Penulis :
1. Muhammad Ulil Absor (Mahasiswa S1 Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang)
2. Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang)
Sistem kontrak dan outsourching yang sudah menjadi fenomena global beberapa tahun terakhir dijiwai oleh tuntutan fleksibilitas pasar kerja dari para pelaku usaha untuk tetap kompetitif di pasar global. Pengertian Outsourching/alih daya adalah penyerahan akitifitas perusahaan kepada pihak luar atau penyedia jasa yang tercantum dalam perjanjian kontrak. Sistem ini muncul dalam bentuk hubungan kerja yang lebih longgar antara pengusaha dan buruh berdasarkan sistem kontrak dengan tidak menghilangkan hak-hak normatif buruh. Dalam UU No. 13 Tahun 2003 sistem kerja kontrak dan oursourching dilegalkan dengan cara diatur dalam pasal tersendiri. Penyempurnaan undang-undang ketenagakerjaan turut berperan serta secara aktif dalam upaya menumbuhkan investasi di Indonesia.
Melihat kondisi ketenagakerjaan di Indonesia saat ini dengan semakin sempitnya lapangan pekerjaan, kurangnya kompetensi dan keahlian menjadikan para pekerja memilih untuk menerima kondisi sistem kerja kontrak dan outsourching tersebut. Namun demikian kenyataan ini yang sedang terjadi dan memberikan dampak langsung terhadap pengembangan ekonomi Indonesia saat ini.
Keberadaan sistem kontrak dan outsourching tidak dapat dihilangkan begitu saja namun ada baiknya dibenahi aturan agar lebih terciptanya kepastian hukum bagi pengusaha maupun pekerja. Saat ini praktik outsourching dan sistem kontrak seringkali terjadi penyimpangan, seperti diskriminasi upah antara pekerja perusahaan principal (pekerja tetap) dengan pekerja perusahaan outsourching (umumnya pekerja kontrak). Ini disebabkan secara hukum tidak ada hubungan stuktural antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan para pekerja sebab yang menjadi majikan bagi pekerja tersebut bukan perusahaan principal tapi perusahaan outsourching. Namun hal ini bisa dihindari selama para pihak menyadari kepentingan masing-masing.
Penyerahan pekerjaan tersebut dilakukan atas dasar perjanjian kerjasama antara opersional antara perusahaan pemberi kerja (principal) dengan perusahaan penerima pekerjaan (perusahaan outsourching). Dalam praktik perusahaan principal menetapkan kualifikasi dan syarat-syarat kerja dan atas dasar itu perusahaan outsourching merekrut calon tenaga kerja. Hubungan hukum pekerja bukan dengan perusahaan principal tetapi dengan perusahaan outsourching. Dalam kaitannya dengan ini, ada tiga pihak dalam sistem outsourching yaitu :
1. Perusahaan principal (pembeli kerja)
2. Perusahaan jasa outsourching (penyedia tenaga kerja)
3. Tenaga kerja.
Dalam hal ini pihak jasa outsourching harus memberikan penjelasan kepada tenaga kerja hak dan kewajiban selama kontrak kerja berlangsung, dan selama tenaga kerja tesebut menandatangi surat perjanjian kontrak kerja, maka kesepakatan antara pekerja dan perusahaan jasa outsourching itu adalah sah dan mengikat secara hukum, hal ini sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata dan asas konsensualisme.
Dalam pelaksaan sistem outsourching ini sebaiknya perusahaan principal memberikan pelatihan pekerjaan khusus seusai dengan bidang pekerjaan yang dibutuhkan oleh perusahaan sehingga penempatan tenaga kerja itu sesuai dengan keahliannya. Besaran upah biasanya ada perbedaan dengan pegawai principal namun biasanya  patokan UMR menjadi dasar perusahaan principal dalam penentuan gaji.
Untuk mengikutsertakan dalam program BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan hal ini harus disepakati antara perusahaan principal dan perusahaan jasa outsourching, yang terjadi saat ini program BPJS ini menjadi tanggung jawab perusahaan jasa outsourching. Program BPJS ataupun Asuransi Kesehatan merupakan hak dari pekerja yang harus di penuhi.
Pemanfaatan tenaga kerja outsourching untuk membantu sebagian pekerjaan demi meningkatkan kapasitas perusahaan sehingga dapat menghasilkan laba besar bagi perusahaan yang dalam hal perusahaan principal harus siap dengan segala konsekuensinya dalam arti saat perusahaan memutuskan untuk memperkerjakan tenaga outsourching maka perusahaan harus siap menerikan kompensasi untuk tenaga kerja outsourcing. Dengan kebijakan mempekerjakan tenaga outsourching sesuai kebutuhan dan keahliannya pekerjaan dapat terselesaikan, perusahanaan mendapatkan untung dan kesejahteraan pekerja terpenuhi sehingga perekonomian juga akan meningkat pada umumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H