Mohon tunggu...
Muhammad Toha
Muhammad Toha Mohon Tunggu... profesional -

Seorang kuli biasa. Lahir di Banyuwangi, menyelesaikan sekolah di Bima, Kuliah di Makassar, lalu jadi kuli di salah satu perusahaan pertambangan di Sorowako. Saat ini menetap dan hidup bahagia di Serpong--dan masih tetap menjadi kuli.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mesjid Ramah Anak: Merancang Masa Depan Islam

21 Maret 2016   20:20 Diperbarui: 21 Maret 2016   20:43 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Soal kehadiran anak di Mesjid, saya teringat sebuah kisah dari Baginda Nabi Muhammad semasa hidup. Sewaktu Nabi menjadi Imam Sholat Isya, Nabi pernah lama sekali bangkit dari sujud, sampai-sampai jamaah lainnya mengira Nabi menerima wahyu dari Allah. Rupanya salah. Nabi kala itu sengaja tak bergerak dari sujudnya, karna cucu Nabi menunggangi pundak Beliau. “Semua itu tidak terjadi. Hanya saja cucuku menaiki punggungku. Aku tidak ingin mengganggunya sampai ia puas melakukannya,” begitu jawab Nabi.

Kisah ini kendati tak bisa ditafsirkan sebagai dalil yang membolehkan Masjid sebagai arena bermain, tetapi kisah ini bisa jadikan rujukan; Mesjid tak harus “steril” dari bocah cilik.

Pun, tak bisa jadi ukuran, kehadiran anak kecil jadi penghalang kekhusukan sholat berjamaah. Sebab saya kira kita semua sepakat, Nabi kala itu tetap khusuk sholatnya, kendati cucu beliau sedang sibuk menaiki punggungnya sewaktu sujud.

Menurut saya, anak-anak yang hidup di masa sekarang, punya tantangan dan godaan yang lebih berat, ketimbang kita yang hidup di zaman TVRI yang isinya kebanyakan pidato Pak Harto. Mungkin saja, kita dulu kerap datang ke Mesjid, lebih karena terbatasnya pilihan tempat dan arena bermain. Jadilah, mesjid selalu ramai sebagai “pelarian” anak yang tak punya pilihan!

Tapi tengoklah anak zaman sekarang. Segala macam permainan telah tersaji hanya dengan modal telunjuk dan jempol. Mereka juga disuguhi beragam tontotan yang lebih menarik dari berbagai saluran televisi. Tempat bermain juga mengepung mereka dari berbagai penjuru mata angin, dengan aneka permaianan yang lebih menarik.

Maka, perkara membawa anak ke Mesjid sedari dini, justru menjadi pekerjaan paling berat saat ini. Sungguh tak mudah membujuk anak-anak yang sedang asyik main game atau nonton TV, untuk jeda sejenak lalu beranjak ke Mesjid. Pengalamanku yang punya buntut 3 bocah, butuh perjuangan berat dan bujuk rayu tingkat dewa. Sulit sekali!

Tapi jika anak-anak itu beranjak ke masjid lalu membuat gaduh, apakah serta merta kita jatuhkan vonis hukuman yang membuat mereka jera dan enggan lagi ke Mesjid?

Apakah untuk menjaga kekhusukan sholat jamaah dewasa, kita lalu menolak kehadiran anak-anak yang justru di tangan merekalah kelak Agama ini akan diteruskan? Atau apakah memang kita lebih senang anak-anak itu bermain di Mall atau anteng di depan TV yang menyuguhkan aneka tontotan tak elok ditiru, ketimbang mereka “bermain” di Mesjid?

Jika anda percaya bahwa masa depan Islam ditentukan sejauhmana Mesjid menjadi Central of Activity, maka skenario itu bakal menuai gagal, jika yang disasar cuma jamaah dewasa saja, serta tak memberi ruang bagi anak dan remaja untuk akrab sedari dini dengan mesjid.

Jika dengan dalih menjaga kesaklaran dan kesucian, lalu anak-anak kita jauhkan dari mesjid, maka bisa jadi 20 atau 30 tahun ke depan, masjid-mesjid kita akan sunyi dan senyap dari orang-orang yang bersujud.

Mesjid tetaplah tempat yang sakral dan kudu dijaga kesuciannya. Sementara anak-anak, tetaplah bocah cilik yang akalnya belum baliq untuk mencerna benar dan salah. Tapi keduanya, bukanlah hal yang harus saling menegasikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun