Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Yuk Buka Puasa dengan Tapai Daun Talas ala Takengon

16 Juni 2016   01:40 Diperbarui: 16 Juni 2016   14:29 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Empat perempuan tetangga Nek Jas memperoleh penghasilan dari usaha tapai ini.

Bulan Ramadan adalah kesempatan bagi para 'penggila' kuliner untuk menyicipi penganan-penganan unik nan antik. Resep-resep peninggalan nenek moyang diolah kembali oleh generasi penerusnya. Penganan yang nyaris terlupakan, bermunculan di pasar takjil Ramadan. Seperti yang tersaji pada beberapa meja di Pasar Takjil Takengon, ada lamai yang dibuat dari daun pegagan, ada rujak cecah bajik yang diracik dengan putik nangka, dan ada tapai berbungkus daun talas.

Tapai berbungkus daun talas meninggalkan kesan khusus. Selain paling laris, tampilannya cukup antik dan 'memaksa' mata untuk meliriknya. Wajar, apabila terlambat datang ke pasar takjil, tapai beraroma wangi itu alamat akan habis. Supaya teman-teman bersegera datang ke lokasi penjualan tapai wangi ini, saya #4GinAja fotonya melalui smartphone. Hanya dalam hitungan detik, foto itu sudah terpampang di laman medsos saya. Kecepatan itu bisa terwujud karena menggunakan koneksi internet dengan kualitas 4G LTE.

Pasalnya, saya sempat beberapa kali tidak kebagian. Ketika itu, ibu penjual tapai tersebut mengungkapkan, dagangannya diborong beberapa orang sampai habis. Kenapa, tanya saya. Karena tapai berbungkus daun talas itu adalah penganan favorit yang paling diminati di Takengon. “Rasanya sangat manis, aromanya sangat harum, dan harganya sangat murah hanya Rp 1000 per bungkus,” tambah  perempuan paruh baya itu.

“Benar, cocok untuk makanan buka puasa. Ini buatan ibu ya? Mantap dan maknyus,” puji saya sambil mengangkat jempol.

“Bukan buatan saya, tapi buatan Nek Jas Blang Gele,” sanggah perempuan itu.

“Lha, jadi ibu sebagai sales, eh maksud saya sebagai penjualnya?” tanya saya.

“Benar,” jawab ibu itu tersenyum.

Saat meninggalkan tempat itu, dalam hati, saya bertanya-tanya siapa gerangan sosok Nek Jas Blang Gele? Nama itu membuat saya penasaran. Timbul rasa ingin tahu dan bertekad mengunjungi rumahnya. Saya ingin mengetahui, kenapa rasa tapai berbungkus daun talas itu sangat manis,  dan kenapa memiliki aroma unik? Rahasianya apa, apakah ada adonan khusus? Lalu bagaimana cara membuatnya, dan pemasarannya seperti apa? 

Ditemani Aman Zaghlul salah seorang famili Nek Jas, Minggu [12/6/2016], akhirnya saya mendatangi rumah Nek Jas di Desa Blang Gele Kecamatan Bebesen Aceh Tengah. Rumah sederhana berbubung lima dan berdinding papan, letaknya sekitar 5 kilometer arah barat Kota Takengon. Suasana rumah tua itu cukup sepi, tidak terlihat adanya aktivitas industri rumah tangga. Saya sempat tidak percaya, produk tapai yang sangat terkenal itu berasal dari tengah-tengah ladang kopi.

Nek Jas diantara super rice cooker dan sehelai daun talas, itulah modal dasar usahanya.
Nek Jas diantara super rice cooker dan sehelai daun talas, itulah modal dasar usahanya.
Aman Zaghlul memberi isyarat untuk mengikutinya. Saya mengekor di belakangnya  melewati gang sempit. Kami masuk ke sebuah bangunan kecil yang mirip seperti dapur. Di sana terlihat 4 orang perempuan sedang membungkus tapai dengan daun talas. Di satu sudut, dekat rice cooker 'raksasa', duduk seorang perempuan tua, kira-kira berusia 75 tahun. Perempuan tua yang kemudian saya ketahui bernama Nek Jas menyambut kehadiran kami dengan sangat ramah. Kami dipersilahkan duduk diatas ambal merah, di antara tumpukan potongan daun talas. Setelah ngobrol ngalor ngidul, saya mengajukan beberapa pertanyaan.

“Kenapa tapai Nek Jas sangat disukai, apa adonannya?” tanya saya membuka percakapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun