Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mesin Tik, Saksi Pengabdian Seorang Pendidik

4 Juli 2020   06:40 Diperbarui: 4 Juli 2020   07:28 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Mesin tik menjadi saksi perubahan zaman dari serba manual ke serba digital. Dia juga menjadi saksi betapa perubahan pun terjadi pada dunia pendidikan.

***

"Tak...tik...tak....tik"

Waktu itu saya masih anak-anak ketika suara khas mesin tik menghiasi pagi dan malam di rumah kami. Bapa, nampaknya asyik dengan suara itu dan begitupun saya.

Sesekali, saya menghampiri Bapa yang sedang duduk di belakang meja. Memperhatikan kertas yang berjalan mondar-mandir nampak lucu seperti kereta api. Apalagi kalau di akhir baris ada suara "ting" sebagai tanda jika ujung kertas sudah dekat.

Jari-jemari Bapa yang cekatan, terlihat membingungkan. Matanya fokus memperhatikan setiap huruf yang tercetak di kertas. Pita hitam atau terkadang merah, nampak seperti tirai yang ditarik dari ujung ke ujung.

Oh, betapa cetakan kata demi kata penuh perjuangan. Menghapusnya sebisa mungkin tidak dilakukan. Karena, tidak semudah komputer yang tinggal tekan tombol 'delete'.

Mesin tik itu masih ada hingga hari ini. Dia menjadi barang antik. Unik dan menggelitik ketika hari ini Bapa lebih suka menggunakan ponsel pintar untuk 'mengajar' anak-anak dari jarak jauh.

Jika dahulu soal-soal atau materi pembelajaran harus diketik terlebih dahulu, difotokopi kemudian dibagikan ke anak murid maka sekarang semua itu tinggal 'klik' sana-sini.
Suara berisik namun berirama itu kini tidak terdengar lagi. Tetapi, keluhan tentang biaya kuota internet lebih sering terdengar.

Mengajar anak-anak muridnya dari rumah jelas jauh berbeda dengan dahulu ketika tatap muka masih berlaku. Kata-kata yang tercetak di kertas sudah ketinggalan zaman. Saat ini, foto dan video hasil belajar bisa ditransfer lewat jaringan internet berkecapatan 'rendah'. Ya, resiko hidup di daerah dikala semua masih serba susah.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun