Baru baru ini bisa kita amati bahwa  ketegangan Russia dan Ukraina kembali memanas setelah Russia mengalokasikan peralatan dan personil militer ke perbatasan Ukraina dengan jumlah yang tidak wajar. Pada tanggal 30 November 2021 yang lalu pihak NATO kembali menyadari bahwa seperangkat alat alat tempur Russia seperti drone,kendaraan lapis baja, dan Artileri serta puluhan ribu personil tentara ditempatkan dan disiagakan diperbatasan Ukraina dalam keadaan siap tempur. Menanggapi ini NATO sendiri bertujuan untuk mengirimkan bala bantuan seperti peralatan tempur dan personil militer ke Ukraina untuk menghalau kekuatan Russia di Eropa timur dan mengingatkan Moskow (Russia) agar tidak mengambil tindakan invasif terhadap Ukraina seperti yang mereka lakukan pada tahun 2014 lalu.
Terlepas dari kasus diatas, pertama-tama saya akan memperkenalkan pemahaman realisme secara mendasar. Realisme secara sederhananya adalah paradigma yang memandang bahwa sejatinya manusia itu merupakan mahluk yang liar yang ingin mengatasi rasa takut mereka dengan menguasai satu sama lain. Pada pemahaman paradigma realisme sendiri, negara merupakan satu-satunya yang memiliki peranan penting dalam menjalankan hubungan internasional disini sebagai suatu sosok yang haus mencari kekuatan demi memenuhi kepentingan nasional bangsa nya.
Lalu dimana letak paradigma realisme sendiri dalam dalam memandang konflik antar Russia dan Ukraina sendiri? Disini saya akan menjelaskan kaitan erat antara paham pesimis (realisme) dan konflik yang melibatkan beberapa negara ini untuk turut berpartisipasi kedalamnya.
Â
Realisme pada hubungan Ukraina dan Russia
 Ketegangan antara Ukraina dan Russia telah menjadi bukti yang konkrit bahwa sejatinya bahwa paradigma realisme masih berjalan. Disini terdapat gambaran bahwa Russia merupakan sosok yang mengancam sebagai suatu kekuatan besar yang ingin mendominasi atau menguasai atas Ukraina melalui sesuatu yang sesuai dengan instrumen atau alat yang biasa digunakan oleh para realis yaitu kekuatan militer. Ukraina di sisi yang sedang merasa terancam atau dilanda akan ketakutan kejadian pencaplokan seperti pada wilayah Krimea beberapa tahun lalu, mencoba untuk melakukan bandwagoning(bersekutu) dengan NATO dan PBB untuk menumbuhkan harapan mereka bertahan melawan agresi.
Realisme klasik
Sengketa apa yang dilakukan oleh Ukraina dan Russia ini sesuai dengan para pemikir realisme klasik (konsep realisme yang pertama) terdahulu. Sejarawan sekaligus filsuf Tuchydides menyatakan bahwa Sejatinya masing masing negara itu saling mencari kekuatan dan kedudukan secara materil maupun politis. Pendapat dari Tuchydides ini terbukti dengan apa yang dipersiapkan oleh Russia sekarang untuk mencoba mendominasi Ukraina. Adapun dari pendapat lain Machiavelli, bahwa negara itu atau seorang pemimpin dari negara harus melakukan atau membuat kebijakan apapun yang dapat menyelamatkan negara nya serta mampu mendapatkan keuntungan untuk kepentingan nasional nya walaupun jika cara tersebut dinilai tidak bermoral sekalipun. Inilah yang dilakukan oleh Russia sekarang yang terbilang mau mengambil tindakan yang ekstrim dengan mengirim militer mereka ke perbatasan. Dan yang terakhir ada Thomas Hobbes yang menganggap manusia itu adalah serigala bagi manusia lainnya,sistem anarkis yang dinyatakan oleh Hobbes ini ditemui memang benar seperti yang kita lihat pada kasus ini.
Sekian dari opini dan pemaparan yang saya sampaikan, sejatinya, paradigma realisme ini akan terus menerus relevan dengan kehidupan politik luar negeri era kita sekarang, karena kita masih mendapati adanya perlombaan senjata bahkan pada zaman kekuatan ekonomi ini sekalipun yang bisa terbilang masih memungkinkan terdapat nya hasrat dari suatu negara untuk menguasai yang lainnya demi memenuhi kepentingan nasional mereka melalui tindakan militer sebagai solusi akhir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H