Indonesia memang hebat. Walaupun minim prestasi di lapangan hijau dan cabang olah raga lainnya, ternyata Indonesia terkenal karena peristiwa yang aneh dan unik. Apa itu? Parlemen Indonesia sedang berpoligami. “Isteri” pertamanya adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang pimpinannya terpilih sebelum Joko Widodo-Jusuf Kalla dilantik sebagai Presiden-Wakil Presiden R.I. Minggu lalu, muncul lagi “isteri” kedua yang dikenal dengan sebutan DPR Tandingan.
Pimpinan DPR-RI [asli] didominasi oleh fraksi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih [KMP], pemilihannya melalui sebuah proses yang cukup panas. Sementara itu, Pimpinan DPR-RI [tandingan] disokong oleh lima fraksi yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat [KIH]. Kehadiran DPR dengan dua versi ini tergolong yang pertama dalam sejarah perjalanan parlemen di Republik Indonesia.
Meskipun kehadiran “isteri” kedua yang bernama DPR Tandingan itu dipertanyakan oleh banyak pihak, toh KIH tak bergeming. DPR Tandingan yang disokong oleh lima fraksi yaitu PDI Perjuangan, PKB, PPP, Hanura dan Nasdem, hari ini Selasa (4/11/2014), malah menggelar rapat paripurna dengan agenda penetapan alat kelengkapan dewan (AKD).
“Kami akan gelar paripurna pagi, di KK I (gedung Nusantara),” kata Efendi Simbolon dari FPDIP sebagaimana disiarkan oleh Jurnalparlemendotcom (Selasa, 4/11/2014). Efendi menegaskan akan ada 246 anggota yang hadir.
Padahal, pada waktu yang bersamaan [pukul 09.00 WIB], Pimpinan DPR [asli] juga akan menyelenggarakan rapat paripurna membahas mitra kerja dan komisi. Bingung bukan? Untungnya, Sekjen DPR-RI, Winatunungtyastiti cukup netral sehingga tidak menimbulkan friksi baru. Bu Sekjen hanya mengatakan ada 10 fraksi.
Kisruh “poligami” parlemen Indonesia itu tidak berpengaruh langsung terhadap kehidupan wong cilik yang berada di level grass root. Wong cilik dan masyarakat luas tetap menerima pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah kabupaten/kota masing-masing.
Kalaupun pertikaian tokoh-tokoh terhormat itu terus berlanjut sampai beberapa waktu ke depan, bukan masalah bagi rakyat di seluruh nusantara. Tugas pemerintahan di era otonomi sudah dibagi habis sampai ke level terendah. Apapun yang terjadi di gedung Senayan, rakyat tetap mendapat pengayoman dan pelayanan dari pemerintah daerahnya masing-masing.
Lihat saja rakyat di level grass root, mereka tenang-tenang saja. Hanya pengguna media sosial yang terlihat panik, sedangkan rakyat menikmati kisruh itu sebagai sebuah hiburan, pengganti Indonesia Lawak Klub (ILK). Bila kemudian ada yang mengatakan bahwa kisruh itu dapat merugikan rakyat, boleh jadi jika dikaitkan dengan rencana kenaikan BBM dalam waktu dekat ini.
Pada saat Presiden Jokowi akan mengajukan rencana kenaikan BBM, kepada DPR versi mana usulan itu harus disampaikan? Ini masalahnya. Disampaikan kepada Pimpinan DPR Tandingan, dikatakan ilegal oleh Pimpinan DPR [asli]. Sebaliknya, disampaikan kepada Pimpinan DPR [asli], diboikot oleh anggota DPR Tandingan [kuorum rapat paripurna tidak mencukupi].
Ujungnya apa? Harga BBM bersubsidi tidak jadi dinaikkan karena gagal dibahas. Disisi lain, kuota BBM bersubsidi makin menipis yang dapat menyebabkan kelangkaan BBM bersubsidi. Akibatnya, naiknya ongkos angkutan, melonjaknya harga barang, kelangkaan sembako yang berujung kepada krisis ekonomi. Pada titik inilah dampak kisruh “poligami” parlemen itu baru terasa pada rakyat di level grass root.
Pertanyaannya, siapkah Presiden Jokowi menghadapi snowball effects itu? Melihat santainya Presiden Jokowi menyikapi kisruh “poligami” parlemen, mengindikasikan bahwa persoalan itu akan selesai secepatnya. Harapan kita juga seperti itu. Namun, apabila kirsruh “poligami” itu terus berlarut-larut sampai waktu yang tidak jelas, maka Ibu Pertiwi akan menangis tersedu-sedu.