[caption id="attachment_363215" align="aligncenter" width="640" caption="Obral batu oleh Aman Rahmat di pinggir jalan Reje Bukit, Takengon."][/caption]
Sekarang, obral bukan hanya untuk komoditi pertanian, pakaian atau barang cuci gudang. Di Takengon Aceh Tengah, bongkahan batu juga mulai diobral. Peminatnya cukup banyak, bukan hanya pria penggemar batu mulia, beberapa sosok perempuan terlihat ikut menawar bongkahan batu itu. Demam batu mulia benar-benar telah menjangkiti warga di kota dingin itu.
Pengobral bongkahan batu itu adalah Aman Rahmat (55), lelaki paruh baya asal Desa Linge, Kecamatan Linge Aceh Tengah. Lelaki yang sebelumnya berprofesi sebagai petani, kini beralih profesi menjadi penjual bongkahan batu. Dia mengaku mendapat rezeki yang lumayan besar dari usaha barunya sebagai pengobral batu.
Alih profesi itu bukan hanya dilakoni oleh Aman Rahmat, tetapi hampir semua warga di Desa Linge telah beralih profesi. Dari profesi sebelumnya sebagai petani dan peternak, kini menjadi pencari batu. Mereka mencari batu di sungai dan hutan perawan ditengah-tengah  Taman Buru Linge.
Menurut Aman Rahmat, Minggu malam (4/1/2015) usai menutup pasar obral batu, mencari bongkahan batu di tengah hutan bukan pekerjaan mudah. Pekerjaan itu hanya bisa dilakukan oleh yang masih muda. Pasalnya, mencari batu ditengah hutan memakan waktu sampai empat hari empat malam. Namun begitu pun, mereka belum tentu menemukan bongkahan batu mulia jenis giok solar yang berharga mahal.
[caption id="attachment_363218" align="aligncenter" width="300" caption="Aman Rahmat, lelaki paruh baya yang alih profesi dari seorang petani menjadi pengobral bongkahan batu."]
![14204144981144852045](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14204144981144852045.jpg?t=o&v=300?t=o&v=770)
Uniknya, para pencari bongkahan batu itu bukan hanya para suami, isterinya juga ikut serta. Mereka membawa perbekalan seperti tenda, beras, ikan asin, gula, garam kopi, minyak goreng, korek api dan air kemasan. Perbekalan itu sangat diperlukan karena para pencari batu itu harus bermalam ditengah hutan.
Gerakan massal mencari bongkahan batu mengakibatkan desa itu lebih banyak dihuni oleh anak-anak dan orang lansia. Akibatnya, ladang dan ternak tidak ada yang mengurus. Perubahan itu terjadi karena harga bongkahan batu giok jenis solar makin mahal.
Misalnya, kata Aman Rahmat, untuk bongkahan batu 5 kg jenis solar berani dibeli orang dengan harga 50.000 (kata sandi dalam transaksi batu untuk harga Rp 50 juta). Kalau tersiar kabar ada bongkahan jenis solar di Desa Linge, para pembeli langsung berdatangan dengan membawa uang tunai.
Dampak positifnya akibat peredaran uang yang cukup besar di desa terpencil itu, gaya hidup warga ikut berubah. Uang hasil penjualan bongkahan batu dibelanjakan warga untuk memperbaiki rumah, membeli sepeda motor, memenuhi kebutuhan hiburan deperti membeli antena parabola dan televisi layar lebar.
Namun, tidak semua pencari bongkahan batu itu beruntung. Banyak diantara para pencari batu hanya memperoleh bongkahan batu kategori biasa sejenis suiseki yang nilai jualnya sangat murah.
Bongkahan batu yang masuk kategori biasa itu dibeli oleh Aman Rahmat. Oleh warga, bongkahan-bongkahan itu ditumpuk di depan rumahnya, seperti menjual durian. Satu tumpuk ada yang jumlahnya lima sampai sepuluh bongkahan. Harganya bervariasi, mulai dari Rp. 200 ribu per tumpukan sampai Rp. 1 juta per tumpukan.
Kemudian, Aman Rahmat memborong bongkahan batu sampai bak mobil pikapnya penuh. Bongkahan batu dari berbagai jenis itu dibawanya ke Takengon untuk diobral. Di ibukota Kabupaten Aceh Tengah itu, harga bongkahan batu itu menjadi lumayan mahal.
Untuk satu bongkahan batu giok berukuran kecil, Aman Rahmat menjualnya seharga Rp. 50 ribu. Sedangkan bongkahan batu giok biasa berukuran lebih besar, bisa mencapai Rp. 200 ribu sampai Rp. 500 ribu per biji. Hasil obral bongkahan batu di Reje Bukit, Minggu malam tadi, Aman Rahmat berhasil memperoleh uang tunai sebesar Rp. 2 juta lebih.
Di dalam bak mobil pikapnya terlihat masih banyak bongkahan batu yang belum terjual karena tiba di Takengon sore tadi. Dia merencanakan akan melanjutkan obral bongkahan batu itu esok hari. Lokasi obral batu itu di Simpang Lima, pusat Kota Takengon. Biasanya, ungkap Aman Rahmat, bongkahan batu sebanyak satu bak mobil pikap itu akan habis terjual dalam waktu empat hari.
[caption id="attachment_363216" align="aligncenter" width="640" caption="Memeriksa kualitas bongkahan batu menggunakan senter khusus"]
![14204142861005622839](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14204142861005622839.jpg?t=o&v=700?t=o&v=770)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI