geli membaca "kegenitan" anggota dewan. apa perlunya mereka dengan dana aspirasi. seolah-olah semua kegiatan harus didanakan. sepertinya, tak ada aktivitas dewan yang zonder dana. jika dihitung mulai dari persiapan pemilu, pelaksanaan pesta demokrasi hingga evaluasinya maupun pelantikan mereka yang terpilih, demokrasi indonesia memang sangat mahal. asli, mahal bingits. kita bicara triliunan.
lalu apakah demokrasi kita menjadi lebih baik?. yakinkah legislatif menjadi lebih efektif? apakah kita menyaksikan politisi-politisi yang lebih membumi?. ataukah aspirasi rakyat sebagai konstituennya lebih mudah tersalurkan? no, nggak, nein, nein, nein !
aspirasi itu tidak memerlukan biaya. aspirasi itu harus diperjuangkan, disalurkan, dan disampaikan. yang menyampaikan sopo? itu mereka-mereka yang dipilih. kan mereka yang digaji untuk itu. gajinya pun seabreg-abreg tingginya. terlepas mereka harus membaginya dengan partai. yang pasti, pilihan untuk memikul profesi sebagai anggota dewan disertai dengan fathom bahwa mereka harus memperjuangkan, menyalurkan, dan menyampaikan aspirasi konstituen yang memilihnya. bukan malah menuntut dana lebih besar lagi untuk membuat tugas mereka menjadi lebih mentereng.
padahal, karena tugas dan mandat itu, mereka menjadi terhormat. mosok kehormatan itu masih harus dilacuri dengan dana tambahan, dana aspirasi. bagian mana dari aspirasi yang harus didanai?. sisi mana yang kita sebut aspirasi yang memerlukan dana?. segitu mahalnya dana aspirasi sehingga terlihat seolah lebih dibutuhkan dari sebuah bangunan sekolah yang layak. sedemikian ribetnya seolah-olah lebih layak dari sebuah jembatan, bendungan, jalan raya, jalan setapak, perairan dan ratusan kebutuhan-kebutuhan infrastruktur publik lainnya yang malah terbengkalai. Â
sudahlah, dana aspirasi itu hanya akal-akalan segelintir petualang yang mental dan aqliyah-nya tidak sehat. gue tidak bisa ngebayangin duit 20 milyar per-orang legislatif menjadi takaran kesuksesan sebuah aspirasi. wong, aspirasi itu bukan barang mahal. semua fasilitas ict, gadget, sosmed atau apapun yang gue yakin sudah dimiliki para anggota dewan, bisa dipake buat menyaring aspirasi. yang diperlukan sekarang hanya kreativitas untuk "menjemput" aspirasi. terserah dengan cara apa, yang jelas tidak dengan duit 20 milyar. aspirasi itu, ya dipetanin !
selama ini kita dibuat dungu oleh sophisticate-nya para politisi mengemas jualannya. makanya kata "dana" disandingkan dengan "aspirasi", biar kelihatan lebih legitimate. coba, kalau hanya dana saja, atau dana kegiatan atau dana rehat. pasti mereka tidak pede dan terlihat terhormat membicarakannya secara terbuka. dipikirnya, dengan dana aspirasi, rakyat lebih mudah "membelinya". dipikirnya, kita semua makhluk yang bodoh dan pandir. makanya, untuk tidak disebut demikian, pastikan para politisi yang ngedukung dana aspirasi, tidak terpilih pada pemilu mendatang. dan itu hanya suara kalian yang bisa memastikannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H