Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membuat Undang-undang tentang Pembatasan Robot

21 November 2018   20:47 Diperbarui: 22 November 2018   11:29 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : zdnet1.cbsistatic.com

Namun, yang cukup "menyedihkan" adalah ketika pekerjaan yang menggunakan otak pun diganti oleh robot. Sebut saja pekerja yang menginput data di perusahaan. Dengan kecanggihan teknologi, data-data bisa diolah secara otomatis dan dalam waktu singkat dapat diperoleh hasilnya.

Sebut saja kasir di supermarket. Tugasnya memasukan data transaksi penjualan setiap harinya. Dengan robot, data transaksi secara otomatis masuk ke dalam sistem perusahaan.

Bahkan, pegawai kantoran yang diidamkan banyak orang pun bisa digantikan oleh robot. Sistem perusahaan tidak hanya berdasarkan keunggulan sumberdaya manusia. Kecerdasan buatan yang menawarkan peningkatan keuntungan bisa merayu investor untuk menanamkan modalnya untuk sektor ini. Bahasa sederhananya, jika pekerjaan manusia bisa ditangani dengan mesin, kenapa tidak menggunakan robot saja.

Apakah Pengusaha Peduli dengan Masalah Pengangguran?

Jika situasi "eksodus" pekerja virtual ini terjadi dengan massif, apakah masalah pengangguran bisa terhindari? Saya sih husnudzon saja jika pengusaha peduli dengan masalah pengangguran ini. Namun dilema, jika masalah pekerja yang "banyak tuntutan" ingin cepat diatasi, ya menggunakan robot dijadikan solusi.

Ketika tuntutan pembukaan lapangan kerja digaungkan para politisi, namun robotisasi sedang terjadi. Saya tidak sedang membicarakan situasi di Indonesia tetapi secara global saja. Pengurangan jumlah pekerja akibat robotisasi seakan dilimpahkan pada Pemerintah. Atau, membiarkan saja para pencari kerja bergelut sendiri dengan situasi sulit yang sedang mereka hadapi.

Dalam bayangan saya, investasi berarti membuka lapangan kerja baru. Tetapi, ketika sudah ada robot apakah lapangan kerja benar-benar terbuka lebar?

Ini mah kecurigaan saya saja, masalah perburuhan yang berlarut-larut sengaja dipelihara dan dibuat akut sebagai alasan untuk mempercepat robotisasi. Tapi, semoga kecurigaan saya ini tidak terbukti. Semoga saja pekerja dan pengusaha benar-benar berkolaborasi untuk meningkatkan produksi.

Masalah sosial yang timbul karena pengangguran memang lumayan mengkhawatirkan. Namun, di negara kapitalis-demokratis seperti Indonesia seorang manusia dituntut untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Manusia dianggap unggul jika dia bertahan di tengah persaingan yang jelas tidak 'fair'. Disatu sisi, ada para pencari kerja dengan kualifikasi tinggi dan sangat dihargai. Disisi lain, ada para pekerja yang sekedar "dihargai tenaganya saja".  Ketika ada yang kalah, maka frustasi membuat keruh situasi. Tujuan kita untuk bernegara sekedar "basa-basi".

Ada Kelas Baru Dalam Strata Sosial

Robot baru saja mendirikan kelas sosial baru dalam masyarakat. Ukurannya tentu saja bukan jumlah kekayaan, tetapi "dibutuhkan" dimana kebalikannya adalah "tidak dibutuhkan".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun