Apa sih tujuan kita membentuk sebuah negara bernama Indonesia?
Pertanyaan itu bukan harus dijawab oleh para Profesor bidang sosial politik atau politisi di gedung DPR. Mereka akan membeberkan jawaban yang bersumber dari teks-teks resmi kenegaraan.
Pertanyaan itu harus dijawab oleh semua orang di negeri ini, tentu saja tanpa 'mencontek' buku Undang-undang Dasar 1945. Jawaban itu mesti datang dari hati orang-orang seperti kami para petani, tukang kayu atau para nelayan di Pantai Selatan.
Jawaban dari sebuah pertanyaan mendasar sehingga datang dari lubuk hati yang paling dalam. Bukan sebuah jawaban yang sifatnya hapalan seperti ujian anak sekolahan.
Bila saya ditanya dengan pertanyaan itu maka saya akan menjawab bahwa tujuan kita membentuk negara adalah "agar kita bisa sejahtera dunia dan akhirat".
***
Masalah mendasar ini sering menggelitik karena  begitu banyak manusia Indonesia berlomba mempertahankan pendapatnya.  Ada yang mengemukakan hal yang sifatnya ideologis, Pancasilais dan menolak keras Komunis. Ditengah minimnya pengetahuan, saya semakin dibingungkan dengan "konsep negara" ini.
Sedari kecil saya diajari nilai-nilai luhur bangsa ini namun realita sering jauh dari kata-kata. Di media massa, orang melakukan perlawanan terhadap ideologi yang menggoyahkan negeri tetapi di satu sisi nyaris tidak menyodorkan solusi. Ketika ideologi diganggu, wajar orang berteriak menolak. Tetapi ketika orang desa menuntut kesejahteraan, semua kebingungan bagaimana mendatangkannya.
Saya jadi mempertanyakan kembali "masih relevankah kita terus berseteru masalah ideologis ketika kesejahteraan itu tidak kunjung datang?".
Buat saya, mendatangkan kesejahteraan itu bukan harus terus berdebat bahkan bertengkar mempertentangkan hal-hal yang mengawang-ngawang tetapi menunjukan karya nyata yang kita bisa. Bagaimana caranya, terserah Anda. Setiap manusia diberi kuasa dan karsa untuk bisa membuat kehidupannya lebih sejahtera.
Perdebatan ideologis hanya akan menjadi bahan tontonan atau malah bahan ejekan. Ya, warga hanya melihat perdebatan ideologis hanya cara untuk mencari simpati bukan mencari solusi.
Silakan tanya kepada saudara-saudara kita yang menjadi TKI ke Hongkong, apakah mereka mempertimbangkan faktor ideologi dalam memilih tujuan tempat kerja. Atau, silakan tanya orang yang pergi ke Arab Saudi, apakah faktor ideologi menjadi pertimbangan?