Muka peradaban dunia bukan hanya Barat. Â Timur juga layak dipelajari. Budaya tidak lagi menjadi dominasi Barat, Timur pun layak dijadikan rujukan.
***
Kalau Menteri Agama menganjurkan anak sekolah untuk belajar Bahasa Mandarin, saya bisa memahami alasannya. Memahami Cina sebagai salah satu pusat peradaban dunia, ya tentu saja mempelajari bahasanya.
Membuka cakrawala berpikir suatu bangsa jelas harus memahami apa yang mereka 'katakan'. Untuk bisa tahu kenapa mereka menjadi maju, terlebih dahulu memahami cara mereka berpikir.
Meniru Cina bukanlah suatu hal yang tepat tetapi mempelajarinya menjadi kegiatan yang lumrah. Sebagaimana warga negeri ini mempelajari 'segala hal' dari Barat, dari dulu.
Di sekolah, kurikulum belajarnya didominasi ilmu dari Barat. Bukan hal yang salah, hanya saja masih banyak yang sulit untuk diterapkan karena begitu jauhnya perbedaan budaya.
Landasan filosofi Barat terlalu jauh dengan cara kita berpijak di bumi. Tak apalah memalingkan muka barang sejenak dan menatap Timur sebagai sumber pengetahuan dan kebijaksanaan. Filosofi hidup orang Cina dalam hal terkecil masih bisa ditiru orang-orang yang tinggal di pedesaan.
Contoh yang sering saya temui adalah bagaimana orang Cina bisa membangun desanya menjadi begitu makmur dan tertata. Apabila dalam konteks pembangunan ala Barat maka sejarah sebagai pijakannya terlalu jauh berbeda.
Di negara-negara Eropa dan Amerika Utara juga Australia, tanah dimiliki oleh individu begitu luas. Berbeda dengan di Asia, termasuk Cina, orang desa jarang ada yang memiliki tanah yang begitu luas.
Atas dasar itu, cara orang Barat memanfaatkan potensi alam pedesaan berbeda dengan masyarakat kita. Betapa sulit mengolah tanah yang sempit dan terkotak-kotak, masih jauh dari 'menguntungkan'.
Saya tidak mengajak Anda untuk mempelajari hal yang "rumit" tentang Cina. Sekup terkecil dalam hidup yakni "lingkungan tempat tinggal", layak dijadikan pelajaran penting dan berharga. Pelajaran itu mesti dikenalkan sejak kecil pada anak-anak.