[caption id="attachment_325145" align="aligncenter" width="630" caption="Ilustrasi (Foto: Kompasdotcom)"][/caption]
Pertarungan Prabowo vs Jokowi dalam Pilpres 2014 menjadi dilema bagi Ir. Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Sang Wagub yang kini menjadi pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta seperti menghadapi buah simalakama. Tidak dimakan mati ayah, kalau dimakan mati emak.
Ahok tidak pernah menceritakan problem itu kepada publik. Namun, dari bahasa tubuhnya, sesungguhnya bisa dibaca problem yang sedang dihadapi Ahok. Problemnya terkait siapa pemenang Pilpres 2014. Bagi Ahok, siapa pun pemenang Pilpres 2014, dia tetap harus menelan pil pahit.
Apapun kilah Ahok, sekarang dia benar-benar berada disimpang jalan. Menjadi gubernur atau tetap sebagai wakil gubernur. Apabila Jokowi yang menang, sesuai dengan aturan yang berlaku, sisa masa jabatan gubernur akan dilaksanakan oleh wakil gubernur.
Ahok dipastikan akan menjadi gubernur. Cita-citanya tercapai, tetapi, dia harus bersiap-siap “disemprot” oleh Prabowo. Lebih-lebih jika peroleh suara Prabowo di DKI Jakarta tidak signifikan, maka Ahok harus siap-siap menelan pil pahit. Sanggupkah Ahok? Membayangkan wajah kecut pejabat DKI Jakarta yang sering “disemprot” oleh Ahok.
Sebaliknya jika Prabowo yang menang, Jokowi akan kembali ke kursi DKI-1. Ahok tidak bakalan “disemprot,” malah mendapat jempol dari Prabowo. “Mimpi” Ahok untuk menduduki kursi DKI-1 akan kandas. Ahok kembali lagi sebagai wakil gubernur. Boleh jadi, Ahok kemudian diangkat menjadi salah seorang menteri di kabinet Prabowo.
Menyimak berbagai komentarnya via media massa, sebenarnya Ahok lebih suka naik peringkat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Dapat dilihat kalimat yang sering terucap dari mulutnya: “kalau saya gubernur, sudah saya copot.” Kalimat itu paling sering dilontarkan Ahok kepada pelaksana tugas Sekda DKI Jakarta, termasuk beberapa pejabat lainnya.
Tiada pilihan lain, untuk memuluskan langkah Ahok ke kursi DKI-1, maka Jokowi harus duduk di kursi RI-1. Belum ada yang tahu, bagaimana strategi Ahok dalam mendukung Jokowi agar tidak terbaca oleh Prabowo. Beranikah Ahok mengambil resiko itu? Melihat gelagatnya, bukan mustahil upaya kearah itu akan diambil Ahok. Terkesan kurang etis memang, tetapi itulah pilihan.
Etikanya, Ahok sebagai tokoh yang didukung oleh Partai Gerindra seyogyanya harus mendukung [memenangkan] Prabowo dalam Pilpres mendatang. Ahok tidak boleh “mbalelo.” Dia harus berikan dukungan tanpa syarat, seterang dukungan tokoh-tokoh yang lain. Ahok tidak boleh abu-abu terhadap Prabowo.
Secara ketimuran, nampaknya Ahok tidak akan berani mengkhianati Prabowo. Tokoh yang diseganinya, sekaligus yang telah membesarkannya. Benarkah? Kita tunggu perkembangannya, karena arus migrasi tokoh politik dalam Pilpres kali ini lebih menarik dari pilpres sebelumnya.