Mohon tunggu...
Muhammad Toha
Muhammad Toha Mohon Tunggu... profesional -

Seorang kuli biasa. Lahir di Banyuwangi, menyelesaikan sekolah di Bima, Kuliah di Makassar, lalu jadi kuli di salah satu perusahaan pertambangan di Sorowako. Saat ini menetap dan hidup bahagia di Serpong--dan masih tetap menjadi kuli.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Islam dan Keragaman Budaya

5 Januari 2018   05:42 Diperbarui: 5 Januari 2018   05:46 1403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 Bahkan untuk menyebut nama saja, setiap tradisi dan bahasa punya versi yang berbeda.  Nama Muhammad misalnya. 

 Di budaya dan bahasa yang berbeda, nama ini disebut dengan lafal dan  ejaan yang berbeda pula. Padahal sosok yang dimaksud sama: Nabi terakhir  dalam keyakinan umat Islam.

 Di Bahasa Urdu, nama Muhammad  dilafalkan menjadi Mohammad atau Ahmad, hampir serupa dengan sebutan  orang Pashto di Pakistan.  Di Azerbaijan ejaannya menjadi Mahammad,   sedangkan di tanah Persia dipanggil Ahmadi. Ingat Ahmadinejab, mantan  Presiden Iran.

 Lidah orang Turki mengeja Muhammad jadi Mehmed  atau Mehmet. Sejarah mencatat Sultan Mehmed II atau tenar dengan nama  Muhammad Al Fatih, salah satu Sultan terbesar Turki Utsmani yang pernah  menaklukkan semenanjung Eropa. Atau kalau ingat pemain bola kebangsaan  Jerman, Mehmet Scholl atau pemain Basket NBA, Mehmet Okur. Nah, nama  depan mereka ini merujuk ke asal yang sama; Muhammad.

 Orang di  Benua Afrika, kebanyakan menyebut Mahadou dengan sejumlah variasi lafal  yang agak serupa. Sementara di Somalia, Muhammad disebut Maxamed. Nama  Mahamadou dengan versi yang serupa, sering kita dengar di lapangan hijau  sebagai pemain bola: Mahadou Diarra, Mahadou Sissoko, atau Mohammadou  Al Hadji. 

 Bangsa Eropa juga punya penyebutan yang berbeda. Orang  Spayol memanggil Mahoma. Di Rusia menjadi Mukhmmad, lidah Portugis  menyebut Maome. Sedangkan orang Bosnia memanggil Muhamed, sementara  Bangsa Chechnya menyebut Magomed, Magomet, atau Mukhamed.  Lidah Eropa  memang agak sulit mengeja nama-nama Arab. Makanya, nama Ibnu Sina  dipanggil Avicenna, Ibu Rusyd menjadi Averoes, atau Al Khawarizmi  disebut Algorisma---cikal bakal Algoritma. 

 Di Indonesia sendiri,  nama Muhammad berubah ejaan dengan penyesuaian lidah lokal. Lidah Bugis  Makassar yang "okkot", menambahkan nama Muhammad dengan akhiran "ng"  menjadi Muhammadong. Persis sama seperti Samsudin yang menjadi  Samsuding, Nurdin jadi Nurding atau makan yang jadi makang! Lidah Bugis  Makassar memang kerap kelebihan "Vitamin NG"!

 Orang Batawi yang  gemar menyingkat nama, mengeja nama ini menjadi Ahmat, yang kemudian  berubah bentuk menjadi Mamat, dan kerap disingkat menjadi Mat. Nama Mat  Solar adalah turunan dari nama Muhammad dengan lidah rasa Betawi.  

 Nama-nama khas Sunda yang  kerap menggunakan huruf "E mepet", seperti  Eneng, Cecep, Asep, Eius, Endang, Atep, Eep, Encep, Engkus dan masih  banyak "E mepet" lainnya, mempengaruhi juga pengejaan nama Muhammad.  Hampir serupa dengan ejaan orang Turki, nama Muhammad versi Tanah  Pasundan berubah jadi Memet atau Memed. Masih ingat kan Yogi S Memet,  mantan Menteri Dalam Negeri di Zaman Orde Baru. 

 Sedangkan orang  Jawa yang terpengaruh huruf honocoroko, menulis nama Muhammad dengan  ejaan lama: Mochamad atau Mohammad. Lafal ini sama seperti orang Jawa  menyebut Allah menjadi Alloh atau Subhanallah menjadi Subhanalloh. Bagi  Wong Jowo, apapun diubah jadi "O". 

 Tapi sekali lagi, begitulah  budaya. Muhammad sebagai rasul adalah sosok yang diimani oleh seluruh  umat Islam. Tak ada selisih dan perbedaan. Tapi Muhammad sebagai sebuah  nama di Jazirah Arab, setelah melintasi gurun dan samudra, ternyata  diserap oleh Bangsa lain dengan penyebutan yang berbeda-beda. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun