Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Politik

Partisipasi Politik Rendah, Demokrasi Terancam

31 Mei 2013   21:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:43 1188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bad news atau kabar buruk dari parlemen dan birokrasi yang datang silih berganti, diduga menjadi penyebab frustrasinya warga. Harapan warga untuk hidup lebih baik di sebuah negara demokrasi ternyata tak kunjung terwujud. Warga terlalu sering disuguhkan kabar “pencurian” alias korupsi dan konspirasi yang dilakukan para petinggi, politisi dan birokrasi. Kemuakan massal tinggal menunggu titik didih.

Dahulu, warga begitu berharap kepada reformasi yang mulai bergulir tahun 1998. Reformasi telah berhasil mendudukkan sejumlah aktivis di kursi parlemen, dengan harapan, mereka akan membela rakyat. Sayang, mereka juga larut dalam prilaku eforia demokrasi, disibukkan dengan studi banding dan konspirasi. Warga terlanjur menyimpulkan, reformasi hanya melahirkan para petinggi dan politisi yang kebanyakan “menggergaji” fondasi negeri ini.

Sudah tiga kali Pemilu legislatif di era reformasi, tiga kali pula warga mencoblos tokoh-tokoh tertentu di bilik suara. Nasib belum berubah, harapan tinggal harapan, yang terdengar tokoh terpilih itu duduk di kursi pesakitan. Bagaimana mungkin dapat mengubah nasib konstituennya, sementara dia sendiri punya rencana tersembunyi untuk mengubah nasibnya. Ironis!

Frustrasi plus apatis, itu sikap yang paling banyak terungkap dari obrolan sebagian warga. Beberapa dari mereka sudah sangat muak, bahkan, mereka mengharamkan menonton berita televisi atau membaca media cetak. Mereka sudah apatis berat, dan “ogah” memilih dalam Pemilu 2014. Malah, ketika petugas pemutakhiran data pemilih Pemilu 2014 datang ke rumahnya, mereka minta tidak didaftarkan.

Itulah gambaran yang terjadi pada masyarakat yang bermukim di sekitar kediaman kompasianer. Entah di daerah lain, apakah sikap apatis ini juga terjadi disana? Sebagaimana diketahui bahwa apatis adalah tahapan partisipasi politik yang sudah berada ditingkat berbahaya. Apatis semacam alarm terhadap keberlanjutan demokrasi di negeri ini. Demokrasi terancam, jika para petinggi dan politisi tidak segera mengubah prilaku dan kembali kepada prinsip dasar demokrasi itu sendiri.

Analisis diatas ternyata bukan isapan jempol. Toto Sugiarto, pengamat politik dari Sugeng Saryadi Syndicate (SSS) via Antara News (7/5/2013) memperkirakan tingkat partisipasi politik masyarakat di Pemilihan Umum 2014 hanya 60%. “Publik kemungkinan semakin apatis karena DPR tidak pernah memberi kabar baik ke ruang publik, seperti terjerat kasus korupsi, malas hadir dalam rapat dan kunjungan ke luar negeri yang menghabiskan uang negara tanpa ada transparansi,” ungkap Toto.

Menyedihkan memang. Apa upaya yang bisa dilakukan warga untuk mengubah nasibnya ke arah yang lebih baik sementara para pemimpinnya hanya memikir diri dan orang-orang disekitarnya. Warga yang tidak berdaya hanya bisa menerima nasib sambil berdoa semoga para politisi diberi hidayah. Paling-paling warga memilih sikap apatis untuk menghadapi kesangaran para politisi.

Pasalnya, dengan sistem yang berlaku saat ini, hanya mereka yang memiliki modal besar yang berpeluang duduk di kursi politik. Orang-orang berintegritas yang tak bermodal sangat sulit mendekat ke pusaran politik. Lalu, untuk apa sebenarnya demokrasi jika sebatas “kuda tunggangan” bagi kaum hipokrit? Ahhhh.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun