Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Umpatan Ahok Mulai Diimitasi Anak-anak

21 Maret 2015   11:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:20 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14269109741206585643

[caption id="attachment_374083" align="aligncenter" width="576" caption="Ilustrasi wawancara di Kompas TV (foto: mimbarrakyatdotcom)"][/caption]

Bertepatan dengan liburan Hari Raya Nyepi, saya terima tantangan si bungsu untuk gowes keliling kota Takengon. Si bungsu mengajak teman seusianya gowes menembus kabut dan dinginnya udara kota Takengon. Memanfaatkan hari libur sambil gowes (bersepeda) sungguh menyenangkan. Lebih-lebih gowes bersama anak-anak, penuh suasana gembira.

Hampir satu jam menyelusuri jalanan kota Takengon, kami kembali ke rumah. Meskipun suhu pagi itu cukup dingin, peluh tetap bercucuran dari wajah kami. Satu persatu peserta gowes tiba didepan rumah. Urutan terakhir yang tiba adalah seorang anak usia 7 tahun bernama FDL.

“Abang T41K, kenapa sepedaku abang seget (disenggol-bahasa gaul di Takengon),” teriak FDL ke arah si bungsu.

“Huss, jangan nyarut (ngumpat dengan kata jorok), dosa!” pinta saya sambil menyeka peluh yang terus mengucur.

“Ahok kenapa bisa bilang T41K?” sanggah FDL. Saya tanya, dimana dia mendengar Ahok berbicara seperti itu? Di televisi, kata FDL.

Terkesima mendengar argumentasi seorang anak SD kelas 1 itu. Saya baru teringat bahwa Gubernur Ahok pernah live bersama pembawa acara Aiman di Kompas TV. Siaran live itu berlangsung sore hari sekitar pukul 18.00 WIB, pas ketika anak-anak di Takengon sedang memelototi televisi.

Saya teringat kepada teori belajar Albert Bandura. Dikatakan bahwa anak membentuk teori pemikirannya melalui imitasi terhadap aksi orang lain maupun persepsi terhadap rangsang yang diterima dari lingkungannya (sumber: wikipedia).

Berangkat dari teori belajar Albert Bandura itu, saya (barangkali juga para orang tua yang lain) layak khawatir terhadap tokoh publik yang sering mengumbar umpatan di frekuensi publik. Kenapa? Tokoh publik itu adalah panutan, apa yang dikatakan dan dilakukannya akan ditiru oleh warga, terutama anak-anak.

Di rumah, para orang tua selalu mengajarkan anak-anaknya untuk berbicara sopan. Mereka melarang anak-anaknya mengeluarkan umpatan dan makian, terutama yang berkaitan dengan toilet dan kebun binatang. Anak-anak patuh kepada larangan orang tuanya.

Satu waktu kemudian, si anak menyaksikan pemimpin atau tokoh publik begitu santainya mengeluarkan umpatan toilet di frekuensi publik. Anak-anak menonton umpatan itu dari ruang keluarga di rumahnya. Lalu si anak bertanya kepada orang tuanya, “kenapa pemimpin rakyat itu boleh ngumpatin toilet?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun