatangi komunitas pecinta alam liar. Mereka datang jauh-jauh dari Ibu Kota. Tujuannya, hanya ingin memotret burung liar yang sering saya temui hinggap di pagar. Artinya, burung itu sangat akrab dengan kehidupan keseharian.
Dari sana, saya mulai merasa jika apa yang dilakukan selama ini "ada gunanya". Ketika memperhatikan mereka terlihat senang memotret burung-burung itu, dalam hati bergumam "Oh, ini kegunaannya saya menyebarkan informasi alam sekitar ke dunia luar!"
Selama ini tidak banyak kata-kata yang terlontar untuk menghadang orang-orang yang suka berburu hewan liar. Tidak ada peraturan perundangan yang bisa menjadi dasar hukum atas argumen yang disampaikan.
Namun, semoga dengan cara yang "pelan tapi elegan" bisa mengubah persepsi warga akan satwa liar. Karena, terus terang saja saya bukan orator yang bisa menjadi motor bagi perubahan peradaban. Dalam kehidupan yang luas ini, kami hanya noktah kecil yang tidak terlihat.
***
Mulai saat ini, betapa saya bisa menunjukan jika masih ada "harta berharga" di desa. Berharga dalam arti harfiah atau dalam arti kiasan. Anugerah luar biasa dari Yang Maha Kuasa dimana selama ini melupakannya.
Semoga pada akhirnya, ada sesuatu yang berubah. Stigma terhadap kehidupan desa yang biasa saja, menurut orang di luar sana ternyata luar biasa.