Tren bekerja di rumah nampaknya akan terus berlanjut malah semakin meluas. Apalagi jika adik-adik kita saat ini, sudah terbiasa belajar dari rumah nampaknya akan terbiasa juga bekerja di rumah.Â
Saya pikir, himbauan untuk belajar di rumah  malah menjadi pijakan dasar untuk menyesuaikan cara belajar kita selama ini. Karena, bekerja pun bisa dilakukan di rumah.
Belajar di rumah, bukan PR sebagaimana pelajaran tambahan yang selama ini dipahami. Belajar di rumah, bisa berarti juga kalau apa yang dilakukan dirumah adalah sebuah pelajaran.
Pemikiran ini timbul ketika saya mendengar keluhan Ibu-ibu di kampung saya karena anak gadisnya sudah tidak bisa lagi membantu membereskan rumah dan mengasuh adiknya. Padahal, itu adalah kebiasaan para ibu  itu dahulu ketika masih seusia anaknya.
Bagi saya, ini semacam evaluasi atas sistem belajar anak-anak Indonesia yang semakin "terpusat di sekolah". Pelajaran orang tua di rumah, nampaknya tidak menjadi hal utama lagi karena tidak masuk "buku raport".
Jika dahulu saya sekolah hanya sampai tengah hari, anak sekarang di sekolah sampai sore hari. Datang ke rumah sudah kecapean, tidak ada energi untuk membantu pekerjaan orang tua.
Jika dahulu, saya ikut mencari rumput untuk ternak sehabis pulang sekolah. Maka, anak sekarang lebih nyaman dengan gajetnya. Para orang tua tidak tega untuk menyuruh ini-itu karena kelihatan sudah kecapean.
Menunggu akhir pekan untuk membantu Ibu-Bapa di sawah, tetapi kayaknya anak-anak lebih suka bermain sama temannya. Wajar, beberapa hari sebelumnya mereka kebanyakan 'terkurung' di sekolah.
***
Bukannya so' tahu, tetapi saya mencoba memahami hikmah dari kejadian yang sedang melanda negeri ini. Ketika keramaian tidak diperkenankan, bahkan di lembaga pendidikan maka  kita harus bisa mencari "alternatif" untuk mencapai tujuan kehidupan.
Bagi saya yang suka belajar di rumah, malah senang karena bisa mengeksplor banyak hal. Mulai dari membaca koleksi buku Bapa saya hingga belajar dari alam sekitar.